Gangguan Pendengaran pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Gangguan pendengaran pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. (Sumber: Guesehat)

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal, ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Gambaran laboratorium yang terlihat jelas pada penyakit ini adalah kenaikan ureum darah mencapai lebih dari 200 mg/dl. Kondisi ini umumnya disebut Uremia. Uremia merupakan kondisi yang berbahaya bagi tubuh. Tingginya kadar ureum dalam darah, menyebabkan gangguan fungsi di hampir semua sistem organ, seperti; gangguan cairan dan elektrolit, metabolisme tubuh, hormonal, neuromuskular, kulit, pencernaan, gangguan darah, gangguan daya tahan tubuh, kardiovaskular dan paru.

Terapi yang tepat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. Hemodialisis adalah salah satu terapi yang dapat kita lakukan. Hemodialisis bertujuan untuk mengurangi gejala uremia, sehingga gambaran klinis pasien juga dapat membaik. Namun, ternyata hemodialisis dikabarkan memiliki efek samping pada sistem pendengaran pasien. Menurut suatu studi, penderita dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani tiga kali sesi hemodialisis, dapat menyebabkan kejadian gangguan pendengaran tipe sensorineural dengan signifikan. Oleh karenanya, artikel popular kali ini akan membahas mengenai kejadian gangguan pendengaran tipe sensorineural pada orang yang mengalami penyakit ginjal kronis dan menjalani hemodialisis.

Gangguan pendengaran karena pengaruh hemodialisis masih menjadi kontroversi. Patofisiologi dari kejadian tersebut masih diperdebatkan, namun terdapat faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya. Sebelum membahas lebih jauh, koklea dan ginjal manusia memiliki kemiripan, diantaranya adalah struktur, fungsi, antigen serta efek farmakologisnya. Selain itu, perkembangan koklea dan ginjal juga dipengaruhi oleh gen yang sama. Faktor resiko dari penyakit ginjal kronis dan gangguan pendengaran secara umum juga sama yaitu usia, hipertensi, dan diabetes mellitus. Dengan adanya beberapa kemiripan tersebut, muncul dugaan bahwa diantara keduanya terdapat keterkaitan yang erat.

Suatu studi terkait hal tersebut dilakukan oleh dr. Sabrina Izzattisselim, bersama dengan Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp. THT-KL (K), FICS terhadap 20 pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialysis di Rumah sakit Universitas Airlangga. Disebutkan bahwa dari 20 pasien terdapat 13 pasien yang  mengalami gangguan pendengaran sensorineural dengan rata-rata usia 56 tahun. Hal ini dikuatkan oleh penelitian dari Saeed et al (2018) yang menyatakan usia pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami gangguan pendengaran adalah usia 50-60 tahun.

Pada hasil penelitian yang sama ditemukan bahwa pasien yang mengalami gangguan pendengaran memiliki penyakit lain. Penyakit sistemik lain yang terbanyak adalah gabungan dari Hipertensi dan DM tipe 2 yaitu 9 orang. Dalam sebuah penelitian di Brasil yang dilakukan oleh Lopez et al (2014) menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian gangguan pendengaran pada pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisis. Hipertensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan struktur arteriol di seluruh tubuh sedangkan Diabetes Melitus menyebabkan mikroangiopati di koklea, menyebabkam atrofi dan pengurangan sel-sel rambut.

Dari delapan pasien PGK yang yang menggunakan obat diuretik dalam hal ini adalah Furosemide, tujuh diantaranya mengalami gangguan pendengaran. Dari penelitian Reddy (2016) menyebutkan Lima puluh persen gangguan pendengaran sensorineural dilaporkan pada pasien PGK yang menjalani hemodialis mengonsumsi furosemide jangka panjang. Furosemide akan menghambat transporter ion dalam loop Henle dari ginjal yang isoformnya juga ada dalam epitel stria vascular.

Durasi hemodialysis juga mempengaruhi terjadi gangguan pendengaran pada pasien PGK. Sebanyak 12 orang menjalani hemodialisis selama 2-6 bulan, tujuh diantaranya mengalami gangguan pendengaran dan 4 pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 6 bulan semuanya mengalami gangguan pendengaran. Dalam penelitian Saeed (2018), juga disebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara durasi hemodialisis lebih dari 12 bulan dan kejadian gangguan pendengaran. Durasi hemodialisis memang dikabarkan dapat mempengaruhi kejadian gangguan pendengaran pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis namun hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut.

Dari hasil penelitian itu perlu menjadi perhatian bersama bahwa resiko pasien PGK yang menjalani hemodialisis untuk mengalami gangguan pendengaran ini akan semakin parah dan tentunya dapat mengganggu kualitas hidup individu apabila terus diabaikan. Untuk itu disarankan pasien PGK yang sedang menjalani hemodialisis melakukan pemeriksaan telinga secara berkala agar dapat diagnosis lebih cepat dan ditangani dengan cepat pula.

Penulis : Nyilo Purnami

Artikel lengkap terkait riset tersebut dapat diakses melalui link berikut ini:

http://www.indianjotol.org/article.asp?issn=0971-7749;year=2020;volume=26;issue=1;spage=43;epage=46;aulast=Izzattisselim

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).