Karakterisasi Filogenetika dan Patotipe Avian Paramyxovirus Serotype 1 (APMV-1) di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Newcastle disease (ND) disebabkan oleh galur virulen dari avian paramyxovirus type 1 (APMV-1) (juga dikenal sebagai virus Newcastle disease). Infeksi oleh virus ND yang virulen dikaitkan dengan mortalitas tinggi pada unggas. ND menyebabkan kerugian ekonomi karena kematian, morbiditas, penurunan produksi telur, dan reaksi pasca vaksinasi. ND telah mengakibatkan kerugian yang besar dalam industri unggas di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

ND merupakan penyakit yang sangat penting dalam dunia peternakan, ND dikategorikan oleh OIE sebagai notifiable disease, karena penyakit ini secara ekonomi sangat merugikan. Infeksi virus ND yang virulen dapat menyebabkan angka kematian mencapai 100% sehingga menimbulkan terjadinya pembatasan perdagangan internasional pada produk unggas dan embargo pada negara yang mengalami wabah ND. ND ditularkan melalui kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak dengan sekresi dan ekskresi unggas yang terinfeksi. Rute transmisi penting lainnya adalah melalui udara. Selain menginfeksi unggas, infeksi alami virus ND juga ditemukan pada babi, domba, dan bahkan ada laporan kasus pada manusia.

Virus ND adalah virus dengan diameter sekitar 200-300 nanometer. Virus ND memiliki serotipe tunggal (APMV-1) dan memiliki besar genom sekitar 15,2 kb yang tidak tersegmentasi, beruntai tunggal yang menyandikan protein nukleokapsid (NP), fosfoprotein (P), matrix protein (M), fusion protein (F), protein hemaglutinin-neuraminidase (HN), RdRps (L), serta protein nonstruktural, yaitu V dan W dari gen P Protein F memiliki sifat imunogenik yang tinggi.

Di Indonesia, penyakit yang menyerang unggas ini populer dengan nama tetelo, diambil dari bahasa Jawa, thèthèlo. ND pertama kali dilaporkan oleh Profesor Kraneveld yang bekerja di Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) di Bogor, Jawa Barat pada 1926. Tahun berikutnya, di Inggris terjadi wabah penyakit yang ganas pada unggas di daerah New Castle upon Tyne (Newcastle). Setelah 1935, nama ND baru digunakan oleh Doyle, merujuk pada nama kota di Inggris tersebut. Selanjutnya, ND menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia. Virus ini mampu menginfeksi hampir semua spesies unggas, baik unggas liar maupun unggas jinak di rumah tangga dan industri ternak. Infeksi alami virus tersebut juga ditemukan pada babi, domba, dan cerpelai, bahkan ada laporan kasus pada manusia pada 1952.

Vaksin virus ND dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin aktif (live) dan vaksin inaktif (killed). Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau mengandung virus yang dilemahkan keganasannya, diantaranya adalah B1, V4, F, Komarov, Mukteswar, I-2, dan  La Sota. Vaksin inaktif tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang biak di dalam tubuh hewan yang di vaksinasi, tetapi mampu merangsang pembentukan antibodi. Banyak sekali program vaksinasi yang sudah diterapkan di lingkungan peternakan, namun masih banyak ditemukan adanya kegagalan. Salah satu indikasi akibat kegagalan adalah mutasi virus yang tinggi, terutama virus dengan materi genetika berupa RNA.

Pada studi kami, analisis ilmu bioinformatika diterapkan untuk mengetahui filogenetika molekuler dari virus ND yang bersirkulasi di Indonesia. Untuk selanjutnya, penelitian lanjutan dapat digunakan sebagai acuan pada studi desain virus vaksin pada aplikasi di industri vaksin unggas. Disisi lain, kemajuan pesat di bidang biologi molekuler menyebabkan data kode genetik saat ini telah digunakan pada banyak penelitian filogenetika untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat. Pada dasarnya, sistematika memiliki peran utama menyediakan perangkat pengetahuan untuk melakukan karakterisasi organisme dan sekaligus mengenalinya untuk tujuan memahami diversitas. Diversitas virus ND (antigenik, patogenisitas, dan genetik) perlu dikaji untuk menjawab mengapa kasus ND selalu saja masih muncul atau mewabah. Sejauh ini, vaksinasi terhadap virus ND sudah dilakukan secara teratur. Jika kekebalan yang diinduksi oleh vaksin tidak mampu menetralkan virus ND di lapangan, maka perlu  adanya upaya baru untuk pengembangan vaksin.

Penulis: Arif Nur Muhammad Ansori, Alexander P. Nugraha
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada: http://www.connectjournals.com/toc2.php?abstract=3184000H_3023A.pdf&&bookmark=CJ-033216&&issue_id=Supp-01%20&&yaer=2020

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).