Korelasi Komorbid PPOK, Diabetes Mellitus, dan Skor PORT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tokopedia

Epidemiologi community-acquired pneumonia (CAP) tidak jelas karena sedikit data statistik berbasis populasi yang tersedia. Center for Disease Center (CDC) menggabungkan pneumonia dengan influenza saat mengumpulkan data morbiditas dan mortalitas. Secara keseluruhan insidensi tahunan CAP berkisar antara 2-12 kasus per 1000 orang, dimana insidensi tertinggi pada bayi dan usia lanjut. Sekitar 10-20% dari pasien yang dirawat dengan CAP membutuhkan perawatan di unit perawatan intensif (ICU), di mana 20-50% akhirnya meninggal dunia.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makassar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut: Klebsiella pneumoniae 45,18%, Streptococcus pneumoniae 14,04%, Streptococcus viridans 9,21%, Staphylococcus aureus 9%, Pseudomonas aeruginosa 8,56%, Streptococcus beta hemoliticus 7,89%, Enterobacter spp. 5,26%, Pseudomonas spp. 0,9%.

Klebsiella pneumoniae merupakan basil gram negatif yang sering terlibat dalam infeksi berat di masyarakat/komuniti dan infeksi nosokomial. Kuman tersebut telah terbukti menjadi faktor risiko independen untuk kematian pada CAP yang berat. Distribusinya sebagai patogen CAP tidak merata di seluruh dunia dengan kejadian tertinggi di negara-negara berkembang dan di Asia.

Studi prospektif multisenter yang dilakukan baru-baru ini di beberapa negara Asia menunjukkan K. pneumoniae menyumbang 15,4% dari patogen yang bertanggung jawab pada CAP yang dirawat di rumah sakit, setelah S. pneumoniae. Lebih lanjut, muncul resistensi di kalangan basil gram negatif seperti extended-spectrum b-laktamase (ESBL) semakin diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara maju dan berkembang.

Dalam sebagian besar penelitian yang diterbitkan, etiologi CAP belum diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk kematian. Meskipun etiologi CAP spesifik, seperti K. pneumoniae, sering diduga berkaitan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi, etiologi ini belum terbukti merupakan faktor prognostik untuk kematian.

Penelitian ini adalah penelitian observasi analitik dengan design kohort retrospektif dengan sample penderita CAP dengan hasil kultur dahak K. pneumoniae yang dirawat dari 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2012 di ruang paru laki dan wanita RSUD Dr. Soetomo. Karakteristik subyek penelitian yang dicatat meliputi usia, jenis kelamin, status merokok, Hb, albumin, komorbid PPOK, komorbid DM, komorbid KV, skor PORT, lama pemberian antibiotik saat masuk rumah sakit, adanya resistensi antibiotik, adanya strain ESBL yang dihubungkan dengan LOS, indikasi masuk ICU, dan mortalitas. Pada akhir penelitian didapatkan 77 pasien CAP dengan hasil kultur dahak K. pneumoniae, namun hanya 41 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komorbid PPOK, diabetes mellitus, dan skor PORT terhadap indikasi rawat di ICU. Komorbid PPOK merupakan faktor independen paling dominan terhadap indikasi rawat di ICU. Albumin dan kuman ESBL merupakan faktor independen yang sama dominan terhadap mortalitas.

Penulis: Dr. Laksmi Wulandari, dr., Sp.P(K), FCCP

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Handriyani, Wulandari L. Correlation between Clinical Prognostic Factors and CAP Patients’ Output due to Klebsiella Pneumoniae. International Journal of Psychosocial Rehabilitation 2020;24(2):4122-4131. https://doi.org/10.37200/IJPR/V24I2/PR200734

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).