Mengenal Faktor Risiko Persalinan Prematur Spontan Non Komplikasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Republika.co.id

Indonesia berada diurutan ke 5 terbesar dari 184 negara pada tahun 2010 yang memiliki angka prematur tinggi, dimana angka kejadian prematur di Indonesia dapat dicerminkan melalui angka kejadian BBLR secara kasar, yaitu pada tahun 2013 (10,2%) dan tahun 2015 (13,03%), sedangkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKB di Indonesia sebesar 22,23/1.000 KH. Indonesia sudah melakukan berbagai upaya pencegahan risiko gangguan kesehatan pada ibu hamil, bersalin dan nifas, dengan melakukan deteksi dini dan monitoring penyebab kematian bayi, mulai dari pemeriksaan fisik sampai dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat dan terarah agar dapat dilakukan intervensi lebih awal, salah satunya yaitu dengan mengetahui faktor risiko terjadinya persalinan prematur. 

Persalinan prematur dipengaruhi oleh banyak faktor menurut beberapa teori, sehingga riset ini sangat dibutuhkan untuk memisahkan faktor risiko mana saja yang langsung berhubungan dengan persalinan prematur, harapannya agar dapat berperan dalam membantu menurunkan AKB dengan menghilangkan atau mengurangi faktor risiko serta menunda terjadinya persalinan prematur dengan pemberian tokolitik, kortikosteroid untuk pematangan paru janin, dan antibiotik profilaksis. 

Dengan menggunakan analisis inferensial yaitu simple logistic regression dan multiple logistic regression yang di lakukan di 8 Rumah sakit di Jawa Timur dengan 276 responden (129 ibu prematur spontan dan 147 ibu persalinan aterm), dengan sebaran RSI Jemur sari (43.1%), RS Soewandhi (9.4%), RS Airlangga (9.1%), RS Gresik (4.3%), RS Sidoarjo (9.8%), RS Jombang (4.3%), RS Madiun (3.6%), dan RS Ngawi (16.3%). Didapatkan hasil analisis dari 28 faktor risiko hanya terdapat 8 faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya persalinan prematur yaitu jumlah paritas (OR 5.10, CI95%: 2.12-12.2), jarak kehamilan (OR 0.43, CI95%: 0.19-0.95), kerja berat (OR 3.98, CI95%: 1.53-10.31), jumlah kunjungan ANC (OR 5.45, CI95%: 1.24-23.86), jenis kelamin anak sebelumnya (OR 2.08, CI95%: 1.01-4.26), IMT (OR 0.20, CI95%: 0.10-0.43), LILA (OR 4.96, CI95%: 1.60-15.32) dan status BV (OR 20.15, CI95%: 1.90-21.88). 

Jumlah paritas merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya prematur dan dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan, sedang jarak kehamilan dengan interval pendek antara kehamilan berikutnya (<6 bulan) telah menjadi faktor risiko dua kali lipat risiko kelahiran sangat prematur pada kehamilan berikutnya. Begitupula kerja berat, ibu yang bekerja selama kehamilan lebih berisiko untuk kelahiran prematur dibandingkan mereka yang tidak bekerja, hal ini karena beban kerja ibu dapat dipengaruhi oleh tingkat stres, depresi, dan kecemasan ibu yang ditimbulkan oleh pekerjaan ibu sehingga memiliki potensial terjadinya persalinan prematur. Adapun jumlah kunjungan ANC minimal 4 kali dengan tahap kunjungan trimester I, satu kali kunjungan dan trimester II satu kali kunjungan, dan trimester III, dua kali kunjungan. 

Jenis kelamin anak memiliki hubungan positif yang signifikan dengan persalinan sebelumnya yang berjenis kelamin laki-laki, hal ini karena plasenta atau sel tropoblast corion dari kehamilan dengan jenis kelamin laki-laki menghasilkan TNFa yang lebih pro- inflamasi sebagai respons terhadap stimulasi LPS dan anti-inflamasi IL-10 dan granulocyte colony stimulating factor (GCSF) yang kurang, dari pada sel dari kehamilan dengan jenis kelamin perempuan yang lebih banyak prostaglandin synthase (PTGS2) dan prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang kurang. Sedangkan IMT, risiko kelahiran prematur terjadi jika IMT <18,5 Kg/m2 dan >35 Kg/m2 juga meningkatkan risiko kelahiran prematur. Begitu pula LILA, risiko kelahiran prematur lebih tinggi pada ibu yang memiliki LILA ≤250 mm dan menunjukkan gizi kurang. Adapun BV dapat meningkatkan risiko prematur 7 kali lipat terutama jika dijumpai pada usia kehamilan <16 minggu. 

Hasil riset ini dapat membantu mengetahui faktor risiko ibu untuk mengalami persalinan prematur spontan, sehingga pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi dini baik perawatan maupun pencegahan untuk mengurangi persalinan prematur tidak terjadi dan tidak berulang. 

Penulis: Budi Santoso, Sriyana Herman 

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: httpwww.jidmr.comjournalwp-contentuploads20200467.M19_905_Budi_Santoso _Indonesia28.pdf Sriyana Herman, Budi Santoso, Hermanto Tri Joewono, Agus Sulistyono, Hari Basuki, Muhammad Miftahussurur (2020), Risk Factors as an Indicator of Non-Complications Spontaneous Preterm Birth: a Study in Eight Hospitals. Journal of International Dental and Medical Research. 13(1):395-399. http://www.jidmr.com. ISSN 1309-100X 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).