Respons Atas Program Kredit Terbaru di Indonesia: Perspektif Informasi Asimetris

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) telah mampu berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian di Indonesia. Besaran kontribusi UMKM terhadap GDP (Gross Domestic Product) atau pendapatan nasional sebesar 57,12 persen atau sebesar 1504 triliun rupiah serta mampu menyerap 107 juta pekerja. Tentu hal tersebut saling berkaitan dengan sistem keuangan atau pembiayaan, khususnya pada negara berkembang yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sistem formal dan informal. Pembiayaan sektor formal berorientasi pada area urban yang lebih modern, namun untuk pembiayaan sektor informal lebih fleksibel.  

Akses UMKM pada negara berkembang memiliki batasan atau hambatan untuk mendapatkan pembiayaan kredit di sektor formal disebabkan terjadinya kekhawatiran akan sulitnya pembayaran kredit pada masa yang akan datang. Melihat permasalahan akan pembiayaan kredit di sektor formal, yang mana UMKM memiliki potensial untuk memberikan kontribusi yang cukup besar untuk perekonomian Indonesia, maka Lembaga finansial menciptakan Lembaga keuangan mikro. Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan pinjaman secara langsung ke individu peminjam serta menyediakan pinjaman hanya pada individu yang tergabung dalam suatu organisasi.

Perbankan di Indonesia yang telah berhasil menerapkan lembaga keuangan mikro pada suatu program subsidi di sektor pertanian. Salah satunya adalah bank BRI sehingga telah mampu memperbesar skala komersial perbankan. Di samping itu, terdapat pula Bank Desa yang termasuk jenis komersial bank, yang telah memberikan pembiayaan pada UMKM. Diperkuat terdapat aturan hukum pada Undang-Undang No.20 tahun 2008 tentang UMKM, yaitu pembiayaan, pemerintah menerapkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2007 dengan tingkat bunga 9 persen, ketika usaha mikro terus berkembang maka tingkat suku bunga efektif KUR meningkat menjadi 24 persen serta 16persen terdapat pada usaha retail KUR. Pendistribusian KUR berjumlah 100 triliun hingga 120 triliun dan termasuk kategori pinjaman pada tingkat makro dengan target melakukan penambahan modal pada para pengusaha atau peningkatan infrastruktur.

Pinjaman UMKM dapat dipengaruhi oleh informasi asimetri atau terjadinya ketidakseimbangan informasi antara peminjam dan pemberi pinjaman, yang disebabkan oleh peristiwa adverse selection dan moral hazard.  Hal tersebut ditunjang pada teori financial intermediation. Teori tersebut menyatakan jika peminjam tidak dapat dipegang kepercayaannya untuk prospek bisnis ke depan, maka investor sebagai pemberi pinjaman akan memberikan informasi yang mahal atau membatasi akses kepada pelaku peminjam, hal tersebut maka tidak ada adverse selection. Begitupun bagi perusahaan yang telah memberikan pinjaman, maka dapat melakukan monitoring atau pengawasan karakter pelaku yang telah dipinjaminya. Selanjutnya, penelitian ini menginvestigasi UMKM dan partisipasi Bank Desa terhadap partisipasinya mengimplementasikan KUR dengan terdapat kemungkinan terjadinya informasi asimetri.

Adverse selection terjadi ketika pihak bank memberikan kredit kepada peminjam sebelum transaksi selesai. Seharusnya yang dilakukan oleh pihak bank adalah menerima informasi yang lengkap tentang kondisi peminjam. Selanjutnya terdapat aspek teknis yang menghubungkan ketersediaan infrastruktur serta kemampuan bank untuk menjangkau prospek usaha pelaku peminjam. Terakhir untuk meminimalkan adverse selection pihak bank memperkuat informasi kondisi peminjam melalui Lembaga lain yang pernah melakukan transaksi dengan pelaku peminjam. Informasi asimetri yang kedua adalah moral hazard, yaitu terjadinya kecacatan moral setelah pelaku peminjam mendapatkan pinjaman dari Lembaga keuangan seharusnya yang dilakukan oleh pihak bank adalah memberlakukan jaminan (collateral) secara fisik untuk mengurangi moral hazard serta melakukan monitoring secara berkelanjutan.  

Penelitian ini dilakukan di 10 tempat di Provinsi Jawa Timur, yaitu Arek (Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya), Mataraman (Kota Kediri), Pantai Utara (Lamogan, Gresik), Madura (Bangkalan, Pamekasan), Pandalungan (Kota Probolinggo) dan Panaragan (Ponorogo). Adapun spesifikasi model menggunakan logit model atau juga disebut logistic cumulative probability function atau logistic distribution function dan estimasi parameter menggunakan Maximum Likelihood. Pembagian fungsi logit terdapat empat macam, yaitu dua model untuk menganalisis adverse selection dan dua selanjutnya untuk menganalisis moral hazard. Keempat model tersebut untuk menganalisis Bank Desa terhadap pengimplementasian terhadap UMKM yang menggunakan KUR sebagai pedoman serta terdapat pula kendala adverse selection dan moral hazard yang dijumpai pada pelaku peminjam.

Pengujian pada penelitian adverse selection menggunakan tiga aspek yaitu (a) kecukupan informasi yang dilakukan oleh bank untuk menemukan kondisi riil dan potensi pelaku peminjam, (b) technical personel,(c) meminta bantuan kepada Lembaga lain untuk mencari informasi lebih lengkap kondisi pelaku peminjam. Selanjutnya dapat diketahui hanya terdapat satu aspek yang memengaruhi kemampuan bank mengurangi terjadinya adverse selection adalah kecukupan informasi, khususnya memahami karakter pelaku peminjam. Adapun estimasi model moral hazard meliputi (a) pembebanan jaminan, (b) keberlanjutan monitoring atau pengawasan, (c) serta kecukupan informasi pelaku peminjam sebelum menerima kredit. Variable pembebanan jaminan dan kontinuitas monitoring secara signifikan memengaruhi kemampuan bank mengurangi terjadinya moral hazard. Di samping itu, terdapat faktor aset yang memengaruhi adverse selection, jika UMKM memiliki tingkat aset yang lebih tinggi dari rata-rata akan mampu mengatasi permasalahan adverse selection. (*)

Penulis: Khoerul Mubin

berikut artikel dari saya, serta saya cantumkan Link publikasi artikel ilmiah pada Jurnal.

http://www.jafeb.org/journal/article.php?code=66614

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).