UNAIR NEWS – Menggali tema nasionalisme, Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR bersama Program Studi Pendidikan Sejarah UHAMKA mengadakan seminar sejarah bertajuk “Kebermaknaan Nasionalisme Dalam Perspektif Sejarah” di Aula Siti Parwati, FIB UNAIR, Senin (18/02).
Dalam acara tersebut, turut dihadirkan dua pembicara ahli, yakni Dekan FKIP UHAMKA, Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd dan Dosen Ilmu Sejarah FIB UNAIR, Eni Sugiarti, S.S., M.Hum. Keduanya dipandu oleh Edi Budi Santoso, S.S., M.Hum sebagai moderator.
Merujuk informasi di awal, Dekan FKIP UHAMKA, Dr. Desvian menjelaskan tentang warisan sejarah nasionalisme di Indonesia. Menurutnya, konsep nasionalisme yang berkembang di Eropa sejak abad ke-18, menyebar ke kawasan Asia-Afrika awal abad ke-20 sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Di Indonesia, Kata Desvian, nasionalisme terbentuk dari respon praktik kolonialisme Belanda yang mendorong para pemikir bangsa untuk membentuk gerakan organisasi dengan konsep ke-Indonesiaannya.
“Gerakan organisasi kebangsaan yang dipelopori Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Perhimpunan Indonesia, beserta tokoh-tokohnya itu adalah rahim yang melahirkan nasionalisme Indonesia,” Ujar Desvian.
Sementara itu, Dosen Ilmu Sejarah FIB UNAIR, Eni Sugiarti menyampaikan materinya yang berjudul “Membentuk Ke-Indonesian diatas tajamnya Pena: Fungsi Pers dan Peran Seniman Membangun Nasionalisme Indonesia”. Menurutnya, terbentuknya akar nasionalisme di Indonesia tidak terlepas dari peran pers dan seniman.
Lanjut Eni, pers merupakan media pergerakan yang masif dilakukan sebelum Indonesia merdeka. Dia mencontohkan, terdapat tiga media pers yang turut membantu pergerakan, yakni Memorie Der Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviashe Kolonie Courant.
Mengutip pernyataan Ben Anderson, Eni mengatakan bahwa nasionalisme di Indonesia hadir dari berbagai aspek, seperti pembuatan taman makam pahlawan, cenotaph (tugu peringatan tentara yang gugur), lagu kebangsaan, bendera nasional, kesamaan bahasa, dan kesepahaman agama.
“Hal-hal seperti inilah yang disebut sebagai akar budaya nasionalisme,” ucap Eni
Pengajar mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional (SPN) itu menambahkan, Ben Anderson mencoba menunjukkan dua bentuk pembayangan yang lain, yaitu melalui novel dan surat kabar. Kedua wahana itu, kata Eni, secara teknis dapat menampilkan keterwakilan kembali komunitas imaginatif yang disebut sebagai bangsa.
“Dengan itu, Anderson membuat kesimpulan kepada kita bahwa nasionalisme merupakan sesuatu yang diciptakan dan ia telah memberi tinjauan terhadap masa silam sekaligus memberi bayangan terhadap masa depan,” Tutup Eni.
Penulis : Fariz Ilham Rosyidi
Editor : Khefti Al Mawalia