Bareng UNAIR, Para Pakar Bahas Mitigasi Bencana

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Para pakar dan pemateri saat sesi foto bersama. (Foto: M Ali Fauzan)

UNAIR NEWS – Bencana yang sedang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini mendorong adanya aktualisasi mitigasi bencana dengan cepat. Untuk mendukung aksi tersebut, Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar Seminar Nasional bertajuk Antisipasi dan Penanganan Bencana.

Acara tersebut bertempat di Aula Garuda Lt. 5 Kampus C UNAIR pada Selasa (8/10/2019). Seminar tersebut diisi oleh lima pembicara kunci .

Lima pembicara kunci tersebut antara lain Emil Elestianto Dardak selaku Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. Christijogo Soemartono Waloejo dr., Sp.An., KAR., selaku Koordinator Program Studi Manajemen Bencana di Sekolah Pascasarjana UNAIR, Prof. Syamsul Ma’arif selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) periode tahun 2008-2015, Dr. Ir. Amien Widodo, M.Si, pakar Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Gegar Prasetya, selaku Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia.

Emil Dardak mengawali pemaparan seminar dengan menginginkan perguruan tinggi ikut dalam proses edukasi mitigasi bencana. Salah satu aktualliasi kongkrit adalah program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang seharusnya sudah menjadi program pokok. KKN sudah harus mengikuti kondisi zaman terutama Indonesia yang saat ini krisis penanganan bencana.

Emil juga menambahkan bahwa penanganan bencana juga membutuhkan disiplin ilmu sosial. peran perguruan tinggi harus masuk ke dalam masalah bencana untuk menyelesaikannya. Peran perguruan tinggi sebagai pressure group untuk mendorong edukasi mitigasi bencana sedini mungkin.

“Tidak hanya stakeholder dari politisi yang memberikan pressure terhadap mitigasi bencana, peran perguruan tinggi terutama para pakar seyogyanya mampu membantu dalam masalah ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Amien Widodo menjelasakan beberapa hal yang membuat Indonesia rawan bencana. Salah satunya adalah bencana dianggap takdir. Edukasi tentang mitigasi bencana harus menjadi prioritas dan tidak hanya berpasrah kepada takdir.

“Bencana masih dianggap takdir. Tapi kita sebagai manusia punya kewajiban untuk tahu ancaman bencana di sekitar kita,” ujaarnya.

Menguatkan statement yang diungkapkan Amien Widodo, Prof. Syamsul menyarankan narasi baru untuk Jawa Timur perihal penanganan bencana dengan JATIM SIGAP (Jawa Timur Siaga Bencana).

“JATIM SIGAP tersebut nantinya menggabungkan antara procedure heavy dengan substance heavy,” tuturnya

Prof. Syamsul juga mendukung pelaksanaan mitigasi bencana dengan integrasi Socio science dengan Neuro science. Socio science perlu dimasukkan disemua kompetensi bidang keilmuan sains agar adanya perpaduan yang saling membantu mengatasi risiko bencana.

Gegar Prasetya juga mengutarakan pendapatnya bahwa pembangunan mitigasi bencana tidak hanya untuk 2-25 tahun saja, namun pembangunan harus berskala jangka panjang yaitu 100-600 tahun.  Pembangunan mitigasi bencana jangka panjang  meliputi penanganan bencana gempa bumi, tsunami, dan gunung berapi.

Gegar juga memaparkan bahwa terdapat roda manajemen bencana yakni disaster; response; recovery; mitigation;  dan preparedness. Semuanya diperlukan kombinasi berbagai sektor atau stakeholders. Selain itu, penerus ahli bencana juga diharapkan dalam keandilannya.

Pada akhir seminar, Christijogo Soemartono Waloejo memaparkan bahwa masyarakat tanggap bencana dapat dicirikan sebagai masyarakat yang tanggon, tangguh, tangkas, dan trengginas. Tanggap yang dimaksud, lanjutnya, adalah masyarakat yang responsif terhadap perubahan, mampu beradaptasi dan memanfaatkan peluang secara optimal.

Gagasan tersebut dinilainya sangat solutif. Selain itu, juga diperlukan pendekatan klaster dalam tanggap darurat. Pendekatan klaster menjadi salah satu pendekatan koordinatif yang menyatukan semua pihak terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana.

Penulis: Aditya Novrian

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).