Metode Pemeriksaan yang Mudah dan Murah untuk Deteksi Preeklampsia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Hello Sehat

Preeklampsia saat ini menempati peringkat pertama sebagai penyebab kematian ibu di  di Surabaya. Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan terjadinya peningkatan tekanan darah (> 140/90 mmHg) disertai 1 atau lebih gangguan organ yang sebelumnya tidak ada, dan terjadi pada kehamilan diatas 20 minggu ( 5 bulan). Tingginya angka preeklampsia ini bisa dicegah dengan pemberian obat dan perubahan gaya hidup pada pasien yang mempunyai resiko mengalami preeklampsia seperti pasien hamil pertama, Hamil terlalu tua atau terlalu muda, riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, kegemukan (obesitas) dan pasien dengan penyakit tertentu yang sudah diderita sejak sebelum hamil seperti Lupus, Hipertensi, dan Diabetes.  Sehingga perlu dilakukan skrining yang efektif dan efisien  untuk mendeteksi resiko preeklampsia pada ibu hamil terutama yang mempunyai faktor resiko.

Berbagai metode skrining preeklampsia dapat dilakukan dari cara yang sederhana sampai dengan pemeriksaan biomolekuler yang canggih. Namun karena keterbatasan sarana, seringkali pemeriksaan yang canggih tidak mampu laksana di tingkat fasilitas kesehatan dasar.  Sehingga diperlukan metode skrining yang murah dan mudah dilakukan. Metode yang skrining yang dapat dilakukan antara lain pengukuran tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Presure (MAP)), pemeriksaan perubahan tekanan darah saat tidur miring dan telentang ( Roll Over Test (ROT))dan pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT). 

MAP dan ROT merupakan suatu metode pemeriksaan untuk menggambarkan keadaan haemodinamik pada pasien hamil, metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang canggih, hanya diperlukan tensimeter untuk mengukur tekanan darah. MAP diukur dengan menjumlahkan 2x tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole kemudian dibagi 3, hasil dikatakan abnormal bila nilainya lebih dari 90 mmHg. Pengukuran ROT yang dilakukan dengan membandingkan pengukuran tekanan darah saat tidur miring dan telentang, dikatakan abnormal jika terdapat perbedaan tekanan darah lebih darai 15 mmHg pada kedua pengukuran tersebut. Dan IMT dihitung dari kuadrat tinggi badan dalam meter dibagi dengan berat badab dalam kilogram. IMT dikatakan beresiko bila nilainya lebih dari 30 yang artinya pasien masuk dalam kelompok obese. Ketiga metode pemeriksaan ini mudah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dasar, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa pemeriksaan ROT tidak bermanfaat untuk skrining preeklampsia karena tingginya bias pada pemeriksaan ini. 

Penelitian yang dilakukan pada 90 wanita hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal pada trimester pertama dan kedua di Puskesmas Sidotopo Wetan Surabaya, terdiri dari 45 pasien preeklampsia dan 45 pasien hamil normal menunjukkan bahwa, lebih dari 95,6% pasien yang mengalami preeklampsia mempunyai hasil pengukuran MAP pada trimester pertama yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari 90 mmHg, sedang pada pasien yang hamil normal hanya tercatat 40% pasien yang mempunyai nilai MAP abnormal. Dari hitungan secara statistik menunjukkan wanita hamil yang mempunyai MAP yang abnormal mempunyai resiko mengalami preeklampsia sebesar 32.2 kali lipat lebih tinggi dibanding wanita hamil yang mempunyai nilai MAP normal. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran MAP mempunyai manfaat untuk mendeteksi resiko preeklampsia pada wanita hamil di trimester pertama. 

Namun sebaliknya hasil pengukuran ROT pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada kedua kelompok ibu hamil baik yang mengalami preeklampsia maupun yang hamil normal sama-sama mempunyai nilai ROT yang normal. Artinya bahwa pemeriksaan ROT tidak bisa dipakai untuk skrining preeklamsia sesuai dengan penelitian yang dilakukan dibeberapa negara maju. 

Sedangkan pengukuran IMT menunjukkan bahwa pasien yang mengalami preeklampsia ternyata sebagian besar mempunyai IMT yang melebihi normal (>30). Sehingga pasien obesitas beresiko mengalamai preeklampsia yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang mempunyai IMT yang normal. Wanita obese yang mempunyai IMT lebih dari 30 mempunyai resiko mengalami preeklampsia 5 kali lipat lebih tinggi dibanding wanita yang mempunyai IMT kurang dari 30. Dari penelitian ini nampak bahwa jika tidak terdapat fasilitas untuk melakukan pemeriksaan yang canggih untuk melakukan deteksi dini resiko preeklampsia, maka metode pemeriksaan yang sederhanapun dapat digunakan untuk skrining preeklampsia, yaitu pemeriksaan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang dilakukan di trimester pertama sampai awal trimester 2.

Penulis: Dr. Ernawati, dr. SpOG(K)
Link terkait tulisan di atas: The Role of Mean Arterial Pressure (MAP) Roll Over Test (ROT) and Body Mass Index (BMI) in Preeclampsia Screening in Indonesia http://repository.unair.ac.id/96679/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).