Memahami Tipe Kepribadian Anak Dan Cara Menghadapinya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
IKA Yuniar Cahyanti, M.Psi., Psikolog bersama keluarga (Foto : istimewa)

UNAIR NEWS – Pada dunia psikologi, terdapat istilah orchid dan dandelion untuk membedakan tipe anak. Kedua tipe tersebut merupakan hasil dari interaksi mereka bersama lingkungannya.

Menurut Ika Yuniar Cahyanti, M.Psi., Psikolog atau Ika, bunga dandelion sendiri merupakan bunga liar yang bisa hidup dimana saja. Bahkan bisa hidup diantara bebatuan. Sehingga, anak dengan tipe ini merupakan anak dengan kepribadian yang kuat, tangguh, mampu menghadapi tantangan apapun.

“Anak tipe dandelion menganggap permasalahan merupakan tantangan yang harus diselesaikan,” ucap Ika.

Sementara itu, anak bertipe orchid harus dipelakukan dengan baik. Seperti bunga anggrek. Harus diperlakukan dengan hati-hati agar bisa berbunga.

“Anak dengan tiba orchid harus diperlakukan dengan hati-hati. Pribadinya mudah putus asa, mudah trauma. Atau istilah lainnya mudah rapuh,” jelas Ika.

Tentu orang tua tidak seharusnya membiarkan anak bertipe orchid selamanya menjadi orchid. Sebab, tekanan dan masalah akan datang kapanpun. Orang tua juga tidak selamanya bisa melindungi si orchid. Maka perlu dilakukan intervensi agar orchid bisa menjadi pribadi siap menghadapi tekanan – tekanan ketika hidup di dunia.

“Perubahan perilaku pada anak tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh sikap orang dewasa di sekitarnya. Bagaimana orang dewasa menyikapi suatu permasalahan akan mempengaruhi anak,” jelasnya.

Misalnya, ketika menghadapi masalah orang dewasa bersikap tenang, berusaha untuk menghadapi meskipun tidak sempurna maka anak juga akan belajar untuk menghadapi masalah. Sebaliknya, jika ketika menghadapi masalah orang dewasa bersikap mudah menyerah. Yakin akan gagal dan tidak melakukan apa-apa. Maka anak juga akan menjadi pribadi yang pesimis. Tidak belajar untuk menghadapi masalah, justru malah menghindarinya.

Pada intinya, kepribadian anak tidak hanya berasal dari bawaan sejak lahir. Namun, juga  merupakan hasil dari stimulus lingkungan sekitar yang diberikan kepada anak. Misalnya, ketika anak dibesarkan pada lingkungan pemarah. Maka anak akan hidup penuh kecurigaan dan kewaspadaan. Sehingga anak bisa menjadi penakut atau menjadi pemarah.

Apabila tidak sengaja memberikan contoh yang buruk pada anak. Sehingga anak menjadi trauma atau berperilaku buruk. Maka orang tua harus berubah, memulai membangun hubungan yang lebih sehat dengan anak.

Apabila segala upaya sudah dilakukan namun masih memori buruk masih membekas pada anak, maka lebih baik berkonsultasi kepada psikolog atau melakukan terapi dengan psikolog dengan tujuan agar anak memaafkan kejadian itu sehingga anak akan lebih mudah berubah. “Karena sebenarnya anak adalah pemaaf yang luar biasa,” ujarnya.

Selain itu, menurut Ika, ciri dari anak yang berkembang dengan baik psikologisnya adalah ketika anak menunjukkan kemurniannya sebagai anak-anak. Diantaranya adalah aktif, semangat untuk belajar dari lingkungan sekitar, rasa ingin tahu dan eksplorasi tinggi, berani mengungkapkan apa yang dia rasakan dan dia ingginkan dengan tepat serta mau berkompromi.

“Tidak ada perkembangan psikologis yang benar atau salah. Jadi semua itu memang akan sangat dinamis dan berwarna tergantung stimulus lingkungan sekitar,” ucapnya.

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).