Kesejahteraan dan Pemberdayaan Petani Lokal di Wilayah Agropolitan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh TehHijau com

Modernisasi yang dikembangkan di sebuah kawasan seyogianya tidak melahrkan proses marginalisasi, tetapi justru harus ramah dan memberi kesempatan kepada sumber daya lokal untuk memberdayakan kehidupan sosialnya. Sebuah kawasan yang ditetapkan sebagai sentra pengembangan produk pertanian yang berkelanjutan seperti kawasan agropolitan Bromo-Tengger-Semeru, selain untuk memastikan agar pembangunan yang berlangsung tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, yang tak kalah penting ujung dari pengembangan kawasan itu adalah untuk menjamin peningkatan kesejahteraan massyarakat lokal, terutama para petani lokal yang terlibat dalam usaha budidaya di sektor pertanian.

Dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan Bromo-Tengger-Semeru dan kawasan agropolitan yang lain, posisi petani lokal harus ditempatkan sebagai subjek atau pusat kepentingan yang harus menjadi pertimbangan utama ke mana arah pengembangan kawasan itu akan digulirkan. Agropolitan secara konseptual adalah gerakan dan upaya pengembangan kawasan yang bertumpu pada sektor pertanian dalam rangka memacu dan memicu perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat lokal dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Berbeda dengan pengembangan sektor pertanian yang biasa, sebuah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, di sana petani lokal tidak hanya didorong untuk meningkatkan kapasitas dan volume produksinya, tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana memastikan petani lokal memperoleh keuntungan yang proporsional atas produk yang mereka hasilkan. Dari hasil kajian yang telah mewawancarai 400 petani lokal di Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur, berikut beberapa program yang disarankan.

Pertama, mengingat para petani lokal masih belum memiliki posisi tawar yang kuat dan acapkali dirugikan dalam pembagian margin keuntungan dalam perdagangan komoditas pertanian, maka ke depan salah satu agenda penting yang perlu menjadi perhatian utama pemerintah daerah adalah bagaimana memperbaiki pembagian margin keuntungan yang lebih berpihak kepada petani lokal. Perbaikan pembagian margin keuntungan di sini bisa dimulai dengan cara mendorong terbentuknya kelembagaan petani yang pro kepentingan petani, sekaligus juga mekanisme perlindungan agar petani tidak menjadi korban subordinasi pedagang perantara, tengkulak atau pengijon. Kebutuhan petani akan modal yang selama ini dipenuhi pedagang perantara, rentenir dan pengijon kerapkali menempatkan petani pada posisi ketergantungan yang mempengaruhi kemandirian petani dalam bargaining harga jual komoditas yang mereka hasilkan. Dengan membantu petani agar tidak menjadi korban tekanan pedagang perantara, rentenir dan pengijon yang diharapkan adalah meningkatkan posisi bargaining dan meningkatnya pembagian margin keuntungan yang lebih berpihak kepada petani lokal secara proporsional.

Kedua, untuk membantu agar petani lokal tidak hanya memperoleh keuntungan dari harga jual komoditas pertanian mentahan, satu hal yang seyogianya dikembangkan adalah bagaimana mendorong petani lokal terlibat dalam pengolahan dan pemberian nilai tambah produk pertanian pasca panen. Melatih petani agar memiliki ketrampilan pengolahan komoditas pertanian pasca panen dan pemberian bantuan teknologi atau aset yang memungkinkan petani lokal dapat secara mandiri memberi nilai tambah pada komoditi yang mereka hasilkan, sedikit-banyak akan membuat petani kebih berpeluang menikmati keuntungan lebih.

Ketiga, mengingat keterbatasan modal dan keterbatasan akses pada pasar kerapkali membuat petani lokal tidak berdaya, maka ke depan yang dibutuhkan bukan hanya bantuan permodalan berbunga murah atau bersubsidi, tetapi juga bantuan daam bentuk pembukaan wawasan/informasi tentang pasar yang relevan. Program yang dikembangkan Presiden Jokowi tentang “Petani Digital” bisa menjadi salah satu upaya yang dikembangkan untuk membantu petani agar tidak gaptek dan mampu memiliki kemampuan literasi digital yang bermanfaat sebagai modal membangun kekuatan tawar. Di era perkembangan masyarakat digital, pemanfaatan teknologi informasi atau gawai tidak lagi dapat dihindarkan, sebab melalui pendayagunaan teknologi informasilah peluang petani lokal untuk menembus pasar menjadi lebih terbuka.

Keempat, untuk mencegah agar proses pewarisan lahan petani tidak melahirkan shared poverty, yang dibutuhkan tak pelak adalah program reformasi agraria yang memberi kesempatan petani memiliki lahan secara sah –yang dapat dimanfaatkan untuk tempat berusaha. Di kawasan agropolitan Bromo-Tengger-Semeru, seperti kita ketahui sebagian besar petani umumnya hanya memiliki lahan yang sempit, dan diperoleh dari hasil warisan. Ketika lahan itu terus harus dibagi kepada anak-anaknya, maka resiko yang mungkin timbul adalah luas kepemilikan lahan makin hari menjadi makin sempit. Untuk mencegah agar petani lokal tidak makin terpuruk dan hanya menjadi petani gurem, maka pelaksanaan program reformasi agraria sebagaimana dijanjikan pemerintah benar-benar ditunggu para petani.

Penulis: Bagong Suyanto, Subagyo Adam & Septi Ariadi
FISIP Universitas Airlangga

Artikel lengkap bisa diakses pada: Bagong Suyanto, Subagyo Adam & Septi Ariadi. Welfare and bargaiing power of farmers in Bromo-Tengger-Semeru, Agropolitan Area, east Jav. Opcion 21(2019) 2899-2921. https://produccioncientificaluz.org/index.php/opcion/article/view/30902

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).