Deteksi Ekspresi Sel Kekebalan Adaptif Limfosit T (CD4) pada Anak Pra Sekolah dengan Gigi Berlubang yang Parah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Theasianparent

Gigi berlubang pada anak pra sekolah adalah penyakit kronis yang banyak terjadi pada masa kanak-kanak, dengan jumlah hampir 1,8 miliar kasus baru per tahun di seluruh dunia. Terjadi sekitar 37% pada anak-anak berusia 2-5 tahun di Amerika Serikat dan 73% terjadi pada anak-anak prasekolah dengan sosial ekonomi kurang beruntung dalam negara berkembang dan negara industri.  Gigi berlubang pada anak pra sekolah yang parah adalah penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, meskipun upaya pengendalian terus diakukan secara berkelanjutan tetapi penyakit ini masih sangat dijumpai pada masyarakat. Respons imun tubuh selama infeksi adalah untuk membersihkan patogen yang menyerang sehingga terjadi kerusakan jaringan seminimal mungkin. Sel kekebalan bawaan maupun adaptif (sel T) memainkan peran kunci dalam membersihkan patogen secara langsung melalui pelepasan sitokin proinflamasi dan aktivitas limfosit T sitotoksik (CTL). Dalam beberapa tahun terakhir, peran sel Tdalam mengatur kekebalan adaptif menjadi sangat penting, karena mereka memainkan peran penting dalam perkembangan dan pross penyembuhan dari suatu penyakit.

Cluster of diferensiation 4 (CD4) coreceptor diekspresikan dalam subset sel T, berperan dalam diferensiasi, migrasi dan ekspresi sitokin. CD4 menstabilkan kompleks terner pMHC-TCR dan CD4 merekrut Lck kinase untuk memfosforilasi ITAM dan memulai pensinyalan intraseluler selama aktivasi sel T yang diinduksi oleh antigen. 

Sel kekebalan adaptif(limfosit) dari saliva diperoleh dengan menginstruksikan anak anak usia pra sekolah untuk berkumur dengan 10 mL larutan NaCl steril 1,5%, tetapi tidak ditelan selama 30 detik, kemudian ditampung dalam gelas steril. Prosedur ini diulangi sebanyak 4 kali. Sampel kemudian disentrifugasi pada 450g selama 15 menit, pada 400C, kemudian hasil filter berupa suspensi sel kemudian dihitung menggunakan hemocytometer. Netrofil yagng berasal dari saliva diperoleh dengan menginstruksikan subyek penelitian untuk berkumur dengan 10 ml NaCl 1,5% steril selama 30 detik tetapi tidak menelannya. Kemudian, itu ditampung dalam gelas steril. Prosedur ini diulang sebanyak empat kali. saliva yang terkumpul selanjutnya disentrifugasi pada 450 g selama 15 menit pada suhu 4 ° C. Pelet hasil sentrifugasi dicampur dengan 2 ml media RPMI. Setelah itu, air ludah vortex dan kemudian disaring secara berurutan dengan 20 dan 11 μm dari filter nilon. Ekspresi CD4+ diamati dengan metode flow cytometry yang diadaptasi dari Luthfi dkk. Fluorescein isothio- cyanate (FITC), phycoerythrin (PE), allo- phycocyanin (APC), Peridinin chlorophyll protein (PerCP), PerCP- Antibodi monoklonal terkonjugasi Cy5.5 (mAbs) dari Becton Dickinson (San Jose, CA, USA). Konsentrasi optimal mAbs ditentukan untuk setiap mAb dengan cara titrasi. Flow cytometry dapat mengukur dan menganalisis karakteristik fisik suatu partikel seperti sel karena dapat mengalir ke aliran fluida melalui cahaya. 

Uji normalitas data menggunakan shapiro-Wilk didapatkan nilai P ekspresi T limfosit (CD4+) sebesar 0,200 sedangkan nilai p value CD4 sebesar 0,345 menunjukkan bahwa kedua P- value> 0,05 yang berarti data terdistribusi normal. , karena data berdistribusi normal maka dilakukan uji komparatif antar kelompok dengan menggunakan uji T independen. Rerata ekspresi T limfosit (CD4 +) pada anak pra sekolah dengan gigi berlubang yang parah lebih tinggi dibandingkan anak pra sekolah tanpa gigi berlubang. Hasil uji komparasi ekspresi sel T limfosit (CD4 +) antara kelompok S-ECC dan kelompok karies bebas menunjukkan nilai P- 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 (P <0,05) yang berarti terdapat signifikansi. perbedaan antara S-ECC dan kelompok karies bebas.

Sel limfosit T (CD4 +), adalah sel efektor untuk kekebalan tubuh yang diperantarai sel. Limfosit T (CD4 +) bersifat diam dan harus diaktifkan untuk memulai fungsi efektornya, aktivasi ini terjadi melalui interaksi dengan sel penyaji antigen profesional (pro-APC) terutama sel dendritik yang mengarah ke jalur intraseluler yang mengatur reseptor sel T (TCR). ) lebih spesifik terhadap antigen dalam sel T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi sel T limfosit (CD4+) pada anak  usia pra sekolah dengan gigi berlubang yang parah secara signifikan lebih rendah dibandingkan pada karies bebas, hal ini dapat menyebabkan tingginya bakteri penyebab gigi berlubang (S. mutans) yang terdapat pada saliva anak  usia pra sekolah dengan gigi berlubang yang parah tidak dapat diakuisisi oleh imunitas adaptif karena TCR dan koreseptornya, seperti halnya CD4 yang dapat membentuk kompleks dengan reseptor major receptor histocompatibility complex (MHC) kelas 2 dan antigen tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga secara kuantitatif jumlah S. mutans yang bakteri penyebab karies lebih tinggi dibandingkan anak usia pra sekolah tanpa gigi berlubang. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak usia pra sekolah dengan gigi berlubang yang parah terjadi penurunan ekspresi limfosit T (CD4+).

Penulis: Dr. Muhammad luthfi, drg., M.Kes 

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:  https://doi.org/10.4081/idr.2020.8760

Muhammad Luthfi, Priyawan Rachmadi, Aqsa Sjuhada Oki, Retno Indrawati, Agung Sosiawan, Muhaimin Rifa’i.  Analysis of lymphocyte T(CD4+) Cells Expression on Severe Early Childhood Caries. Infectious Disease Reports 2020; 12(s1):8760 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).