Identifikasi Prevalensi Mutasi T790M pada Pasien Adenokarsinoma Paru

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Kanker paru adalah salah satu penyebab kematian akibat kanker yang paling umum di Amerika Serikat. Pada 2018, kejadian kasus kanker paru baru diperkirakan 234.030 orang (121.680 laki-laki dan 112.350 perempuan). Dan, kematian akibat kanker paru diperkirakan mencapai 154.050 orang (83.550 pria dan 70.500 wanita).

Kanker paru bukan sel kecil atau non-small-cell lung cancer (NSCLC) yang dianggap sebagai jenis yang paling umum, yaitu lebih dari 85% dari semua kasus kanker paru. Adenokarsinoma adalah jenis NSCLC yang paling umum dan dikaitkan dengan adanya mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada sekitar 14% -19% pasien di negara-negara Barat dan pada 40% -48% pasien di Asia.

Mutasi T790m pada Pasien Adenokarsinoma

Epidermal growth factor-tirosin kinase inhibitor (EGFR-TKI), termasuk gefitinib, erlotinib, dan afatinib, direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk pasien dengan mutasi EGFR positif. Meskipun pengobatan EGFR-TKI memiliki efektivitas yang baik, namun sebagian besar pasien pada akhirnya akan mengalami resistansi sekitar 1 tahun (8-14 bulan).

Mekanisme resistensi yang paling umum (sekitar 60%) adalah mutasi sekunder T790M. Akibatnya, pasien yang mengalami perburukan setelah menerima terapi TKI lini pertama perlu rebiopsi jaringan tumor untuk menentukan keberadaan mutasi T790M. Namun, rebiopsi tidak selalu dapat diaplikasikan pada semua pasien.

Plasma circulating tumor deoxyribonucleic acid (ctDNA) adalah metode alternatif untuk mendeteksi mutasi T790M. Dibandingkan dengan rebiopsi tumor konvensional, ctDNA memiliki beberapa keuntungan termasuk kurang invasif, lebih cepat, biaya lebih rendah, dan memiliki risiko komplikasi yang minimal untuk pasien. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi prevalensi mutasi T790M pada pasien adenokarsinoma paru yang mengalami perburukan penyakit setelah terapi tyrosine kinase inhibitor (TKI) menggunakan pemeriksaan ctDNA.

Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif berdasar catatan medis pasien adenokarsinoma paru di Klinik Rawat Jalan Onkologi Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia, rumah sakit rujukan tersier di Indonesia, dalam periode Januari 2017 hingga Juni 2018.

Selama masa studi, dari skrining pertama, ada total 50 pasien yang diuji ctDNA plasma mereka dan dicatat dalam rekam medis. Sebelas pasien dikeluarkan karena beberapa alasan sehingga tersisa 39 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam penelitian.

Genotip ctDNA adalah tes biomarker spesifik dan sensitif yang dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi EGFR. CtDNA dapat diekstraksi dari plasma dan digunakan untuk deteksi penanda molekuler spesifik tumor. Kesesuaian antara tes ctDNA plasma dan hasil rebiopsi tumor pada pasien NSCLC di Asia Pasifik ditemukan sebesar 78%, dengan sensitivitas 50% dan spesifisitas 97%. T790M terdeteksi pada 47% pasien NSCLC dengan resistensi EGFR-TKI yang diperoleh menggunakan tes ctDNA plasma dan dapat ditemukan baik sebelum atau setelah perburukan penyakit.

Menggunakan tes ctDNA plasma di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia, proporsi mutasi T790M pada pasien tersebut adalah 46,2%. Tidak ada perbedaan signifikan antara mutasi T790M-positif dan T790M-negatif dalam hal usia, jenis kelamin, riwayat merokok, dan jenis EGFR-TKI yang digunakan. Sebelum pengobatan EGFR-TKI lini pertama, mutasi umum EGFR terdapat pada ekson 19 dan ekson 21yang terdeteksi pada 87,2% pasien.

Penulis: Dr. Laksmi Wulandari, dr., Sp.P(K), FCCP

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Merinda V, Soegiarto G, Wulandari L. T790M mutations identified by circulating tumor DNA test in lung adenocarcinoma patients who progressed on first-line epidermal growth factor receptor-tyrosine kinase inhibitors. Lung India 2020;37:13-8. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6961098/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).