Pakar UNAIR Sebut Kenangan Buruk pada Anak Bisa Pengaruhi Kesehatan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pakar Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog (dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Setiap orang di dunia pasti memiliki kenangan. Mulai dari kenangan di masa kecil, kenangan membahagiakan, bahkan kenangan buruk yang ternyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Telah banyak beredar di media sosial terkait kasus pelecehan seksual, kekerasan, dan kasus lainnya yang terjadi di masa lalu terutama pada anak. Hal itu dapat mengakibatkan sebuah gangguan kesehatan mental yang dikenal dengan istilah PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).

Post-Traumatic Stress Disorder

PTSD merupakan pemasalahan kecemasan yang muncul atau berkembang ketika seseorang mengalami kejadian traumatis seperti perang, kejahatan, kecelakaan atau pun bencana alam.

Pakar Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog menjelaskan, seseorang dengan PTSD akan mengalami beberapa hal seperti flashback kejadian traumatis, mimpi buruk atau ingatan akan kejadian traumatis serta menghindari situasi yang mengingatkan akan trauma. Selain itu, mereka sering merasa cemas atau tegang sehingga hidup mereka terganggu.

“Kejadian traumatis yang dimaksud adalah peristiwa atau kejadian yang sifatnya mengagetkan, menakutkan atau berbahaya,” jelas dosen Psikologi UNAIR yang akrab disapa Rini tersebut, saat di wawancarai tim UNAIR NEWS pada Kamis (23/7/20) via whatshapp.

Menurutnya, kekerasan atau pelecehan pada masa kanak dapat memunculkan berbagai macam dampak negatif, termasuk terjadinya ketidakmampuan mengelola emosi dan gangguan psikologis lain seperti PTSD.  Simptom atau gejala PTSD ditemukan muncul pada individu yang terpapar kekerasan pada masa kanak.

Kemudian, beberapa hal juga dapat meningkatkan terjadinya PTSD seperti, trauma masa kanak; perasaan takut atau tidak mampu; tidak adanya dukungan sosial atau dukungan sosial yang rendah; memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau gangguan psikologis lain; melihat orang lain disakiti atau melihat mayat; dan hidup dengan trauma atau situasi berbahaya.

Gejala PTSD biasanya dimulai setelah tiga bulan terjadinya peristiwa traumatis. Kendati begitu, beberapa orang baru memunculkan gejala setelah beberapa tahun.

“Untuk memastikan apakah gejala tersebut adalah PTSD, maka gejala tersebut harus bertahan atau muncul lebih dari satu bulan dan mengganggu kehidupan ataupun relasi dengan orang lain,” ungkapnya.

Gejala dan Dampak

Gejala yang pertama yakni re-experiencing (merasa mengalami kembali kejadian traumatis, red)  seperti flashback, mimpi buruk atau pikiran menakutkan. Gejala ini dapat mengganggu dan memunculkan masalah dalam kehidupan seseorang sehari-hari, karena benda-benda atau hal yang mirip dapat memicu ingatan akan trauma.

Kedua, gejala menghindar, seperti menghindari tempat, kejadian atau obyek yang akan mengingatkan akan peristiwa traumatis. Gejala ini dapat mengubah fungsi sosial atau fungsi hidup sehari-hari, misalnya setelah mengalami kecelakaan mobil seseorang biasanya akan menghindar menyetir mobil kembali.

Ketiga, gejala tegang  atau waspada muncul dalam bentuk mudah terpancing, merasa tegang, sulit tidur atau marah meledak-ledak. Gejala ini muncul secara konstan dan membuat seseorang merasa tertekan dan marah.

“Sehingga mereka akan sulit menyelesaikan tugas atau fungsi sehari-hari seperti sulit tidur, gangguan pola makan dan sulit berkonsentrasi,” paparnya.

Keempat, gejala kognisi dan suasana perasaan meliputi kesulitan memahami kejadian traumatis, pikiran negatif pada diri sendiri dan lingkungan, perasaan mengganggu sepeti rasa bersalah atau disalahkan, hilangnya minat pada aktivitas menyenangkan. Gejala ini dapat muncul atau bahkan memburuk setelah terjadinya kejadian traumatis dan menyebabkan seseorang merasa terasingkan dari teman ataupun keluarga.

Kemudian juga perlu diwaspadai, pada anak dan remaja yang mengalami kejadian trauma, beberapa gejala yang muncul kadang berbeda dengan orang dewasa. Pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun kadang menunjukkan gejala sepeti mengompol di malam hari; lupa cara untuk bicara atau tidak bisa bicara (mutisme); histeris ketika menghadapi situasi menakutkan bahkan saat bermain; dan menjadi tergantung atau menempel terus pada orang tua atau orang dewasa. (*)

Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).