Cacing Pita di Daging Ular Cobra Jawa Bukti Saintifik & Risiko Penularan Sparganosis pada Manusia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tribun Jabar

Di masa pandemi COVID seperti sekarang ini, para ilmuwan terus berusaha melakukan eksplorasi riset dan salah satu aspek yang menjadi sorotan ilmuwan di seluaruh dunia adalah kejadian penyakit yang bersumber dari satwa liar. Telah terbukti bahwa beberapa penyakit infeksius (virus, bakteri, parasit, jamur) yang bisa menular ke manusia (zoonosis) berasal dari satwa liar yang kontak dengan manusia, namun hal yang menarik adalah kasus penyakit parasitik pada satwa liar yang bersifat zoonosis. Kenapa yang menarik perhatian kami ada di penyakit parasitik? karena di Indonesia sendiri, data tentang kejadian penyakit parasitik pada satwa liar sangat minim sehingga kita tidak pernah mengetahui angka kejadian pastinya, padahal fakta di lapangan membuktikan bahwa kasus infeksi parasit seringkali terjadi pada satwa liar dan berpotansi menular pada manusia. Salah satu kasus penyakit parasitik yang ada di Indonesia namun sampai saat ini masih terabaikan adalah sparganosis

Beberapa daerah di Indonesia sendiri tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat kebiasaan masyarakat yang cenderung mengonsumsi daging dari satwa liar seperti ular, kadal, katak, tikus, kelelawar, biawak, dll. atau lebih fmiliar dengan sebutan kuliner ekstrim. Manusia dapat tertular penyakit sparganosis ini apabila memakan daging yang terdapat plerocercoid yang merupakan stadium infektif cacing pita Spirometra. Plerocercoid inilah yang secara umum disebut dengan istilah “spargana”. Beberapa penelitian di luar dan dalam negeri sendiri pernah melaporkan bahwa cacing Spirometra tersebut banyak ditemukan pada bagian daging maupun jerohan hewan yang dijadikan sebagai bahan utama kuliner ekstrim. Sajian kuliner yang berbahan baku daging atau jerohan satwa liar tersebut pada umumnya diminati masyarakat dan dikonsumsi dalam kondisi mentah dan setengah matang. Fenomena tersebut tentunya sangat berbahaya karena meningkatkan risiko tertular sparganosis mengingat stadium infektif cacing pita Spirometra dapat bertahan hidup dalam daging apabila tidak dilakukan pengolahan atau memasak dalam suhu yang optimal.    

Sebagai tambahan informasi, beberapa satwa liar yang dijadikan bahan utama kuliner oleh masyarakat tersebut mayoritas berasal dari tangkapan liar dari habitat aslinya, dan biasanya mendapatkan suplai dari para pengepul atau pemburu lokal. Hal ini tentunya sangat berdampak negatif karena tidak hanya merusak keseimbangan ekosistem tapi juga meningkatkan risiko penularan sparganosis pada manusia. Berangkat dari fenomena tersebut, maka kami melakukan riset yang berfokus pada daging satwa liar yang paling sering dimanfaatkan sebagai kulner ektrim yaitu ular cobra jawa. Pemanfaatan daging ular cobra jawa sebagai kuliner banyak ditemukan di desa maupun kota besar, karena masyarakat masih percaya bahwa ada khasiat medis yang didapatakan setelah mengonsumsi ular cobra tersebut. Padahal bukan khasiat yang didapat melainkan penyakit. Untuk itulah riset ini kami lakukan agar terbukti secara ilmiah dan bisa digunakan sebagai bahan edukasi terhadap masyarakat yang masih gemar menikmati kuliner ekstrim dari daging ular cobra tersebut. Riset yang kami lakukan untuk mengetahui angka kejadian sparganosis di ular cobra jawa ini juga merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia.

Riset yang kami lakukan bertujuan untuk menginvestigasi adanya infeksi cacing pita Spirometra pada daging ular spesies Naja sputatrix atau secara umum lebih dikenal dengan sebutan ular cobra jawa. Sampel ular yang digunakan dalam penelitian adalah sejumlah 37 ekor yang didapatkan dari pengepul di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Ular yang dikoleksi dari pengepul tersebut seluruhnya merupakan hasil tangkapan liar yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku konsumsi. Ular cobra jawa yang dikoleksi mempunyai usia yang beragam yang kemudian dikategorikan dalam fase remaja (juvenile) dan fase dewasa (adult). Untuk bisa mendeteksi adanya infeksi cacing pita Spirometra, kami melakukan prosedur euthanasi sesuai dengan ethical clearance dan kemudian dilanjut dengan metode nekropsi. Infeksi cacing pita Spirometra tidak hanya diperiksa pada bagian daging, namun pada bagian kulit dan jerohan juga diperiksa satu per satu secara detail. Identifikasi cacing pita Spirometra dilakukan dengan metode pewarnaan Carmine dan pemeriksaan morfologi cacing di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x-100x.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian kami, maka sudah semestinya masyarakat mulai peduli dan sadar terhadap bahaya yang mengancam kesehatan mereka akibat dari mengonsumsi daging maupun bagian lain dari hewan-hewan tangkapan liar khususnya ular cobra jawa yang notabene sering dimanfaatkan untuk tujuan kuliner. Meskipun ini masih merupakan data awal dan laporan pertama di Indonesia, namun kami berasumsi bahwa infeksi sparganosis ini juga terjadi pada ular cobra spesies lain yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mengingat mayoritas ular jenis cobra tersebut diperoleh dari hasil tangkapan liar. Bahkan pemanfaatan ular cobra ini tidak hanya terbatas pada aspek kuliner, tetapi juga dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan eksotik sekalipun cobra termasuk dalam kategori ular berbisa tinggi yang mematikan. Oleh karena itu berbagai pihak yang berkepentingan dan peduli terhadap fenomena ini sudah harus mulai menyusun strategi dalam rangka pemetaan dan pengendalian penyakit agar tidak sampai terjadi wabah, sekalipun secara global sparganosis ini masih tergolong dalam “neglected disease” atau penyakit yang terabaikan.

Sebagai penutup, kami juga memberikan saran agar kita mampu bersinergi dalam menanggulangi penyakit zoonosis. Hal tersebut tentunya harus didukung dengan edukasi berkesinambungan kepada masyarakat terutama yang masih mempunyai kebiasaan buruk mengonsumsi satwa liar. Jangan sampai kita terlena dengan status penyakit yang terabaikan sehingga menjadikan kita benar-benar abai atau tidak peduli. Justru sebaliknya, seharusnya hasil riset ini menjadikan kita semakin waspada dan siap dalam melakukan tindakan pencegahan penyakit sparganosis. 

Penulis: Aditya Yudhana, drh., M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://www.ijphrd.com/issues.html
Aditya Yudhana, Ratih Novita Praja, Dhandy Koesoemo Wardhana, Maya Nurwartanti Yunita, Faisal Fikri, Eunike Melanda Fransiska, and Wardah Afifah Ismail. (2020). Public Health Relevance of Sparganosis in Javan Spitting Cobra Snakes (Naja sputatrix): A Neglected Zoonotic Disease in Indonesia. Indian Journal of Public Health Research and Development, 11(3): 2258-2262.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).