Kenalkan Transfer Embrio, Antarkan Prof. Widjiati Jadi Guru Besar UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dr. Widjiati, drh.,M.Si, saat menyampaikan orasi ilmiah di Aula Garuda Mukti. (Foto : istimewa)

UNAIR NEWS – Pertumbuhan ternak sapi di Indonesia berjalan lambat dari tahun ke tahun. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun menunjukan tahun 2017 jumlah sapi potong mencapai 16,4 juta ekor. Hal itu masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Prof. Dr. Widjiati, drh.,M.Si. saat dikukuhkan menjadi guru besar Universitas Airlangga (UNAIR) menyampaikan pidato tentang program transfer embrio (TE) sebagai solusi pertumbuhan sapi di Indonesia. Prof. Widjiati menyampaikan bahwa sudah saatnya memikirkan teknologi reproduksi berbantu lainnya selain inseminasi buatan untuk mengatasi lambatnya pertumbuhan populasi ternak.

Untuk meningkatkan program TE, diperlukan stok embrio. Stok embrio akan mampu menopang keberhasilan TE yang berdampak pada kebuntingan ternak sapi. Hal itu tidak lagi bergantung pada hasil kawin secara alami atau kawin suntik, tetapi dapat melalui TE. Embrio dapat dihasilkan secara in vivo maupun in vitro.

“Teknologi fertilisasi in vitro dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memproduksi embrio secara massal,” ungkapnya.

“Dengan stok induk donor yang memiliki genetik unggul  sebagai sumber oosit dan pejantan dengan genetik unggul sebagai sumber spermatozoa,” tambahnya.

Hasil penelitiannya ditemukan bahwa saat embrio tahap sebelum melewati cell block, embrio tidak membutuhkan glukosa sebagai sumber nutria. Hal itu karena tidak bisa memecah glukosa, sehingga embrio masih menggunakan genom atau material genetic dari induk.

Embrio sapi yang diproduksi secara in vitro memegang peran penting untuk meningkatkan  produktivitas ternak. Melalui produksi embrio in vitro dapat melakukan seleksi genetik, sehingga memungkin untuk mempertahankan genetika yang unggul. Teknologi ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki infertilitas yang tidak dapat menghasilkan kebuntingan ternak sapi. 

Prof. Widjiati juga mengungkapkan bahwa Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) merupakan teknologi terbaru yang dapat digunakan untuk mengatasi gagalnya fertilisasi. ICSI membantu beberapa proses penting selama fertilisasi berlangsung. Teknik ICSI diaplikasikan tujuan untuk membantu spermatozoa menembus oosit dan meningkatkan angka terjadinya fertilisasi.

Prof. Widjiati menutup pidatonya dengan memberikan saran dari penelitiaannya bahwa pemerintah dapat menerapkan transfer embrio sebagai solusi mengurangi impor daging. Industri peternakan sapi di Indonesia tidak lagi takut dengan kekurangan pengolahan sapi. Selain itu, pelatihan tenaga kerja di laboratorium juga perlu untuk meningkatkan keterampilan transfer embrio.(*)

Penulis : Aditya Novrian

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).