Prediksi Tingkat Pengembalian Saham di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Saibumi.com

Membicarakan pasar modal Indonesia yang sudah mengalami deregulasi sejak tahun 1988 atau sudah lebih dari 30 dekade lalu, maka yg  bisa di catat adalah perkembangannya yang luar biasa. Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi investor menginvestasikan dananya di pasar modal adalah adanya ekspektasi kenaikan harga saham maupun adanya pembagian deviden saham.

Beberapa studi tentang pengembalian saham menunjukkan bahwa tingkat pengembalian saham sektoral dapat diprediksi in-sampel dan out-of-sampel. Dengan menggunakan model-model prediktabilitas, para investor dapat menyusun strategi perdagangan yang menguntungkan. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan, pasar yang berada pada tahap awal pengembangan tidak dapat mereplikasi bukti yang disediakan dari pasar berkembang lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut menarik untuk diteliti faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentuknya tingkat pengembalian saham di pasar saham Indonesia?

Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan diatas, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga bekerjasama dengan Centre of Finance and Econometric, Deakin University Australia mengadakan penelitian bersama. Tim dari DEakin University diketuai oleh Prof. Paresh Narayan, sedangkan tim dari Universitas Airlangga diketuai oleh Dr. Nisful Laila.

Faktor yang Dapat Memprediksi Tingkat Pengembalian dari Pasar Saham

Penelitian ini menggunakan dataset khusus yang terdiri dari 342 perusahaan yang ditujukan untuk mendapatkan akurasi dalam kemampuan memprediksi pengembalian saham dan menggunakan tujuh prediktor. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak seperti di pasar konvensional, ternyata faktor pengeluaran modal merupakan prediktor pengembalian yang paling kuat. Sebaliknya, keseluruhan bukti prediksi out-of-sample lainnya sangat lemah.

Riset ini secara spesifik menginvestigasi karakteristik pasar saham di Indonesia. Motivasi penelitian ini berangkat dari pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang dapat memprediksi tingkat pengembalian dari pasar saham di Indonesia. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengalaman Indonesia sangat kontras dengan bagaimana pasar Cina dan India berfungsi serta dapat membuka prospek peran pengeluaran modal sebagai prediktor pengembalian. Temuan menarik ini tentu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut tentang pasar saham Indonesia.

Metode dan Hasil

Hal baru dan menarik dari penelitian ini adalah adanya penyusunan dataset baru tentang pasar saham Indonesia. Periode dataset dalam penelitian ini dalah 10 tahun, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2018 dengan menggunakan data time-series harian dari 342 saham di pasar saham Indonesia.

Metode yang digunakan adalah mengkategorikan saham sesuai dengan sektornya untuk dibuat data panel. Menggunakan metode Westerlund Narayan panel predictive regression model paper ini dapat mengatasi beberapa macam permasalahan dalam statistik. Diantaranya prediktor dari tingkat pengembalian dari saham cenderung persisten, prediktor berpeluang endogenous, serta, ketergantungan cross-sectional. Penelitian ini menginvestigasi 7 prediktor yaitu capital expenditure (CAP), dividend yield (DY) untuk masing-masing perusahaan, enterprise value to book value (EVBV), price earnings ratio (PE), price to sales ratio (PRI), price to book ratio (PB) dan price to cash flow ratio (PRICF).

Paper ini fokus meneliti pasar saham Indonesia karena uniknya pasar di negara ini. Dimana jumlah Muslim di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Peluang berkembangnya produk dan servis halal masih terbuka lebar, khususnya pada produk keuangan Islam. Penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal atau capital expenditure (CAP) merupakan prediktor yang paling berpengaruh dalam memprediksi tingkat pengembalian dari pasar saham di Indonesia yang diikuti oleh harga saham dibandingkan dengan harga buku saham atau Price to book ratio (PB).

Dari sisi profit, pasar saham Indonesia dari penelitian ini dapat  disimpulkan masih sangat kecil, yaitu antara 1,26% – 2,02% jika dibandingkan dengan tingkat pengembalian dari pasar saham di negara-negara maju. Lebih jauh lagi, hal yang menarik adalah tingkat pendapatan dividen atau Dividen Yield (DY), dalam penelitian ini malah menjadi prediktor terlemah. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis yang selama ini ada pada pasar-pasar saham dunia.

Penelitian ini menunjukkan bahwa apa yang umumnya dianggap sebagai prediktor harga saham konvensional (hasil dividen) ternyata menjadi prediktor terlemah untuk pengembalian saham Indonesia. Secara mengejutkan, pengeluaran modal merupakan prediktor paling sukses, memprediksi pengembalian dari delapan sektor diikuti oleh book-to-price ratio. Rasio keuangan lainnya mengikuti. Namun, pengeluaran modal ternyata menjadi satu-satunya alat prediksi yang kuat. Laba tahunan ini turun di kisaran 1,26% hingga 2,02%, yang dibandingkan dengan pasar negara maju lainnya. Hal ini bisa dikarenakan pasar saham Indonesia secara ekonomi masih tergolong kecil.

Oleh karena itu, penelitian ini berbeda dari kepercayaan populer (berbasis bukti) yang dibentuk dari pasar konvensional bahwa rasio keuangan merupakan prediktor utama. Untuk Indonesia, rasio keuangan juga penting akan tetapi tidak sekuat yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini tidak dapat mengkonfirmasi bahwa prediktabilitas pengembalian di pasar saham Indonesia memiliki relevansi secara ekonomi mengingat keuntungan relatif rendah. Ini cenderung menyiratkan bahwa untuk pasar yang berada pada tahap awal pembangunan, seperti Indonesia, pengeluaran modal memiliki peran yang lebih besar. Namun apakah investor dapat memperoleh manfaat dari prediksi tersebut tidak diketahui secara jelas dari analisis penelitian ini.

Penulis : Nisful Laila

Tulisan detail tentang riset ini dapat dilihat di

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S156601411930113X

Susan Sunila Sharma, Paresh Kumar Narayan, Kannan Thuraisamy, and Nisful Laila. 2019. Is Indonesia’s stock market different when it comes to predictability?. Emerging Markets Review.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).