Faktor Meningkatnya Perdagangan Perempuan dan Anak di Jawa Timur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh GoRiau

Perdagangan perempuan dan anak (women and child trafficking) merupakan salah satu isu yang mencemaskan dan perlu segera untuk ditangani, baik di Provinsi Jawa Timur, nasional, maupun di dunia internasional. Dalam beberapa tahun terakhir di Propinsi Jawa Timur, telah banyak kasus perdagangan perempuan dan anak yang berhasil dibongkar aparat, tetapi yang memprihatinkan adalah munculnya kasus-kasus dan korban-korban baru. Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus perdagangan manusia terbanyak ketiga di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Kalimantan Barat.  Salah satu persoalan pelik yang dihadapi Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah makin meningkatnya kasus perdagangan perempuan dan anak, meskipun  telah melakukan berbagai upaya penanganan, tetapi persoalan tersebut tidak kunjung berkurang. Artikel ini merupakan bagian dari studi yang mengkaji tentang faktor-faktor yang menyebabkan makin terbukanya peluang terjadinya kasus women and child trafficking di Propinsi Jawa Timur modus terjadinya kasus women and child trafficking di Propinsi Jawa Timur.

Studi yang dilakukan di Jawa Timur ini, menemukan bahwa para korban trafficking, khususnya yang terseret ke dalam sektor eksploitasi seksual komersial karena terbujuk rayuan para calo dan pihak perantara  dan sebagian lain karena memang terpaksa. Sebagian besar perempuan dan anak yang terperdaya menjadi korban trafficking adalah karena factor tekanan kemiskinan dan kesulitan ekonomi, keterbatasan pendidikan dan ketrampilan, serta keterbatasan peluang kerja di daerah asal. Selain itu  masih kuatnya   nilai-nilai patriarkhis yang menempatkan perempuan dan anak  rentan untuk dilanggar haknya,  relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, masih tingginya kecenderungan perkawinan di usia muda, korban kekerasan, juga menjadi penyebab terjadi perdagangan perempuan.  Secara obyektif penyebab anak dan perempuan pergi dari rumah hingga menjadi korban trafficking dan terlibat di dunia pelacuran/prostitusi, sebenarnya bukan hanya faktor kemiskinan yang membelenggu, tetapi juga faktor-faktor lain seperti kurangnya perhatian orang tua, beberapa kepercayaan tradisional, kehidupan urban yang konsumtif, serta berbagai bentuk kekerasan Fenomena ini lebih banyak terjadi pada masyarakat kelas bawah, sehingga minimnya tingkat pendapatan di kalangan masyarakat miskin menjadi   faktor meningkatnya perdagangan manusia. 

Studi tentang perdagangan perempuan dan anak di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Timur menemukan bahwa perdagangan perempuan dan anak   dilakukan dengan modus yang makin   cangggih dan bervariasi, mulai dari bujuk-rayu dan penipuan, belenggu utang, dijadikan pacar, menggunakan ‘ilmu’ gendam, hingga cara-cara kekerasan. Modus tersebut dikembangkan sindikat, para calo, dan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan memperdagangkan perempuan dan anak.  

Selama ini, modus yang dikembangkan pelaku atau sindikat yang memperdagangkan perempuan dan anak-anak adalah dijadikan pekerja seksual komersial, tetapi makin lama makin beragam dan canggih. Modus umum yang dilakukan adalah dengan bujuk rayu dan tipu daya kepada korban dan keluarganya. Di berbagai desa di Propinsi Jawa Timur, ada calo yang berkeliling untuk mencari mangsa baru. Menurut salah seorang informan, calo-calo itu terkadang juga bekerja sama dengan oknum aparat desa setempat untuk memperkuat dan mengsahkan rencana dan tindakannya merayu perempuan dan anak di mata keluarga korban.

Dalam situasi di mana kesempatan kerja di desa makin terbatas dan tekanan ekonomi yang makin menjerat, maka bagi penduduk miskin di desa pilihannya tidak banyak. Situasi ini kemudian dimanfaatkan calo yang sudah berpengalaman dan mengetahui bagaimana menghadapi orang-orang yang kehidupannya serba kekurangan. Tawaran gaji besar, godaan gaya hidup kota besar yang serba gemerlap, dan sejumlah iming-iming yang menggiurkan, merupakan sesuatu yang sangat diharapkan bagi perempuan dan keluarga miskin di pedesaan. Kerja di luar negeri selama 2-3 tahun yang dijanjikan, dan bisa pulang dengan membawa uang puluhan juta dan bahkan ratusan juta rupiah menjadi daya tarik perempuan miskin, akibatnya mereka terperangkap dalam perdagangan perempuan. 

Studi ini menyimpulkan bahwa factor penyebab meningkatnya kasus trafficking perempuan dan anak di Jawa Timur, selain factor ekonomi juga factor social budaya seperti rendahnya pendidikan, masih kuatnya budaya patriarkhi, pernikahan di usia muda dan korban tindak kekerasan. Sementara modus nya pun makin variatif dan canggih, mulai rayuan, penipuan, sampai dengan menggunakan kekerasan. 

Untuk mengurangi makin meningkatnya korban women and child trafficking,  Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu melakukan langkah pencegahan dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang UU KDRT, UU Perlindungan anak, mencegah perkawinan di usia muda, melindungi dan menyelamatkan korban, selain memberikan bantuan hukum, juga memberi kepastian hukum bahwa korban trafficking tidak dipidana secara tidak semestinya, serta penindakan kepada pelaku dan aparat di daerah yang terlibat memfasilitasi terjadinya trafficking.*)

Penulis: Sutinah 

Informasi lebih lengkap tentang penelitian ini  dapat dilihat pada tulisan kami di: 

Sutinah Sutinah and Karen Mwende Kinuthia. Trafficking of Women and Children in East Java, Indonesia. Journal of International Women’s Studies/Journals and Campus Publications/Bridgewater State University. Volume 20, Issue 9 (2019) Gender Relations, Equality, and Inclusion in Indonesia: Contradictions, Complexity, and Diversity

https://vc.bridgew.edu/jiws/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).