Buntut Penabrakan KRI Tjiptadi-381, Begini Pendapat Dosen Akuakultur PSDKU UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Berita Tagar
Ilustrasi oleh Berita Tagar

UNAIR NEWS – Penabrakan kapal perikanan Vietnam terhadap KRI Tjiptadi-381 di perairan Natuna Utara berbuntut panjang. Insiden yang terjadi pada beberapa pekan lalu itu dinilai telah melanggar hukum internasional COLREGS (International Regulations for Preventing Collisions at Sea) 1972 dan SOLAS (International Convention for the Safety of Life at Sea) 1974.

Mengenai hal itu, kepada UNAIR NEWS Dosen Akuakultur Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) PSDKU Universitas Airlangga (UNAIR) Suciyono, S.St.Pi., M.P., pada Jumat (17/5), memberikan pendapatnya terkait insiden penabrakan KRI-Tjiptadi-381. Menurutnya, hal itu sangat disayayangkan terjadi insiden penabrakan KRI-Tjiptadi-381. Selain mengganggu hubungan diplomatik antar dua negara, lanjutnya, hal itu juga berkaitan dengan keselamatan Anak Buah Kapal (ABK) baik dari Vietnam maupun Indonesia.

“Pihak manapun pasti sangat menyayangkan insiden penabrakan ini terjadi. Manuver kapal perikanan Vietnam ini merugikan kedua belah pihak tentunya, terlebih dari segi keselamatan,” ungkapnya.

Dosen Akuakultur Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) PSDKU Universitas Airlangga (UNAIR) Suciyono, S.St.Pi., M.P. (Foto: Istimewa)
Dosen Akuakultur Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) PSDKU Universitas Airlangga (UNAIR) Suciyono, S.St.Pi., M.P. (Foto: Istimewa)

Dosen FPK PSDKU yang akrab disapa Suci itu menjelaskan bahwa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI telah menyampaikan protes dengan memanggil wakil dari Kedutaan Besar (Kedubes) Vietnam di Jakarta. Tidak hanya itu, imbuhnya, laporan lengkap dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terkait insiden penabrakan KRI Tjiptadi-381 menjadi dasar dalam penyelesaian kasus ini.

“Baik Indonesia maupun Vietnam merupakan negara yang termasuk dalam negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), tentunya penyelesaian yang diharapkan tidak merugikan kedua belah pihak,” ujarnya.

Selain itu, tambahnya, peran akademisi bersama pemerintah harus terus mengawal kasus itu hingga tuntas. Mahasiswa, tandasnya, juga diharapkan mampu memahami hukum internasional atas Indonesia, sehingga siapapun paham atas batasan-batasan dari negara Indonesia.

“Masalah batas atas Indonesia selalu menjadi momok tersendiri. Dari insiden itu, saya harap mahasiswa mampu memahami hukum internasional atas Indonesia, sehingga ke depannya apabila insiden semacam ini kembali terjadi, mahasiswa tidak salah langkah dalam mengambil sikap,” tutupnya.

Penulis: Dian Putri Apriliani

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).