Menelisik Pulpitis dan Nyeri Gigi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Inflamasi Pulpa Gigi

Di dalam rongga mulut didapatkan kumpulan berbagai jenis mikroorganisme, yaitu bakteri, virus atau jamur, dan bakteri dan toksinnya merupakan penyebab karies gigi. Bakteri dan toksin seperti Lipopolisakarida yang masuk melalui tubuli dentin yang terbuka oleh karena karies, fraktur, erosi, atrisi, faktor fisik, dan kimia, penyakit periodontal ke dalam jaringan pulpa menyebabkan respons inflamasi pulpa gigi yang disebut pulpitis.

Prevalensi Karies Gigi

Pada Profil Kesehatan Indonesia 2010, didapatkan data pengobatan pulpa gigi ada pada  peringkat yang tertinggi, data tersebut membuktikan bahwa penyakit pulpa merupakan penyakit gigi dan mulut yang utama dan terbanyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mengenai Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, mencatat proporsi masalah gigi dan mulut sebesar 57,6%. Prevalensi karies gigi pada anak usia 5-6 tahun mencapai 93%, anak usia 12 tahun mencapai 65,5%, anak usia 15 tahun mencapai 67,4 %, usia 35-44 tahun mencapai 92,2 %, sedangkan 65 tahun mencapai 95%. Data tersebut menunjukkan prevalensi karies gigi yang terus meningkat.

Pulpitis dan Nyeri Gigi

Inflamasi merupakan salah satu respons pertama sistem imun terhadap infeksi, cedera atau kerusakan jaringan. Secara fisiologis, tubuh memiliki kemampuan melakukan reaksi pertahanan, mempertahankan homeostasis, mengeliminasi iritan, sehingga terjadi kesembuhan, tetapi bila sel imun tidak mampu memperbaiki melalui mekanisme homeostasis, maka kerusakan meluas, berlanjut menjadi kronis reversibel maupun ireversibel, dan  kematian sel, demikian juga yang terjadi pada jaringan pulpa.

Respon pulpitis sangat tergantung pada pembuluh darah dan cairan yang beredar dalam pembuluh darah. Pulpitis reversibel  bila tubuh berhasil mempertahankan kondisi homeostasis dan pengaruh yang merugikan, terjadi perbaikan jaringan yang rusak dan jaringan pulpa dapat normal  kembali. Gejalanya adalah adanya rasa nyeri bila ada rangsangan.

Pulpitis ireversibel jika iritan atau bakteri berjalan terus dan intensitasnya meningkat. Pada pulpitis irreversibel simptomatik gejalanya adalah  rasa nyeri ringan sampai sangat hebat, nyeri spontan yang meningkat pada malam hari, berlangsung lama, nyeri menjalar, memberi respons pada rangsangan panas dan dingin, bertahan 10-15 menit sampai beberapa jam yang ditentukan tingkat keterlibatan pulpa.

Pada pulpitis  irreversibel  asimptomatik  tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi memberi respons terhadap rangsangan  dingin. Pulpitis ireversibel dapat berlanjut menyebabkan kematian jaringan pulpa, dan dapat berlanjut pada inflamasi di daerah periapikal.

Secara anatomis jaringan pulpa dibatasi jaringan keras dan foramen apikal yang sempit, maka bila terjadi  inflamasi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah arteriola atau venula,  menimbulkan bendungan aliran darah, akibatnya menyebabkan vasodilatasi yang berlebihan yang dapat menekan saraf  dan jaringan sekitarnya, akibatnya timbul nyeri.

Didalam tubuli dentin dan pulpa gigi terdapat serabut saraf A-δ, dan serabut saraf C yang  berasal dari cabang saraf alveolar nervus kranialis V dari saraf trigeminal perifer. Akson saraf sensoris trigeminal menginervasi pulpa gigi, berfungsi sensatif, dan meneruskan rangsangan ke susunan saraf pusat. Persarafan pulpa dan dentin mengandung banyak neuropeptida, seperti neuropeptida Substance P (SP), yang didapatkan pada pulpa gigi sehat, pulpitis, dan nekrosis parsialis. Neuropeptida SP menyebabkan konduksi nyeri melalui proses transmisi sepanjang akson saraf, peningkatan SP berkontribusi pada inisiasi dan propagasi proses pulpitis.

Riset ini bertujuan membuktikan adanya ekspresi Neuropeptida SP yang merupakan neurotransmiter peptida saraf aferen pulpa gigi akibat paparan LPS pada permukaan dentin gigi.

Riset ini menggunakan hewan coba tikus Wistar sebagai model sehingga diperlukan persyaratan pengelolaan hewan coba saat perlakuan sampai pengorbanan sesuai dengan Animal Ethics, dan telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Kelaikan Etik Penelitian Kesehatan (KKEPK), Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga dengan surat kelaikan etik No. 018/HRECC. FODM/III/2018. Riset dilakukan pada 42 tikus Wistar (Rattus norvegicus), jantan, usia 2.5 bulan, dengan berat badan ± 220–300 gram. Riset dilakukan pada gigi molar yang dibuat lubang pada giginya dan kemudian dipapar lipopolisakarida (LPS) pada permukaan dentin dengan tujuan memodelkan pulpitis, selanjutnya gigi di tumpat sementara menggunakan semen glass ionomer.

Setelah 24 jam dan 72 jam paparan LPS,  tikus di terminasi. Unit analisis penelitian ini menggunakan jaringan pulpa gigi tikus, metode pemeriksaan melalui tehnik pewarnaan indirek imunohistokimia (IHK) peroksidase. Temuan riset ini membuktikan bahwa paparan LPS pada permukaan dentin selama 24 jam menyebabkan peningkatan ekspresi SP sebesar  8 kali lebih besar dibanding tanpa paparan LPS, sedangkan  ekspresi SP pada 72 jam paparan LPS menyebabkan peningkatan ekspresi SP  sebesar 3,18 kali lebih besar dibanding tanpa paparan LPS. Ekspresi SP berbanding lurus dengan derajat nyeri, sehingga dapat disimpulkan bahwa akibat paparan LPS selama 24 jam menyebabkan derajat nyeri yang paling tinggi, dan  setelah 72 jam paparan LPS terjadi penurunan derajat nyeri.

Penulis : Kun Ismiyatin, Soegeng Wahluyo, Adioro Soetojo, Retno Pudji Rahayu, Haryono Utomo, Cinitra Anindya.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://www.saudiendodj.com/editorialboard.asp

Kun Ismiyatin, Soegeng Wahluyo, Adioro Soetojo, Retno Pudji Rahayu, Haryono Utomo, Cinitra Anindya (2019) : The expression of pulpal substance P after dentinal application of Escherichia coli lipopolysaccharide. Saudi Endodontic Journal 9 (3), September-December 2019 : 169-173

https: // DOI: 10.4103/sej.sej_92_18.

.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).