Menuju Women’s March, BEM FISIP Gelar Diskusi dan Agenda Turun Jalan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana diskusi berdikari ‘bersama mengkaji isu gender masa kini’ yang diadakan di Taman belakang FISIP UNAIR pada Kamis (25/04/2019). (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Agenda Pawai Perempuan atau Women’s March yang ada pada setiap tahunnya di bulan maret adalah unjuk rasa yang terjadi di beberapa kota hampir di seluruh dunia. Momen ini guna mempromosikan hak perempuan, reformasi imigrasi, dan hak-hak mengenai penyampaian pesan ketidakadilan rasial.

Sebagai mahasiswa dalam menyikapi hal tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Kementrian Politik dan Strategi (Polstrat) mengadakan diskusi berdikari (bersama mengkaji isu gender masa kini). Diskusi tersebut diselenggarakan pada Kamis (25/04/2019) di taman belakang FISIP UNAIR.

Hadir pada acara tersebut, pemantik diskusi di antaranya Ketua Himpunan Mahasiswa (KAHIMA) Administrasi Negara 2018 Renata Jati, dan Mahasiswa Hubungan Internasional Candra Hayu Prameswari. Diskusi ini digelar sebagai ajang bertukar pendapat mengenai feminisme sekaligus fokus nantinya pada acara menuju Women’s March Surabaya.

Dalam sambutannya, Menteri Polstrat BEM FISIP UNAIR Elni Nainggolan menjelaskan bahwa inti dari diskusi tersebut agar melahirkan suatu isu khusus dari FISIP dan UNAIR yang berkesesuaian dengan Women’s March. Berikutnya, hasil dari diskusi akan menjadi tuntutan yang akan dibawa ketika terjun ke jalan pada Minggu (28/4) besok.

“Mengingat Women’s March yang bertepatan besok Minggu, dirasa mahasiswa perlu turun. Karena ini merupakan gerakan khusus terlebih mengenai kesadaran, sekaligus merupakan pesan sebagai gerakan yang melawan budaya penindasan perempuan berbasis gender,” ungkapnya.

Lanjut dengan tukar pendapat, Renata membuka diskusi dengan memaparkan pengantar teori-teori feminisme kontemporer. Menurutnya, ada beberapa hal yang mendukung akan feminisme itu, yakni historis, teori sosal feminis, teori feminis dan perubahan ekonomi, serta hubungannya dengan politik.

Selain itu, Hayu juga menjelaskan akan pentingnya masalah anak, gender, dan multikulturalisme dilanjut dengan pembangunan berperspektif gender. Menurutnya, kesetaraan gender adalah inti masalah pembangunan dan sebuah tujuan pembangunan. Sedangkan, ketidaksetraan gender menurunkan kesejahteraan dan menghambat pembangunan itu sendiri.

Terakhir, diambillah kesimpulan dari diskusi tersebut yaitu dengan memunculkan Suara FISIP. Intinya, FISIP mengecam akan sulitnya akses perempuan dalam pendidikan, dibutuhkan pengadaan agenda penanaman wawasan gender dalam kaderisasi kampus, dan pembentukan iklim kampus yang ramah bagi seluruh mahasiswa. (*)

Penulis : Wildan Ibrahimsyah

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).