Mengenal Vaginosis Bakterial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Dokter Sehat

Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu penyakit dengan gejala keputihan yang paling sering ditemukan pada wanita di usia reproduksi. Angka kejadian VB di dunia sangat bervariasi yaitu diantara 11.1-60.8%. Di wilayah Asia termasuk Indonesia, angka kejadian VB ditemukan 7.5-22%. VB lebih sering disebut vaginosis daripada vaginitis karena hanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan flora normal vagina daripada suatu infeksi spesifik. Pada VB terjadi perubahan komposisi ekosistem vagina sehingga terjadi gangguan keseimbangan flora normal pada vagina. Pada VB organisme komensal (bakteri jahat) meningkat jumlahnya dan menekan jumlah bakteri baik pada vagina sehingga tidak mampu melawan infeksi.

VB bukanlah suatu infeksi dengan penyebab monobakteri yang spesifik, tetapi beberapa bakteri anaerob, mikroaerofilik dan organisme yang tergantung pada CO2 seperti Prevotella spp, Mobiluncus spp, Gardnella vaginalis dan Mycoplasma hominis yang menggantikan Lactobacillus spp. sebagai bakteri baik sehingga menyebabkan peningkatan pH vagina. Penyebab pasti terganggunya keseimbangan pertumbuhan bakteri di dalam vagina belum diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian menemukan hubungan perilaku seksual seperti pasangan seksual yang banyak, wanita pekerja seksual, lesbian, tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual, dengan angka kejadian dan kekambuhan VB.  Faktor risiko lain yang juga dikatakan berhubungan antara lain penggunaan alat kontasepsi dalam Rahim (AKRD), etnis hispanik dan kulit hitam, penggunaan antibiotik jangka panjang, merokok, douching vagina, sosio-ekonomi rendah, diet, stress dan adanya riwayat infeksi menular seksual sebelumnya. Meskipun hubungan seksual mungkin memfasilitasi penularan, namun VB bukan termasuk penyakit menular seksual tetapi dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran reproduksi wanita. 

Tanda dan Gejala Klinis

Sekitar 50-70% pasien VB tidak menunjukan gejala dan keluhan atau disebut asimptomatik. Bila ada keluhan, umumnya berupa keputihan abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual), berwarna putih keabuan, dan berbau yg khas yaitu bau amis. Keluhan lain yang sering ada yaitu  rasa gatal, perih, dan rasa terbakar walaupun relatif lebih ringan jika dibandingkan gejala vaginitis lain yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau Candidia albicans.  Sedangkan untuk keluhan nyeri abdomen, nyeri atau rasa tidak nyaman atau panas saat buang air kecil jarang terjadi. Selain keluhan subjektif yang ditemukan melalui wawancara terhadap pasien, pada pemeriksaan fisik oleh dokter akan ditemukan  keputihan berwarna putih keabu – abuan yang homogen, tipis, kekentalan rendah atau normal, berbau amis, jarang berbusa. Pemeriksaan cairan pH vagina berkisar antara 4,5 – 5,5. Pada VB tidak ditemukan gejala inflamasi pada vagina dan vulva, namun BV dapat timbul bersama infeksi saluran reproduksi yang lain seperti trikomoniasis dan servitis sehingga gejala yang ditimbulkan tidak lagi spesifik.

Diagnosis VB dapat ditegakan melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang. Salah satu kriteria yang paling popular digunakan di berbagai fasilitas kesehatan dalam penegakan diagnosa VB adalah kriteria Amsel. Kriteria ini umum digunakan karena sederhana, mudah, murah, cepat, dan memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Kriteria Amsel tersebut antara lain terdapat keputihan vagina yang homogen, tipis, berwarna putih keabuan, melekat pada dinding vagina dan abnormal; terdapat clue cells pada sediaan basah (>20% total epitel vagina yang tampak pada pemeriksaan mikroskopis dengan cairan fisiologis dan pembesaran 100 kali); tes amin yang positif yaitu, timbul bau amis pada keputihan yang ditetesi larutan KOH 10% (Whiff test); dan pH vagina > 4,5 dengan menggunakan kertas lakmus.

Terapi Vaginosis Bakterialis

Vaginosis bakterial disebabkan oleh bakteri sehingga antibiotik merupakan pilihan pertama terapi VB. Regimen yang direkomendasi oleh Centers for Disease Control (CDC) tahun 2006 maupun Pedoman Praktik dan Tatalaksana Infeksi Menular Seksual (IMS) oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015 berupa terapi sistemik maupun topikal, antara lain metronidazole, timidazole dan klindamisin dalam sediaan tablet maupun krim atau tablet yang dimasukan ke dalam vagina (ovula). Obat yang dikonsumsi ini harus diminum secara tepat dan tidak dihentikan tanpa instruksi dokter untuk mencegah resistensi bakteri dan kekambuhan. Selain itu akhir-akhir ini dianjurkan untuk pemberian terapi adjuvan menggunakan probiotik dalam tatalaksana VB. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah yang adekuat, memberi manfaat kesehatan kepada pasien. Probiotik telah terbukti dapat menggantikan dan membunuh kuman patogen penyebab VB dan meningkatkan respon kekebalan tubuh.

Berbagai komplikasi dapat terjadi akibat pengobatan vaginosis bakterial yang tidak adekuat atau dibiarkan tanpa diobati sama sekali. BV mempermudah transmisi infeksi menular seksual lain seperti Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HIV, dan virus Herpes simplex tipe 2. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah penyakit radang panggul, kekambuhan VB, komplikasi setelah pembedahan ginekologi, pada kehamilan dapat terjadi ruptur membran prematur, kelahiran prematur, infeksi ketuban, dan endometritis setelah melahirkan. Selanjutnya, menjaga keseimbangan bakteri dalam vagina adalah cara terbaik dalam mencegah terjadinya VB. Oleh karena itu, tindakan seperti tidak melakukan douching vagina, melakukan hubungan seksual yang aman (tidak berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom saat berhubungan seksual), menggunakan pakaian dalam yang berbahan, katun bersih dan kering dapat mengurangi risiko terjadinya BV. 

Penulis: Prof.Sunarko Matodiharjo,dr.Sp.KK(K)

Informasi detail dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/17914

The Profile of Bacterial Vaginosis in Academic Hospital Surabaya: A Retrospective Study_Amanda Gracia Manuputty, Sunarko Matodiharjo _Department of Dermatology and venereology, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga/Dr. Soetomo General Academic Teaching Hospital Surabaya, Indonesia 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).