Keberadaan Ikan Alien di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Super Perikananan

Ikan alien atau ikan asing invasif adalah jenis ikan yang berasal dari luar wilayah yang masuk ke wilayah tertentu baik disengaja maupun tidak. Ikan ini memiliki potensi untuk menggeser populasi ikan endemik maupun ikan lokal karena mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Salah satunya adalah toleransi terhadap salinitas, pertumbuhan cepat, reproduksi sepanjang tahun dan agresifitas terhadap teritorinya.

Penangkapan beberapa ekor ikan predator raksasa, Arapaima Arapaimas gigas di Sungai Brantas telah menghebohkan masyarakat Jawa Timur. Ikan tersebut merupakan ikan ganas asal Amerika Selatan yang sengaja didatangkan ke Indonesia sebagai hewan peliharaan. Padahal dibanyak negara, ikan ini dilarang diintroduksi. Ketakutan terbesar dari hadirnya ikan predator asing di perairan Indonesia bukan karena ukurannya yang dikhawatirkan membahayakan manusia. Akan tetapi dampak ekologi yang akan ditimbulkan jika hal tersebut tidak ditanggulangi. Karena tidak memiliki musuh alami, mereka akan memangsa hewan apa saja yang terdapat disekitar perairan mulai dari ikan lokal, reptil, mamalia hingga burung air. Oleh karena itu sudah sewajarnya pemerintah dan masyarkat mulai memerhatikan kasus ini dengan seksama.

Jauh sebelum kasus keberadaan ikan Arapaima di Sungai Brantas, pemerintah Kolonial Belanda telah lebih dahulu mendatangkan ikan asing dari Amerika Selatan sebagai pengendali wabah malaria di Indonesia. Spesies yang didatangkan diantaranya adalah ikan Gatul (Poecilia reticulata). Ikan Gatul dinilai cukup efektif dalam memangsa larva nyamuk sehingga ikan ini banyak ditebar dan menyebar ke banyak wilayah. Selain memberikan keuntungan sebagai pengendali malaria, dampak negatif dari keberadaan ikan ini adalah menjadi kompetitor bagi ikan lokal baik dari segi makanan dan ruang gerak. Bahkan, karena sudah lamanya eksis di Indonesia, masyarakat menganggap ikan ini adalah ikan lokal, padahal sebenarnya ikan impor. ‘Trayek’ semacam ini dianggap lumrah oleh masyrakat kita sehingga sampai detik ini mungkin ada puluhan jenis ikan asing yang bebas keluar masuk Indonesia dan banyak diantaranya lepas ke perairan umum dan masuk ke wilayah konservasi yang seharusnya steril dengan spesies asing.

Peneliti dari Universitas Airlangga Surabaya bekerjasama dengan peneliti dari Universitas Teknologi Sumbawa, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo untuk melakukan pendataan sampai sejauh mana invasi ikan asing di Indonesia khususnya disekitar Pulau Jawa. Para peneliti kemudian melakukan kajian di suatu wilayah konservasi di ujung timur Laut Jawa, yaitu Pulau Kangean. Pulau Kangean memiliki banyak hutan mangrove sebagai tempat nursery ground hewan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah eksosistem mangrove ditemukan ikan asing yang berasal dari Afrika Timur (Oreochromis mossambicus). Penduduk lokal menyebutnya ikan Mujair. Tidak banyak yang menyadari bahwa ikan ini bersifat invasif sehingga keberadaannya di suatu wilayah terutama di wilayah konservasi perlu dicegah. Bersifat omnivora, ikan mujair akan memangsa apa saja yang berada di sekitarnya termasuk ganggang, benthos bahkan larva ikan dan udang. Hal ini bisa membuat ikan-ikan lokal akan kalah bersaing dan kemungkinan terburuk mereka akan terdesak. 

Para penghobi ikan hias dituding bertanggung jawab atas lepasnya beberapa jenis ikan asing ke perairan umum. Akan tetapi tidak semua penghobi bertindak ceroboh dalam melakukan pemeliharaan. Masih banyak diantara mereka yang paham betul dampak negatif dari lepasnya ikan asing baik disengaja atau tidak.

Selain kontrol ketat yang harus dilakukan pemerintah, ada hal sederhana yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi masuknya ikan asing, yaitu mengubah pola pikir masyarakat agar tidak memberikan nama ikan asing dengan nama “ikan lokal”. Contoh nyata adalah ikan Mujair yang ditemukan peneliti di Pulau Kangean. Nama “Mujair” sebenarnya dinisbatkan pada Bapak Mujair, orang pertama yang mengembangkan ikan ini di wilayah Kabupaten Blitar pada tahun 1930-an, sedangkan menurut penamaan internasional ikan ini disebut “Mozambique Tilapia”. Dengan demikian, nama Mujair yang cenderung lokal menyebabkan ikan ini dianggap ikan lokal. Padahal jelas telah disebutkan bawah spesies ini berasal dari Afrika Timur.

Penulis:Veryl Hasan

Informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini dapat diakses di :

https://www.researchgate.net/publication/334615611_First_record_of_the_Mozambique_tilapia_Oreochromis_mossambicus_Peters_1852_Perciformes_Cichlidae_on_Kangean_Island_Indonesia

Hasan V, Pratama FS, Malonga WAM, Cahyanurani AB (2019) First record of the Mozambique tilapia, Oreochromis mossambicus Peters, 1852 (Perciformes, Cichlidae), on Kangean Island, Indonesia. Neotropical Biology and Conservation 14(2): 207–211.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).