Tipe Kepribadian dan Dukungan Keluarga Mempengaruhi Subjective Well-Being Penderita Diabetes Mellitus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh sainskompas.com

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin sebagai pengatur kadar gula darah dalam darah sehingga kadar gula meningkat dan menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah. Saat ini penyakit DM merupakan masalah kesehatan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat di dunia karena pola kejadiannya mengalami peningkatan. Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2017 diketahui 425 juta orang di dunia terdiagnosa penyakit DM dan diperkirakan meningkat sebesar 48% menjadi 629 juta orang pada tahun 2045. Sementara Indonesia menduduki peringkat keenam dengan jumlah penderita DM sebanyak 10,3 juta orang dan Surabaya masuk dalam urutan ke-10 jumlah penyakit terbanyak sepanjang tahun 2017 di lansir oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Individu yang terdiagnosa penyakit Diabetes mellitus (DM) akan mengalami perubahan fungsional dalam tubuh. Hal tersebut dapat menimbulkan emosi negatif seperti stres, depresi dan putus asa yang tidak baik bagi kesehatan mentalnya dan dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Pandangan negatif penderita DM akan dirinya serta sejumlah permasalahan psikologis merupakan indikasi dari adanya subjective well-being yang rendah. Subjective well-being dipahami sebagai evaluasi secara subjektif mengenai keseluruhan kehidupan seseorang meliputi evaluasi afektif adanya emosi atau perasaan positif dan negatif serta kognitif berupa adanya kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. kepribadian memberikan pengaruh sebesar 50% dalam pembentukan subjective well-being. Kepribadian ekstraversi dan neurotisme memiliki hubungan terhadap subjective well-being seseorang. Kepribadian ekstraversi menunjukkan adanya antusiasme yang tinggi, suka berbicara dalam kelompok, dan menunjukkan perhatian pada diri sendiri, sedangkan kepribadian neurotisme menggambarkan ciri seseorang yang mengalami emosi yang cenderung tidak stabil dalam menghadapi stresnya. Sementara dukungan sosial dari lingkungan keluarga dan masyarakat dapat menumbuhkan subjective well-being

Secara umum, faktor- faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada seseorang sudah banyak diketahui dalam sebuah penelitian sebelumnya. Namun, faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada penderita DM di wilayah Surabaya masih belum diketahui, semua tergantung pada budaya, ekonomi dan kebiasaan masyarakat setempat. Dibutuhkan upaya untuk menumbuhkan penilaian positif terhadap kepuasan hidup penderita DM sehingga tercipta subjective well-being yang tinggi.

Melalui metode penelitian desktiptif korelasional dengan pendekatan cross sectional pada 102 penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Asemrowo, Kedungdoro, Tanah Kalikedinding, Klampis Ngasem, Jagir. Data untuk variabel kepribadian diukur menggunakan BFI (Big Five Inventory) kuesioner, kuesioner dukungan keluarga untuk mengukur dukungan keluarga dan kuesioner subjective well-being untuk mengukur tingkat subjective well-being. Analisa data dengan uji statistic correlation Spearman’s Rho with significance level < 0,05. 

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara tipe kepribadian dan dukungan keluarga dengan subjective well-being, dimana kepribadian ekstraversi dan  dukungan keluarga yang positif dapat meningkatkan subjective well-being. Tiga komponen dalam model tripartite subjective well-being dikaitkan pada orang yang puas dengan kehidupan, cenderung sering mengalami emosi positif, dan jarang mengalami emosi negatif. Individu yang memiliki subjective well-being rendah akan merasa tidak puas dengan kehidupannya dan menyimpulkan bahwa mereka hidupnya tidak berjalan dengan baik. Individu tersebut akan mengalami sedikit kegembiraan dan lebih sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan sehingga berpengaruh pada nilai psikis dan tingkah lakunya. Rata-rata bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah bentuk dukungan emosional. Individu yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi akan menjadi individu yang lebih optimis dalam menghadapi masalah kesehatannya dan lebih positif dalam memaknai kehidupan yang dijalaninya.

Dua tipe kepribadian yang ditemukan paling berhubungan dengan subjective well-being adalah extraversion dan neuroticism. Dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kepribadian ekstraversi dengan subjective well-being tinggi. Keterbukaan penderita DM tersebut dengan dunia luar menjadikan kondisi psikisnya menjadi lebih baik karena adanya dukungan dan bantuan dari luar. Hal itu dapat menimbulkan rasa semangat dalam menjalani hidup dan tingkat keoptimisan yang tinggi untuk bisa sembuh dari sakitnya. Dukungan keluarga dan kepribadian memiliki hubungan satu arah dengan subjective well-being pada penderita DM di wilayah puskesmas di Surabaya. Tingginya nilai dukungan keluarga dan semakin positifnya kepribadian yang dimiliki oleh responden, maka diikuti dengan meningkatnya nilai subjective well-being. 

Penulis: Ika Nur Pratiwi

Link jurna terkait tulisan di atasl: https://www.psychosocial.com/article/PR270910/19287/ 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).