Efektivitas dan Keamanan Obat Silodosin untuk Pasien dengan Pembesaran Prostat Jinak yang Mengalami Gejala Gangguan Saluran Kemih Bawah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi gangguan saluran kemih bawah. (Sumber: BBC)

Pembesaran prostat jinak atau BPH (Benign Prostate Hyperplasia) merupakan kondisi dimana kelenjar prostat membesar secara jinak yang dapat diikuti gejala LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) atau gejala gangguan saluran kemih bawah. Salah satu obat yang di rekomendasikan untuk mengatasi gejala saluran kemih bawah akibat BPH adalah silodosin.

Sediaan obat silodosin yang tersedia di Indonesia adalah tablet silodosin 4 mg. Anjuran pakai untuk pria dengan BPH-LUTS adalah 4 mg dua kali sehari. Namun, dosis 8 mg sekali sehari telah dikembangkan untuk meningkatkan kenyamanan konsumsi dan memberikan efek yang lebih optimal selama 24 jam.

Pertanyaannya adalah bagaimana efektivitas dan keamanan dari obat silodosin 8 mg yang diminum satu kali sehari?

Penelitian ini berfokus pada mencari perbedaan efektivitas dan efek samping antara silodosin 8 mg satu kali sehari dengan silodosin 4 mg dua kali sehari pada pasien dengan BPH-LUTS.

Pembesaran prostat jinak atau BPH merupakan penyakit terbanyak kedua di bidang urologi setelah batu saluran kemih di Indonesia. Berdasarkan data penelitian di negara Amerika Serikat,  sekitar 70%  pria di atas 60 tahun mengalami penyakit BPH dan meningkat menjadi 90% pada pria diatas 80 tahun. Angka kejadian pasti di negara Indonesia masih belum dapat ditentukan. Terdapat banyak jenis terapi untuk penyakit BPH dan penggunaannya bergantung pada gejala, kondisi umum dan tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh BPH.

Obat yang digunakan untuk mengatasi gejala LUTS yang diakibatkan oleh BPH salah satunya adalah golongan α-1 blocker, dimana silodosin merupakan contoh obatnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa silodosin dapat mengatasi gejala saluran kemih bawah atau LUTS yang diakibatkan pembesaran prostat jinak dengan baik. Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan ejakulasi (20-30% pasien) dan juga sebagian kecil pasien mengalami hipotensi postural, gejala flu, diare dan pusing. Namun, kami berasumsi bahwa gangguan ejakulasi bukanlah masalah yang serius pada sebagian orang tua dengan BPH-LUTS di Indonesia.

Silodosin tersedia dalam bentuk tablet 4 mg di Indonesia. Dosis dan cara pemakaian yang dianjurkan adalah tablet 4 mg yang diminum sebanyak dua kali sehari. Kami berargumentasi bahwa dengan menurunkan frekuensi minum obat dalam sehari menjadi satu kali saja dapat meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan minum obat pada pasien. Oleh karena itu, kemungkinan dosis obat harus dinaikkan menjadi 8 mg untuk mendapatkan efektivitas yang sama dengan pemberian 4 mg dua kali sehari. Apalagi dengan jumlah dosis yang sama dalam sehari, hal ini memungkinkan untuk tidak menambah frekuensi terjadinya efek samping.

Dalam penelitian ini kami melakukan uji coba dimana sampel penelitian dipilih secara acak pada 64 pasien pria dengan gejala LUTS yang terkait dengan BPH. Kami mengevaluasi efektivitas dan efek samping masing-masing dosis obat silodosin selama 4 dan 12 minggu. Semua pasien diacak menjadi dua kelompok. 32 pasien diberikan 2 tablet silodosin 4 mg (kelompok I). 32 pasien lainnya diberikan 1 tablet silodosin 4 mg pagi dan malam (kelompok II).

Kami mengukur efektivitas obat berdasarkan skor IPSS (International Prostate Symptom Score) dimana skor tersebut menghitung seberapa besar gejala LUTS. Selain itu kami mengukur kecepatan aliran urin maksimal yang dibandingkan dari sebelum dan sesudah (4 dan 12 minggu) pemberian silodosin. Kami juga menilai profil keamanan obat tersebut dengan mengukur tekanan darah dan menilai adanya gangguan ejakulasi.

Hasil Analisis menunjukkan bahwa silodosin 8 mg satu kali sehari dan silodosin 4 mg dua kali sehari dapat menurunkan skor IPSS dan meningkatkan kecepatan aliran urin maksimal dengan baik pada pasien dengan BPH-LUTS. Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari skor IPSS dan nilai kecepatan aliran urin maksimal pada dua kelompok tersebut. Begitu juga dengan efek samping, silodosin 8 mg satu kali sehari dan silodosin 4 mg dua kali sehari memiliki efek samping gangguan ejakulasi pada 9 pasien (15%) dan masing-masing 1 pasien menderita hipotensi postural, hidung tersumbat, mulut kering dan diare (1,7%). Namun efek samping dari kedua kelompok tersebut tidak berbeda secara signifikan.

Dapat disimpulkan bahwa pemberian silodosin 8 mg yang dikonsumsi satu kali memiliki efektivitas dan profil keamanan yang sama dengan silodosin 4 mg yang dikonsumsi dua kali sehari untuk mengatasi gejala saluran kemih bawah atau LUTS karena BPH. Diharapkan dengan mengkonsumsi hanya satu kali sehari dapat meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan minum obat pada pasien. (*)

Penulis: Lukman Hakim

Informasi lengkap tulisan ini dapat diakses pada laman berikut ini:

http://juri.urologi.or.id/juri/article/view/552/345

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).