Obesitas Lebih Berisiko Terkena Stroke Iskemik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh sehatQ

Obesitas adalah kelainan yang terjadi akibat penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Menurut WHO, kelebihan berat badan adalah penyebab kematian terbesar kelima. Setidaknya 2,8 juta orang di seluruh dunia meninggal per tahun karena kelebihan gizi (WHO, 2011). Meningkatnya prevalesi obesitas berkaitan dengan penyakit pembuluh darah. Pengukuran obesitas dapat dilakukan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar perut. Obesitas dapat dibedakan menjadi obesitas sentral dan non sentral. Obesitas sentral dengan mengukur lingkar pinggang. Sedangkan obesitas non sentral dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT). 

Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa prevalensi peduduk Indonesia mengalami obesitas sebesar 1,4%. Jika seseorang mengalami obesitas pasti akan mengalami kelebihan lemak dalam tubuh, dan apabila terdapat lemak berlebih dalam tubuh menyebabkan darah akan lebih kental dan pembuluh darah akan menjadi keras, sehingga pembuluh darah akan lebih mudah pecah dan lebih mudah tersumbat sehingga obesitas merupakan faktor utama stroke”. 

Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab penyakit tidak menular (non comunicable disease) yang dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup (WHO, 2014). Obesitas terjadi karena beberapa faktor yaitu herediter, pola makan, aktivitas fisik dan gangguan hormonal. Mencegah obesitas dengan cara membatasi asupan makanan yang mengandung lemak dan karbohidrat, meningkatkan konsumsi sayur dan buah, melakukan aktivitas fisik secara teratur, 30 menit setiap hari selama satu minggu.

Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui status gizi dan persentase lemak dalam tubuh orang dewasa adalah dengan menggunakan pengukuran indeks masa tubuh (IMT), ketika indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2 disebut sebagai obesitas . Pengukuran indeks masa tubuh adalah indikator sederhana yang dapat digunakan menentukan risiko seseorang terkena penyakit kardiovaskular, tetapi IMT tidak dapat menilai distribusi lemak tubuh sehingga kurang sensitif jika digunakan untuk menilai risiko penyakit kardiovaskuler.

Menilai tingkat lemak perut dengan menggunakan teknik pengukuran pinggang untuk menunjukkan tingkat obesitas abdominal. Seseorang dinyatakan mengalami obesitas abdominal apabila pada waktu pengukuran lingkar pinggang didapatkan hasil ≥90 cm untuk laki-laki dan pada perempuan ≥80 cm.  Penilaian tingkat lemak dalam tubuh dengan menggunakan pengukuran lingkar pinggang adalah prediktor terbaik untuk menilai risiko penyakit degeneratif, seperti stroke.

Obesitas perut akan memicu proses aterosklerosis terkait dengan terjadinya hipertensi, diabetes mellitus, dan hiperlipidemia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang gemuk akan meningkatkan risiko terkena stroke iskemik. Setiap orang dengan peningkatan ukuran pinggang 10 cm memiliki risiko stroke sebesar 10%. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa orang gemuk akan memiliki risiko lebih tinggi mengalami stroke iskemik. Obesitas abdominal merupakan faktor risiko stroke, 85% dari kasus stroke iskemik merupakan dampak dari obesitas. Penentuan obesitas dengan pengukuran lingkar perut (obesitas abdominal) merupakan prediktor yang baik untuk menentukan terjadinya stroke iskemik. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), kejadian obesitas abdominal meningkat dari 18,8% pada 2007 dan menjadi 26,6%. Sehingga untuk mencegah terjadinya stroke iskemik dengan cara mengelola faktor risiko (obesitas) dengan gaya hidup sehat dan kelola stress.

Penulis: Dr. Santi Martini, Siti Rohmatul Laily
Judul artikel : Abdominal obesity as a risk factor of ischemic stroke incidence in Lamongan distric, Indonesia

Link artikel : https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2020010215033114_MJMHS_0087.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).