“Faeohipomikosis Subkutan” Penyakit Kulit Langka Akibat Infeksi Jamur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh sehatq

Faeohipomikosis merupakan istilah umum untuk menunjukkan infeksi jamur yang disebabkan oleh berbagai macam spesies jamur berwarna atau mengandung  pigmen melanin pada dinding selnya. Jamur tersebut banyak ditemukan pada daerah dengan iklim tropis, biasanya pada tanah, kayu, dan tanaman yang membusuk, serta sebenarnya jarang menyebabkan infeksi pada manusia.Infeksi yang terjadi bisa bermanifestasi menjadi beberapa bentuk tergantung daya tahan tubuh manusia yang terinfeksi, yaitu bisa menjadi infeksi superfisial di atas permukaan kulit, pada kulit, di bawah permukaan kulit, bahkan bisa tersebar pada seluruh tubuh secara sistemik pada manusia dengan imunitas yang menurun. Infeksi oleh jamur tersebut jugabisa mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan baik.

Bentuk penyakit yang sering dan mengapa bisa terjadi

Infeksi di bawah permukaan kulit yang disebut dengan faeohipomikosis subkutan pada tangan ataupun tungkai lebih sering terjadi daripada infeksi pada organ lainnya. Penampakan gejala biasanya berupa benjolan atau pembengkakan di bawah kulit yang muncul setelah jamur masuk ke dalam kulit karena luka yang terkontaminasi jamur dari kontak dengan tanah, duri, atau serpihan kayu. Diagnosis cukup sulit ditegakkan, perlu pemeriksaan histopatologi dan biakan jamur untuk memastikannya.

Kasus faeohipomikosis subkutan misdiagnosis dengan tumor jaringan lunak dan tuberkulosis

Seorang laki-laki usia 25 tahun, bekerja sebagai guru dan petani, datang dengan keluhan 2 benjolan besar yang disertai luka, bengkak,dan terasa nyeri pada tungkai kiri bawah, yang muncul sejak 8 bulan sebelumnya. Pasien tidak mengetahui pencetusnya, pasien menyangkal adanya riwayat perlukaan sebelumnya. Benjolan tersebut awalnya berukuran kecil, terasa gatal, dan tidak nyeri, sehingga didiagnosis oleh dokter bedah yang menangani sebelumnya sebagai tumor jaringan lunak dan dilakukan tindakan pembedahan sampai dua kali, tetapi tumbuh lagi. Pasien kemudian didiagnosis dengan infeksi tuberkulosis pada kulit, tetapi keluhan tidak membaik dan bahkan tetap semakin membesar walaupun sudah diberikan obat anti tuberkulosis selama 6 bulan. Dokter bedah tersebut akhirnya menghentikan pengobatan tuberkulosis dan merujuk pasien ke RSUD Dr. Soetomo untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa secara umum pasien tampak baik, tidak ada demam, tidak ada keluhan lain selain benjolan pada tungkai kiri bawah sebesar 20 x 15 x 5 cm, disertai dengan luka di atasnya. Kemungkinan diagnosis yang terpikirkan yaitu infeksi jamur subkutan, karena kemungkinan diagnosis yang lain sudah tersingkirkan dengan gagalnya pengobatan sebelumnya.Pemeriksaan laboratorium rutin menunjukkan hasil dalam batas normal, foto sinar x pada tungkai menunjukkan gambaran massa jaringan lunak tanpa infeksi pada tulang, pemeriksaan laboratorium dengan cairan KOH dan pewarnaan Gram tidak menunjukkan adanya jamur dan bakteri. Tindakan pengambilan jaringan atau biopsi kulit dilakukan untuk pemeriksaan histopatologi dan biakan jamur. Pemeriksaan histopatologi hanya menunjukkan adanya peradangan, tidak berhasil mencari adanya jamur maupun bakteri tuberkulosis, tetapi akhirnya pemeriksaan biakanjamur berhasil menumbuhkan koloni jamur berwarna hitam yang diidentifikasi sebagai spesies Exophiala dermatitidis.

Pasien akhirnya didiagnosis dengan faeohipomikosis subkutan, berdasarkan hasil temuan pemeriksaan tersebut. Pasien hanya diobati dengan obat antijamur itrakonazol 400 mg yang diminum sekali sehari, tanpa disertai tindakan pembedahan.Pasien bisa menjalani pengobatan rawat jalan dengan kontrol rutin di poli mikologi setiap satu bulan. Perkembangan pasien sangat dramatis dengan hasil pengobatan yang sukses. Benjolan dan bengkak sudah banyak berkurang disertai luka yang sudah mengering pada saat kontrol pertama setelah satu bulan pengobatan. Kontrol setelah bulan keenam menunjukkan hasil yang jauh lebih baik lagi, yaitu benjolan sudah hampir hilang sama sekali, tetapi pasien masih diperintahkan untuk meneruskan pengobatan dan kontrol setiap bulan untuk mencapai kesembuhan yang optimal.

Kasus ini menunjukkan bahwa pada kasus dengan gejala benjolan subkutan pada ekstremitas atau anggota gerak, harus dipertimbangkan juga kemungkinan diagnosis penyakit karena infeksi jamur.Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditunjang dengan pemeriksaan histopatologi dan biakan jamur, karena tanpa pemeriksaan penunjang tersebut, bisa terjadi misdiagnosis dengan tumor jaringan lunak dan tuberkulosis. Kasus ini juga menunjukkan bahwa hasil pengobatan yang sukses pada keluhan benjolan tersebut bisa dicapai hanya dengan pemberian obat minum itrakonazol tanpa harus dilakukan tindakan pembedahan.

Penulis: dr.Diah Mira Indramaya, Sp.KK

Informasi detail dari case report ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8081

Zahruddin Ahmad, Diah Mira Indramaya, Yuri Widia, Sylvia Anggraeni, Linda Astari,Evy Ervianti, dan Sunarso Suyoso. Subcutaneous phaeohyphomycosis: a rare case.Dermatology Reports 2019;11(1S):8081.

doi:10.4081/dr.2019.8081

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).