Fenomena Penyakit Paru Obstruktip Kronik di Negara Endemis Tuberkulosis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Halodoc

Menurut definisi  Penyakit Paru Obstruktip Kronik (PPOK) merupakan  penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Di negara maju PPOK sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok,sedang di negara sedang berkembang selain merokok,tuberkulosa paru juga ikut memberi warna pada  gambaran PPOK.Kharakteristik PPOK ada episode eksaserbasi. Tuberkulosa paru masih merupakan problem Kesehatan Nasional di Indonesia. Pemasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan tuberkulosa adalah penderita datang berobat dengan penyakit  yang berat dan tidak patuh berobat.Penderita tuberkulosa paru dengan kelainan paru luas  setelah selesai pengobatan standart seringkali disertai gejalah sisa walaupun sudah sembuh.Gejalah sequalae yang sering ditemukan adalah batuk, dahak dan sesak napas. Keluhan post tuberkulosa paru ada hubungan dengan deformitas paru dan saluran napas sehingga dahak tidak lancar keluar. Deformitas tersebut menimbulkan gangguan fungsi ventilasi ristriktip dan obstruktip. Gangguan fungsi ventilasi ada hubungan dengan episode tuberkulosis paru,makin sering sakit tuberkulosa paru derajat gangguan fungsi paru makin berat.

Penderita tuberkulosa paru yang tidak patuh berobat atau putus obat berpotensi menimbulkan resistensi obat.Resistensi bisa terjadi pada satu obat atau lebih dari satu obat.Multi drug resistance (MDR) tuberculosis adalah sebutan untuk resistensi terhadap Isoniazid  dan Rifampicin sedang bila resisten terhadap semua obat TB disebut Extensive drugs resistance (XDR) tuberculosis. Penderita MDR TB membutuhkan regimen obat khusus dan waktu pengobatan yang panjang dibanding dengan tuberkulosis sensitip obat. Penderita MDR TB yang taat berobat bisa sembuh seperti pada kasus ini.Pada kasus ini penderita mengalami dua episode MDR TB yang sembuh dengan sequalae fibrosis paru.

PPOK merupakan penyakit akibat interaksi host dan faktor lingkungan.Dari faktor lingkungan,ada pajanan bahan inhalasi berbahaya seperti polusi industri, merokok, Kerentanan host terhadap pajanan bahan inhalasi berbahaya juga berperan sebab tidak semua perokok menjadi PPOK hanya sekitar 10-20% perokok mengalami PPOK.   Jumlah penduduk yang merokok masih banyak di Indonesia.Merokok selain menimbulkan efek “positip”seperti mudah konsentrasi, untuk pergaulan tetapi juga ada sisi negatipnya yaitu salah satunya sebagai faktor risiko PPOK. Jumlah rokok yang dihirup dan cara merokok mempengaruhi. PPOK sering dihubungkan waktu merokok yang lama dan jumlah yang dihirup banyak. Individu dengan perokok berat (>10 pack-year) risiko mengalami PPOK lebih besar. Di negara maju interaksi host dan bahan inhalasi  berbahaya yang berperan dalam kejadian PPOK sedang di negara dengan endemik tuberkulosis, maka tuberkulosa paru juga ikut berperan karena disebutkan bahwa tuberkulosis merupakan salah satu faktor risiko PPOK. Tuberkulosa paru yang sembuh dapat menimbulkan sequalae gangguan fungsi paru obstruktip. Untuk sampai pada terjadinya PPOK perlu jumlah dan waktu merokok yang lama, namun bila ada faktor risiko lain seperti tuberkulosa paru, interaksi antara beberapa faktor risiko mempermuda atau mempercepat kejadian PPOK.Hal ini dapat diamati pada kasus ini,penderita merokok tetapi bukan perokok berat dan mengalami dua episode MDR TB tanpa kerusakan struktur  paru hebat (destroyed lung) pada akhirnya mengalami gangguan fungsi ventilasi obstruksi yang memenuhi kriteria PPOK.  

Salah satu kharakteristik PPOK adalah episode eksaserbasi (perburukan penyakit) dalam perjalanan alamiahnya. Gangguan fungsi paru berat, pengobatan tidak adekuat merupakan beberapa faktor yang memudahkan penderita PPOK mengalami eksaserbasi.  Eksaserbasi bisa  ringan, sampai berat dan mengancam jiwa. Bila penderita PPOK sering mengalami eksaserbasi (>2 kali dalam 1 tahun) risiko kematian meningkat, waktu untuk pemulihan (recovery) menjadi lebih lama dan kualitas hidup menjadi buruk. Walaupun penderita ini tidak sering eksaserbasi tetapi bila eksaserbasi bisa berat sampai perlu rawat inap hal ini terkait dengan fungsi paru yang tidak baik.Selain mempengaruhi fungsi paru,eksaserbasi membuat biaya pengobatan bertambah karena ada kunjungan ke fasilitas kesehatan yang tidak direncanakan (unscheduled visit). Pengobatan teratur baik dengan pengobatan farmakologi dan non farmakologi dapat mengurangi eksaserbasi.

Berhenti merokok dan berobat tidak terlambat dan tuntas untuk penderita tuberkulosa paru adalah upaya untuk mencegah kejadian PPOK di Indonesia hal ini  sesuai dengan definisi PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah. Berobat teratur merupakan salah satu upaya untuk mencegah eksaserbasi dan kemunduran fungsi paru.

Penulis: Dr. Daniel Maranatha, dr., Sp.P(K)

Untuk informasi lebih detail dapat dilihat pada: Exacerbation of eosinophilic COPD and pneumonia in post-treatment pulmonary multidrug-resistant tuberculosis patient: A case report.Maranatha D, Parade NNJ. Respiratory Medicine Case Report 2019;28:100936

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).