Pemasaran Rokok di Indonesia: Dari Kotak Kaca ke Media Sosial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi ayobandung.com

Walaupun Peraturan Pemerintah no 109/2012 melarang penjualan rokok kepada anak usia kurang dari 18 tahun, survei Global Youth Tobacco tahun 2014 di Indonesia menunjukkan bahwa 65% siswa perokok dengan mudah membeli rokok dan tiga dari empat siswa membeli rokok batangan.  Selain itu, 61% siswa melihat iklan ataupun promosi rokok di dalam toko yang dapat mencetus keinginan untuk merokok.  Untuk mempelajari lebih mendalam iklan dan promosi rokok ini, sebuah studi kerja sama antara  Universitas Airlangga, Universitas Udayana dan University of Sydney melakukan audit pada 1000 pedagang rokok di Denpasar, Bali pada tahun 2018.  Hasil observasi toko, dan wawancara dengan pedagang menunjukkan bahwa minimarket di Denpasar memiliki jumlah total promosi rokok terbanyak dibandingkan dengan kios dan pedagang lainnya.  Sementara kios memiliki promosi rokok luar ruang yang terbanyak.  Hampir seluruh pedagang rokok memajang rokoknya dan hampir 60% pedagang menjual rokok kepada anak dan 74% menjual rokok batangan. 

Analisa foto iklan dan promosi di dalam toko menunjukkan bahwa dua dari tiga materi promosi yang ditampilkan dalam bahasa Inggris dengan tagline berisi kata-kata yang memberi semangat, mengajak untuk berbuat atau mengajak untuk tidak berhenti, atau mempromosikan rasa atau kualitas produk rokok.  Hal ini menunjukkan indikasi perusahaan rokok mencoba memposisikan rokok sebagai bagian dari budaya anak muda.

Seperempat iklan mempromosikan produk rokok baru dan lebih dari sepertiganya menampilkan ukuran bungkus rokok.  Dari seluruh yang mempromosikan ukuran, 70% mempromosikan ukuran kecil (ukuran anak) yang berisi kurang dari 20 batang, dan lebih dari 20% mempromosikan bungkus 10 – 12 batang.  Sepertiga iklan menampilkan harga yang berkisar antara Rp 9.000 – 20.000 per bungkus dan 6% menampilkan harga Rp 1.000/batang yang artinya lebih murah daripada uang jajan anak dan remaja. 

Temuan yang juga menarik adalah adanya kecenderungan industri rokok untuk mulai menghubungkan iklan/promosi luar ruang atau di dalam toko dengan promosi secara online.  Iklan yang ditampilkan memberikan link kepada website perusahaan rokok atau hashtag tertentu yang mengajak anak muda untuk berinteraksi. Temuan-temuan dari studi ini menunjukkan bahwa perusahaan rokok berusaha mempromosikan produknya kepada anak dan remaja, dan perlindungan anak terhadap perdagangan rokok ini sangat minim. Dengan demikian, Indonesia perlu segera memperkuat aturan dan penegakan aturan yang melarang penjualan rokok batangan, ukuran bungkus kecil, iklan di toko dan penjualan pada anak.  Kreatifitas perusahaan rokok dalam promosi dan iklan perlu ditanggapi dengan melakukan langkah-langkah yang lebih maju seperti pembatasan iklan rokok di media sosial dan di internet.

Penulis: Susy K. Sebayang

Hasil studi ini telah diterbitkan pada Jurnal Tobacco Control yang dapat dilihat pada link berikut:

https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2019/05/29/tobaccocontrol-2018-054833

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).