Kata Mantan Ketua BPK soal OTT dan Status WTP Pemerintah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
MANTAN Ketua BPK Prof. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. BPK., menyampaikan orasi berjudul ”Pemeriksaan Keuangan Negara: Upaya Mewujudkan Pengelolaan Keuangan Negara untuk Kesejahteraan Rakyat” di Aula Garuda Mukti, Lantai 5, Kantor Manajemen Kampus C UNAIR pada Senin (26/11). Prof Harry dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. (Foto: Agus Irwanto)
MANTAN Ketua BPK Prof. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. BPK., menyampaikan orasi berjudul ”Pemeriksaan Keuangan Negara: Upaya Mewujudkan Pengelolaan Keuangan Negara untuk Kesejahteraan Rakyat” di Aula Garuda Mukti, Lantai 5, Kantor Manajemen Kampus C UNAIR pada Senin (26/11). Prof Harry dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. (Foto: Agus Irwanto)

UNAIR NEWS – Berdasar data KPK, Sejak Januari sampai Juli 2018, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) kepada 15 kepala daerah. Bahkan, KPK juga mengelar hal serupa kepada 2 anggota DPR, 1 hakim, dan 1 kepala lapas. Total, sepanjang Januari sampai Juli, KPK menggelar 18 OTT.

Namun, di sisi lain, pemerintah pada 2018 mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Anggapan dan pertanyaan miring terkait dengan penerbitan opini tersebut muncul di masyarakat. Hal itu tak berlebihan. Mantan Ketua BPK Prof. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. BPK., turut memunculkan pertanyaan itu dalam pengukuhan guru besarnya pada Senin (26/11).

Prof. Dr. Harry menjelaskan, semua unit pemerintahan dan lembaga negara yang memperoleh opini WTP dari BPK telah mengelola tanggung jawab keuangan negara dengan wajar dan memadai. Informasi terkait dengan itupun bersifat publik. Pengetahuan masyarakat tersebut juga menjadi bagian dari keterbukaan informasi hasil pemeriksaan APBD/N.

”Pemeriksaan BPK lebih dominan di keuangan, lalu PDTT (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu, Red), dan terakhir pemeriksaan kinerja,” ujar si Aula Garuda Mukti, Lantai 5, kantor Manajemen Kampus C UNAIR.

Menurut Prof Harry, tren hasil pemeriksaan keuangan pemerintah terus membaik. Misalnya, pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dari 2014, baru pada 2016 LKPP memperoleh opini WTP. Lalu bagaimana terkait dengan OTT?

”Kasus OTT umumnya menyangkut transaksi suap atau gratifikasi dari pihak ketiga kepada pejabat pemerintah atau pihak berwenang atas kewenangannya memberikan izin tertentu. Memutuskan sesuatu proyek pemerintah. Alokasi angaran dengan kickback. Dan, memenangkan perkara,” jelasnya.

”Intinya (OTT, Red) pemberian yang tidak sah kepada mereka yang memegang kekuasaan,” imbuhnya.

Untuk menyuap, ungkap Prof Harry, pihak ketiga tidak menggunakan uang negara yang diperiksa BPK. Sementara itu, opini WTP hanya berhubungan dengan pemeriksaan uang negara, tidak uang pihak ketiga.

Temuan BPK terhadap uang negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan ditidaklanjuti dapat berakhir pada penegakkan hukum. Hal itu menjadi salah satu upaya menekan kemudahan penyelewengan uang negara.

”Orientasi BPK adalah menegakkan hukum administrasi keuangan negara,” sebutnya.

”Sementara aparat penegak hukum (KPK, Red) memproses pidana atas uang negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan benar,” tambahnya.

Perlu diketahui, Prof. Dr. Harry dikukuhkan Universitas Airlangga menjadi guru besar ilmu ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Pengukuhan itu menambah panjang daftar guru besar yang dimiliki UNAIR. Yakni, menjadi guru besar ke-24 FEB dan ke-183 UNAIR. Dalam pengukuhannya, Prof Harry menyampaikan paparan atau orasi berjudul ”Pemeriksaan Keuangan Negara: Upaya Mewujudkan Pengelolaan Keuangan Negara untuk Kesejahteraan Rakyat”. (*)

 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).