HMD Ilmu Sejarah Respon Tantangan Prodi Soshum Era Disrupsi dengan Diskusi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Antusias mahasiswa mengiuti diskusi panel yang digelar HMD Ilmu Sejarah pada Rabu malam (24/4/2019). (Foto : Istimewa)

UNAIR NEWS  – Memasuki era Revolusi Industri 4.0, sektor industri kini lebih menekankan otomasi komputer dalam kerangka kerjanya. Kebutuhan lapangan pekerjaan model lama (manual working) akan tergeser oleh sistem kerja berteknologi tinggi yang sarat akan penguasaan keterampilan khusus dan bekal ilmu sains tinggi.

Hal ini menyebabkan adanya oposisi biner antara lulusan program sosial humaniora (soshum) dengan lulusan sains dan teknologi (saintek) dalam konteks berburu kerja selepas kuliah yang selalu terjadi ketimpangan. Program studi soshum pun tidak ramai diminati oleh mahasiswa dibanding dengan program studi saintek.

Menyikapi hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar diskusi panel bertajuk Umur Pendek Humaniora pada Rabu (24/4/2019) di halaman FIB UNAIR.

Mengangkat kasus pemangkasan kuota program studi soshum oleh LPDP pada akhir 2017 lalu, penanggung jawab acara, Rafif Alim Rizqullah, menuturkan bahwa dari kasus tersebut terlihat adanya percampuran antara kepentingan birokrasi dan industri yang akhirnya merekonstruksi intensi dari pendidikan soshum itu sendiri.

Sementara itu, salah satu pemateri diskusi, Dian Handayani menuturkan bahwa ilmu soshum yang dekat dengan kebijakan publik sering dirasa tidak memiliki otonomi keilmuan. Sehingga seringkali, produk-produk soshum hanya menjadi alat legitimasi politis agar suatu regulasi terlihat ilmiah.

“Kalau ilmu saintek itu ilmunya praksis. Ada laboratorium yang konkret sebagai tempat praktiknya. Sedangkan untuk ilmu soshum laboratoriumnya abstrak,” imbuhnya.

Menjadi salah satu pemateri diskusi pula, mantan ketua HMD Ilmu Sejarah, Toni Prasetyo, menuturkan bahwa sebagai mahasiswa yang menekuni ilmu soshum, jangan hanya terpaku pada sektor formal belaka.

Menurut Toni, mahasiswa soshum harus bisa fleksibel mengikuti arus perkembangan zaman. Tidak hanya mengedepankan akademik saja, namun juga harus selalu sadar bahwa semakin hari, teknologi berkembang semakin pesat.

“Ilmu saintek dan soshum itu seharusnya bisa saling berkolaborasi dalam menghadapi revolusi industri 4.0 ini. Keduanya bisa bekerja sama untuk mengawal sektor industri yang berkemanusiaan,” imbuhnya.

Perlu diketahui, kegiatan diskusi tersebut merupakan program kerja HMD Ilmu Sejarah yang rutin diadakan setiap bulan dengan mengusung tema yang berbeda-beda. Tema yang diusung pada bulan ini merupakan bentuk peringatan terhadap hari Kekayaan Intelektual Dunia. (*)

Penulis: Shofiyyatul Mahrushah

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).