Protozoa Gastrointestinal, Patogen pada Wallaby Leher Merah di Jepang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh pxhere.com

Wallaby leher merah adalah salah satu hewan liar dari kelompok Marsupial (binatang berkantung) yang cukup popular di beberapa kebun binatang diberbagai negara. Walaupun hewan ini berasal dari Australia dan Papua New Guinea, tetapi banyak negara yang memelihara dan membudidayakan di kebun binatang karena penampilan dan tingkah lakunya yang unik. Kondisi tersebut menciptakan iklim pengiriman hewan dari negara satu ke negara lain.

Pemeriksaan hewan sebelum masuk ke negara tujuan menjadi kunci fundamental dalam mencegah introduksi penyakit baru. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara seksama menggunakan metode diagnostik standar international agar kesejahteraan hewan tetap terjamin dan penyebaran penyakit yang lebih luas dapat dihindari. Studi ini membahas tentang infeksi parasit gastrointestinal (Eimeria spp.) pada wallaby leher merah yang didatangkan dari luar negeri ke Jepang.

Wallaby leher merah (umur 1 tahun) di kebun binatang Ishikawa Prefecture diimpor dari Netherland pada bulan Desember 2018. Kemungkinan adanya infeksi gastrointestinal parasit dievaluasi melalui pemeriksaan feses setelah satu minggu kedatangannya di Jepang. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa wallaby terinfeksi cacing nematoda dan Eimeria spp. tetapi masih dalam kategori rendah. Koleksi feses pada fase ini dicatat sebagai isolat nomor 1 (No. 1). Langkah selanjutnya melakukan pengobatan infestasi cacing dengan pemberian pyrantel pamoate dan flubendazole sedangkan pengobatan untuk infeksi Eimeria spp digunakan sulfamonomethoxine. Tiga bulan setelah pengobatan anti parasit, wabally mengalami kematian. Selain dilakukan nekropsi pada organ-organ vital seperti jantung, hati, ginjal, otak, paru, limpa, dilakukan juga nekopsi pada saluran pencernaan untuk pemeriksaan gastrointestital parasit. Koleksi feses pada fase ini dicatat sebagai isolat nomor 2 (No. 2).

Ookista Eimeria spp berhasil disporulasikan setelah diinkubasi dalam waktu satu minggu pada suhu 28oC. Morfologi ooskista ini berbentuk oval seperti telur dan tidak memiliki mikropil. Dimensi ookista yang bersporulasi adalah memiliki panjang 60,4 (berkisar 50,0–70,0) μm x lebar 39,6 (berkisar 30,0–43,3) μm dengan shape index (L/W) 1,5 (berkisar 1,3–2,0). Setelah dibandingkan dengan beberapa literatur termasuk 18 spesies Eimeria yang menginfeksi genus Macropus menunjukkan bahwa karakteristik Eimeria dari feses wallaby yang dikoleksi ketika datang dari Netherland (isolat No.1) mengarah ke spesies Eimeria hestermani.

Morfologi Eimeria yang berbeda diperoleh dari sampel saluran pencernaan wallaby ketika mati (isolat No. 2). Ookista eimeria banyak dijumpai pada usus buntu dengan bentuk bulat lonjong (elips) dan tidak memiliki mikropil. Dimensi ookista yang bersporulasi memiliki Panjang 31,6 (berkisar 28,1– 35,1) μm × lebar 20,5 (berkisar 18,9–22,5) μm dengan shape index (L/W) 1,5 (berkisar 1,3–1,8). Berdasarkan karakteristik morfologinya, Eimeria yang dikoleksi ketika wallaby mati mengarah ke spesies Eimeria prionotemni. Hasil ini mengindikasikan bahwa infeksi E. prionotemni terjadi setelah pengobatan, namun sumber penularannya masih menyisakan pertanyaan.

Sejauh ini, lebih dari 50 Eimeria spesies dilaporkan menginfeksi hewan marsupial. Secara morfologi, karakteristik E. hestermani dan E. prionotemni mirip dengan E. toganmainensis, E. wilcanniensis, E. yathongenesis, E. parma dan E. purchasei. Oleh karena itu, untuk memperoleh kesimpulan yang robust terkait kelompok spesies Eimeria pada hewan marsupial maka dilakukan analisis molekular menggunakan gen sitokrom c oksidase (COI) dengan panjang 340 bp dan 18S rRNA (440 bp).  Hasil sekuensing DNA dibandingkan dengan data dari Genbank untuk hewan yang lain, seperti ayam, mencit, reptil, kalkun, merak, rodensia, sapi, kelinci, burung pheasant, dan rock partridge. Hasil analisis pohon filogeni menunjukkan bahwa E. hestermani dan E. prionotemni masuk kedalam kelompok kluster Eimeria pada hewan Marsupial bersama dengan E. quokka, E. setonicis dan E. trichosuri.

Berdasarkan analisis morfologi dan molekular ini membuktikan bahwa kematian wallaby leher merah di kebun binatang Ishikawa Prefecture dikarenakan oleh infeksi E. hestermani dan E. prionotemni. Dugaan ini dikonfirmasi dengan hasil gambaran histopatologi yang menunjukkan kerusakan pada vili-vili usus halus (atropi), yang mengindikasikan bahwa Eimeria berhasil menyelesaikan siklus hidupnya selama terjadinya infeksi. Keadaan inilah diduga sebagai pemicu kematian wallaby.

Studi ini kembali mengisyaratkan pentingnya pemeriksaan penyakit yang disebabkan oleh parasit. Walaupun agen parasit tidak menyebabkan kematian yang mendadak seperti infeksi virus dan bakteri, tetapi keberadaannya mempengaruhi perkembangan sang induk semang. Sering kali infeksi parasit menyebabkan terjadinya immunosupresi sehingga memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri, virus, jamur atau agen patogen parasit lainnya yang membuat kondisi kesehatan induk semang semakin menurun dan berujung pada kematian.

Penulis : April Hari Wardhana, SKH, MSi, PhD

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://link.springer.com/article/10.1007/s00436-020-06618-2

Ekawasti F, Kitagawa K, Domae H, Wardhana AH, Shibahara T, Uni S, Tokoro M, Sasai K, Matsubayashi M. 2020. Molecular identification of Eimeria hestermani and Eimeria prionotemni from a red-necked wallaby (Macropodidae; Macropus rufogriseus) in Japan. Parasitology Research. 119: 1271 – 1279.
https://doi.org/10.1007/s00436-020-06618-2

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).