Suara Serak Berkepanjangan Bisa Menjadi Gejala Tuberkulosis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih mejadi masalah besar kesehatan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB) ini bukan hanya menginfeksi paru, namun juga bisa ditemukan pada tempat lain termasuk laring.

Saat ini kasus TB laring primer diperkirakan hanya 1 persen hingga 10 persen. Walaupun jarang, tuberkulosis laring primer masih menjadi penyebab paling umum penyakit granuloma pada laring.

Individu dengan infeksi HIV atau immunocompromised, pekerja di fasilitas kesehatan, imigran, lanjut usia dan status ekonomi rendah memiliki faktor risiko yang cukup tinggi terhadap penyakit ini. Dalam beberapa studi disebutkan bahwa TB laring didominasi oleh penderita laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan berusia antara 30-80 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Pakar kesehatan Telinga, hidung tenggorok (THT-KL) FK UNAIR,  dr. Aditya Brahmono, Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.T.H.T.K.L (K), FICS, Dr. Muhtarum Yusuf, dr., Sp. T.H.T.K.L (K), FICS, memperoleh 13 kasus TB laring sekunder dan 1 kasus TB laring primer selama awal 2012 hingga akhir 2014 di rumah sakit umum Dr. Seotomo Surabaya.

Di dalam penelitiannya tersebut, didapatkan studi kasus atau case report TB laring penderita laki-laki  berusia 21 tahun yang bekerja di fasilitas kesehatan dan tinggal di Surabaya. Dalam kasus ini, profesi pasien yang bekerja di fasilitas kesehatan meningkatkan risiko TB laring primer pada usia yang lebih muda.

Penderita memiliki keluhan suara serak selama 6 bulan dan memiliki riwayat kontak dengan keluarga penderita TB. Tidak ada riwayat TB dalam keluarga pasien, tumor dan keganasan lainnya. Juga, tidak ada riwayat penyakit jantung, penyakit paru-paru atau diabetes melitus dan  kebiasaan merokok.

Diagnosis TB laring primer dapat ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Dalam studi kasus tersebut, keluhan utama pasien adalah adalah suara serak selama 6 bulan disetai batuk namun tanpa dahak, tidak ada demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Namun keluhan utama tersebut tetap perlu dibedakan dari laringitis kronis dan gangguan struktural seperti tumor laring atau keganasan.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Begitu pula pada pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan Rontgen dada dinyatakan normal. Sementara, pemeriksaan fiber optic laringoscopy kami memperoleh epiglotis dan pita suara kanan normal, tetapi ada bentukan massa bulat yang berwarna kemerahan dibagian depan pita suara ketiga kiri yang mengesankan papilloma.

Pemeriksaan kelainan pada rontgen dada dan darah lengkap dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan keterlibatan infeksi TB paru.

Hasil pemeriksaan fiber optic laringoscopy pada kasus TB laring primer dapat berbentuk sebagai hiperemia laring, oedim, hipertrofi mukosa posterior laring, lesi ulseratif dengan nodul pada pita suara, papilloma, leukoplakia, dan granuloma eksofitik. Lokasi lesi TB laring primer dapat ditunjukkan ditempat yang berbeda, yaitu tesering,  yakni di bagian anterior laring dibandingkan dengan dibagian posterior laring dan pita suara. Hasilnya tetap perlu untuk dibedakan dari penyebab lain lesi laring seperti polip, kista papilloma, infeksi jamur, kusta, sifilis, granuloma Wegener dan keganasan laring

Tinjauan umum pemeriksaan serat optik pada pasien sesuai dengan literatur menunjukkan gambar yang menyerupai massa papiloma di sepertiga anterior pita suara. Pasien dinyatakan sebagai papiloma laring kemudian direncanakan menjalani ekstraksi dan biopsi dengan prosedur micro laryngeal surgey (MLS).

Setelah dilakukan tindakan tersebut terungkap tidak ada bukti keganasan pada jaringan yang diambil. Sementara itu, ahli patologi anatomi menyimpulkan bahwa jaringan biopsi adalah proses inflamasi TB spesifik. Histopatologi dari kasus ini perlu dibedakan dari penyakit lain seperti sarkoidosis, infeksi kusta, granuloma Wegener, dan Rhinoskleroma.

Pemeriksaan dilanjutkan dengan polymerase chain reaction (PCR) dengan memeriksa ekstraksi darah dan jaringan pasien. PCR darah negatif dan PCR jaringan positif MTB. Konfirmasi diagnosis dengan metode PCR memiliki kelebihan dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi.

Berdasar hasil biopsi jaringan dan PCR maka pasien didiagnosis TB laring primer. Karena itu, pasien diberikan terapi anti tuberkulosis dengan kombinasi anti TB termasuk rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol yang terdiri atas terapi fase intensif selama 2 bulan kemudian diikuti dengan 4 bulan fase lanjutan. Evaluasi dilakukan selama 2 dan 4 bulan setelah menerima terapi intensif.

Setelah perawatan, gejala pasien telah menunjukkan resolusi yang baik. Hasil fiber optic laringoscopy juga menunjukkan epiglotis normal, tidak ada massa pada pita suara kiri dan kanan, juga pergerakan pita suara kiri dan kanan pada pita yang dinyatakan baik. Walaupun gejala klinis pada laring tidak spesifik, dokter tetap harus mempertimbangkan kemungkinan adanya TB laring primer.

Penulis: Listiana Rizka Pranandari

Referensi: Brahmono A et al. Int J Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2019 May;5(3):777-780

Link hasil penelitian selengkapnya di http://dx.doi.org/10.18203/issn.2454-5929.ijohns20191749  

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).