Meniran Si Kecil Hijau Solusi Antimicrobial Resistance (AMR) pada Ayam

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Antimicrobial Resistance (AMR) adalah ancaman kesehatan global. Penggunaan antibiotik pada ayam secara sembarangan akan mempercepat perkembangan Antimicrobial Resistance pada patogen, serta organisme komensal yang mengakibatkan kegagalan pengobatan, kerugian ekonomi dan dapat bertindak sebagai sumber bakteri / gen resisten (termasuk bakteri zoonosis) yang dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia akibat residu antibiotik dalam daging dan telur. Sumber terjadinya resistensi antimikroba 20% berasal dari pola pemakaian antibiotika pada manusia yang tidak rasional dan 80% disebabkan oleh faktor rantai pangan asal hewan. Pangan asal hewan merupakan salah satu media penyebaran bakteri yang telah resisten dari hewan ke manusia dan lingkungan baik bakteri komensal maupun patogen

Kondisi resistensi antimikroba terjadi saat mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan atau bermutasi. Ketika ternak  sakit, lalu diberikan obat-obatan untuk menyembuhkan infeksi yang ditimbulkan, mikroorganisme yang sudah bermutasi menjadi tidak mempan terhadap pengaruh obat-obatan. Bakteri resisten  seperti bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli berkembang biak dan menjadi populasi yang mendominasi sehingga mampu mentransfer gen resisten baik secara horizontal maupun vertikal terhadap bakteri lain. Pada manusia dapat ditransfer dari produk unggas ke manusia.

Antibiotik dapat memberantas sebagian besar bakteri dalam tubuh hewan ternak. Tapi bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan bertahan hidup. Bahkan bakteri itu berkembang biak, yang kemudian mengendap di tubuh hewan ternak. Kondisi inilah yang disebut sebagai residu antibiotik. Bila manusia terkontaminasi bakteri resisten akan menyebabkan kematian. Pemerintah telah melarang penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promotor/AGP) pada pakan ternak.melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 14 tahun 2017.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah merekomendasikan pengembangan dan penggunaan metode alternatif yang ramah lingkungan untuk mengendalikan penyakit pada unggas dan hewan penghasil pangan lainnya untuk mengatasi ancaman Antimicrobial Resistance. Meniran (Phyllantus niruri) adalah tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli.  Meniran sendiri merupakan tanaman liar yang tumbuh disegala musim dengan tinggi hanya 38 cm. Daunnya berwarana hijau berbenrtuk oval dengan ujung tumpul dan pangkalnya membulat. Meniran bertindak sebagai antibakteri karena bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri) dan bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Kandungan senyawa meniran yang bertindak sebagai antibakteri adalah alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Alkaloid membunuh bakteri dengan merusak keseimbangan genetik pada rantai DNA bakteri. Tanin dapat merusak dan menginaktivasi fungsi materi genetik dari bakteri. Saponin dapat berinteraksi dengan dinding bakteri dan menyebabkan lisis. Sementara itu flavonoid membunuh bakteri melalui penghambatan pada asam nukleat, fungsi membrane sitoplasma dan metabolisme energi bakteri. Lebih penting, tidak ada laporan efek samping atau toksisitas untuk ekstrak meniran.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sabdoningrum et al., (2020) ekstrak meniran diuji daya antibakterinya terhadap bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli. Bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli digunakan karena mengakibatkan penyakit kolibasillosis pada ayam yang kasusnya selalu berulang setiap periode tertentu dan sulit ditanggulangi. Selain itu bakteri ini tergolong bakteri yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Isolat bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli yang diuji diambil dari beberapa daerah di Jawa Timur yaitu Sidoarjo, Blitar, Bojonegoro, Jombang, Tuban, dan Jember. Ekstrak meniran dapat membunuh Avian Pathogenic Eschericia coli pada dosis 25 mg/ml dan 50 mg/ml. Sementara itu hasil pengujian pada antibiotik bakteri Avian Pathogenic Eschericia coli resisten terhadap antibiotik oksitetrasiklin, gentamisin dan enrofloksasin.

Aktivitas antibakteri dari ekstrak meniran disebabkan adanya kandungan lignan, phyllanthin dan hipofilantin, flavonoid, alkaloid,  triterpenoid, glikosida dan tanin. Meniran memiliki aktivitas antibakteri dan berpotensi untuk digunakan sebagai sumber baru antibiotik oral spektrum luas dan dapat mengatasi permasalahan Antimicrobial Resistance pada ayam.

Penulis :

Emy Koestanti Sabdoningrum

Informasi lebih lengkap mengenai artikel tersebut bisa akses link berikut ini: www.rjptonline.org

https://www.scopus.com/record/display.uri?eid=2-s2.0-85086172572&origin=resultslist&sort=plf-f&src=s&sid=da84cf5a0630f95663d16a4342ac2c5f&sot=autdocs&sdt=autdocs&sl=18&s=AU-ID%2857202781244%29&relpos=2&citeCnt=0&searchTerm=

Sabdoningrum, E.K., Hidanah, S., Yuniarti, W.M., Chusniati, S., Warsito, S.H., Muchtaromah, B. 2020. Antimirobial activity of Phyllantus niruri extract on Avian pathogenic Eschericia coli Isolated from Chicken with Colibacillosis symptoms. Research Journal Pharmacy and Technology. 13(4): 1883-1887.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).