Dianggap Tidak Sesuai Syariat, Dosen Agama UNAIR Beri Tanggapan mengenai Film “The Santri”

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh redaksi24.com

UNAIR NEWS – Dalam rangka menyambut Hari Santri yang diperingati pada Selasa (22/10/2019), Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) bekerjasama dengan sutradara Livi Zheng dan adiknya, Ken Zheng memproduksi film “The Santri”. Namun, setelah rilis trailernya pada September lalu, film itu menuai sejumlah kontroversi. Banyak masyarakat yang menilai bahwa film ‘The Santri’ tidak mencerminkan kehidupan santri di pesantren dan pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan syariat Islam.

Menanggapi hal tersebut, salah satu dosen agama Universitas Airlangga (UNAIR), Ahmad Syauqi, S.Hum., M.Si., buka suara. Gus Syauqi, sapaan akrabnya menyatakan bahwa kritikan dan ancaman boikot masyarakat terhadap film yang akan rilis tepat pada Hari Santri itu terlalu terburu-buru. Dia beranggapan bahwa golongan yang kontra terhadap film tersebut seharusnya tidak langsung menilai kesuluruhan isi film hanya dari trailer saja.

“Film nya belum utuh, jangan terlalu sentimen dengan buru-buru memberi label liberal. Menginginkan semua orang suka pada film itu memang mustahil, karena persoalan pro dan kontra pasti ada. Namun, akan lebih baik apabila ditonton dulu full film nya setelah rilis baru kita lihat apakah substansinya bertentangan atau tidak,” jelasnya.

Adegan santriwati saat mengantar tumpeng di gereja menjadi sasaran utama yang dikritik oleh masyarakat. Dosen sekaligus pembina KMNU UNAIR itu menerangkan bahwa ada perbedaan pendapat ulama mengenai hukum masuk rumah ibadah agama lain. Menurutnya, dalam kitab ‘Ushul Fiqih’ dalam Mazhab Hanafi mengatakan hukumnya makruh, Mazhab Maliki memperbolehkan, sedangkan Mazhab Syafii sebagian menyatakan tidak boleh dan sebagiannya lagi menyatakan tidak haram masuk gereja.

Selain itu, Gus Syauqi juga bercerita tentang sahabat Umar bin Khattab yang mendapat undangan jamuan di gereja dari kaum nasrani di Syam. Saat itu, Umar mengutus Ali bin Abi Thalib untuk memenuhi jamuan di gereja dengan maksud menghindari fitnah karena saat itu Umar menduduki posisi sebagai khalifah. Sehingga ditakutkan apabila Umar yang datang akan memunculkan persepsi dia ingin merebut gereja untuk diubah menjadi masjid.

“Jadi boleh saja masuk gereja atau rumah ibadah agama lain asalkan tidak bermaksud menimbulkan kesyirikan dan mengikuti kegiatan ibadahnya,” simpulnya.

Kontroversi mengenai tatapan mata antara santriwati dengan santri dalam trailer itu juga menuai perdebatan. Melihat hal itu, Gus Syauqi menerangkan bahwa adegan itu tidak mengandung unsur mesum, immoral, dan pelecehan.

“Tatapan sekilas seperti itu saya rasa juga ada kok di pesantren, yang penting hal itu tidak melanggar prinsip syariah,” ungkapnya.

Lebih lajut, Gus Syauqi menerangkan bahwa film tersebut merupakan salah satu langkah bagus dari PBNU dalam mempromosikan santri dan karakter seorang muslim yang istiqomah menjalankan ilmu agama namun mampu menjawab tantangan zaman.

“Saya mendukung penuh film ‘The Santri’, karena melalaui film itu kesan santri yang dikenal kumuh dan kurang pergaulan ternyata mampu bersaing di dunia internasional,” pungkasnya.

Penulis : Nikmatus Sholihah

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).