Inkorporasi Allograft pada Defek Tulang dengan Kondisi Perigraft yang Optimal

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh liputan6 com

Pencangkokan tulang dari pasien sendiri (autologous) tetap menjadi standar emas untuk mengobati defek pada tulang, tetapi ketersediaanya yang terbatas menjadikan allograft tulang lebih layak untuk tatalaksana defek berukuran besar. Masalah-masalah seperti penolakan cangkok dan tingkat penyatuan yang rendah muncul dari penggunaan allograft tulang karena itu adalah bahan yang tidak hidup. Kami melaporkan kasus defek tulang berukuran besar yang diimplantasikan dengan allograft.

Tidak hanya metoda ini menunjukkan penyatuan dari cangkok tetapi juga penggabungan cangkok lengkap yang memungkinkan untuk pemanjangan tulang pada tahap berikutnya di lokasi allograft. Sejauh pengetahuan kami, telah ada laporan pemanjangan autograft bebas-vaskularisasi tetapi bukan allograft masif yang tidak divaskularisasi seperti ini.

Seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun menderita fraktur femur distal sebelah kanan dan menjalani fiksasi internal di rumah sakit kabupaten. Setelah operasi, ia dirujuk ke rumah sakit kami setelah temuan intraoperatif menyarankan suatu lesi hemangioma. CT scan maupun MRI tidak dilakukan sebelum operasi. Spesimen biopsi diambil selama operasi fiksasi internal di rumah sakit kabupaten. Hasil histopatologi mengkonfirmasi temuan hemangioma. Pasien kemudian dijadwalkan untuk kuretase lesi dan cangkok tulang menggunakan alograft tulang kanselus beku-kering (freeze-dried cancellous allograft).

Enam bulan setelah kuretase dan cangkok tulang, kami mengamati dengan jelas dari rontgen polos bahwa lesi terus berkembang, dan cangkokan di resorpsi. Perluasan juga melibatkan fisis distal. Pasien kemudian dijadwalkan untuk kuretase lagi, tetapi kali ini semen tulang digunakan sebagai pengganti allograft tulang. Setelah enam bulan, pasien berusia sebelas tahun, tidak ditemukan tanda-tanda kekambuhan. Pasien direncanakan untuk rekonstruksi defek. Pertama, semen tulang diambil dari defek.

Setelah pengangkatan semen tulang, evaluasi intraoperatif tidak menemukan tanda-tanda lesi hemangioma berulang, tetapi ditemukan defek tulang berukuran kritis sebesar sepuluh sentimeter. Diputuskan untuk menggunakan allograft tulang beku-segar intercalary yang besar (massive intercalary fresh-frozen allograft). 

Pasien ditindak lanjuti untuk mengevaluasi tanda klinis dan radiologis dari kekambuhan, penolakan graft, kegagalan graft, infeksi, fraktur, atau nonunion. Tak satu pun dari tanda itu ditemukan pada pasien. Setelah dua tahun, evaluasi radiologis menunjukkan penyatuan dan penggabungan cangkokan tulang. Pemeriksaan klinis menemukan bahwa ada perbedaan panjang kaki dua sentimeter. Diputuskan untuk dilakukan pelepasan semua fiksasi internal dan terus melakukan pengamatan sampai pasien melewati periode pertumbuhan. Setelah tiga tahun pengamatan, pasien berusia enam belas tahun, perbedaan panjang kaki meningkat menjadi delapan sentimeter saat itu.

Prosedur pemanjangan tungkai diperlukan untuk mengembalikan panjang anggota tubuh yang pendek. Pemanjangan bertahap dengan menggunakan distraksi osteogenesis. Prosedur pemanjangan dilakukan di bawah pengawasan ketat sampai kedua tungkai mencapai panjang yang sama. Rata-rata, indeks fiksasi eksternal (EFI) adalah 21,25 hari / cm. Setelah satu tahun, panjang yang sama dengan penyatuan radiologis lengkap tercapai. Tidak ada tanda klinis maupun radiologis infeksi. Kami melakukan tindak lanjut dekat setiap enam bulan setelah operasi terakhir untuk memantau setiap terjadi perbedaan terlambat atau kelainan bentuk tambahan.

Selama ini allograft selalu dianggap sebagai benda mati yang sulit untuk terjadi suatu integrase atau penyatuan cangkokan. Proses inkoroporasi ini membutuhkan revaskularisasi, pembentukan tulang baru, dan penyatuan dengan inang. Proses inkorporasi ini terjadi pada daerah perbatasan inang dan cankokan melalui suatu proses creeping substitution. Allograft ini kemudian akan mengalami proses remodeling. Ini membuat allograft sepenuhnya tergantung pada jaringan di sekitarnya untuk revaskularisasi. Karena itu, kondisi lingkungan perigraft sangat penting.

Kekhawatiran lain pada penggunaan allograft adalah kejadian penolakan, infeksi, atau kegagalan penyatuan. Pada kasus ini, dengan protokol pemrosesan allograft yang ketat dan sesuai standar yang telah ditetapkan internasional, dan dengan prosedur operasi yang cermat dan hati-hati, serta pengamatan pascaoperasi yang menyeluruh, komplikasi yang dikhawatirkan tidak terjadi.

Sebagai kesimpulan, kondisi perigraft yang optimal yang meliputi lingkungan bebas infeksi, jaringan lunak yang dilakukan preservasi, fiksasi yang stabil, dan teknik operasi yang baik akan memfasilitasi inkorporasi cangkokan dengan tulang inang.

Oleh: Dr. Ferdiansyah Mahyudin, dr., Sp.OT(K)
Dep. Orthopaedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Judul Jurnal: Lengthening of Massive Intercalary Cortical Allograft after Successful Graft Incorporation in Skeletally Immature Bone with Critical-Sized Defect: A case Report with 6-year Follow-up 

Authors: Ferdiansyah Mahyudin, Kukuh Dwiputra Hernugrahanto, Jeffry Andrianus, Lukas Widhiyanto, Mouli Edward, Heri Suroto. Dipublikasikan di: Indian Journal of Orthopaedics
Link: https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-s2.0-85082186156&doi=10.1007%2fs43465-020-00087-6&partnerID=40&md5=e905fe50e7d7251c18dc88114c7f3adc

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).