Kemloko Jadi Desa Binaan Sastra Indonesia UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pelatihan macapat Serat Ambiya untuk anak-anak SD Desa Kemloko. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Praktik Kuliah Lapangan atau PKL diikuti sebanyak 30 mahasiswa dari program studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Tahun 2018 ini memasuki tahun kelima dilaksanakannya PLK dan pengmas di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.

Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi perintis desa binaan sejak tahun 2013, program studi pertama di FIB yg memiliki desa binaan. Setiap tahunnya, dilakukan PKL oleh mahasiswa di Desa Kemloko melalui mata kuliah folklore. Di sela-sela PKL diadakan pengabdian masyarakat oleh dosen.

Kali ini, pengabdian masyarakat dilakukan dalam bentuk pelatihan macapat Serat Ambiya yang ditujukan kepada anak-anak SD desa setempat. Dan juga sosialisasi teater candi Penataran. Pada pengmas tahun sebelumnya, terdapat pertunjukan sekaligus sosialisasi macapat dan Reog Bulkio sebagai warisan budaya asli Desa Kemloko.

Berbeda dari sebelumnya, pada PKL kali ini terdapat pengenalan ‘teater Penataran’. Pada Jumat (12/10) mahasiswa berkunjung ke kompleks candi Penataran dan melihat relief yang terdapat di dinding candi.

Melalui guide yang menjelaskan tentang relief candi, diharapkan mahasiswa dapat memiliki gambaran tentang isi cerita yang terdapat di dalamnya. Bukan hanya memahami isi cerita, namun dapat menarasikannya ke dalam naskah drama yang dapat dipentaskan menjadi sebuah pertunjukan teater.

Hingga PKL ini dilaksanakan, sudah dibuat naskah drama oleh Yus Winarko, seorang dalang asal desa setempat, sekaligus seorang guru SD dan pelaku seni. Naskah drama tersebut bercerita tentang Sri Tanjung, salah satu dari tujuh cerita yang diukir sebagai relief di dinding candi.

Ke depan, jika naskah drama ini sudah jadi, bisa dimainkan oleh anak-anak di Desa Kemloko sebagai pertunjukan dalam beberapa event desa yang digelar. Sehingga, cerita dari relief candi di Penataran dapat dengan mudah dipahami masyarakat karena divisualisasikan dalam bentuk pertunjukan.

Pada PKL hari kedua, Sabtu (13/10), mahasiswa diajari untuk menjadi local guide. Fungsinya, membantu para wisatawan untuk mencari tahu tempat dan fasilitas yang ada di Kemloko. Sehingga, mahasiswa dapat sekaligus mempromosikan Desa Kemloko melalui aplikasi Google Map.

Selain itu, sebagai desa binaan, Desa Kemloko juga dimanfaatkan oleh FIB menjadi tempat KKN mahasiswa asing. Seperti yang sudah memasuki batch ketiga yaitu KKN mahasiswa dari Brunei Darussalam.

“Sebagai mata kuliah, folklore bisa dipakai generasi sekarang agar lebih tahu tradisi yang kita (masyarakat, Red) miliki. Sementara orang asing sangat antusias dengan tradisi kita,” ujar pengampu mata kuliah folklor Dr. Trisna Kumalah Satya Dewi.

Sementara itu, Drs. Tubiyono, M.Si yang juga pengampu mata kuliah folklore berharap, ke depan Desa Kemloko menjadi desa wisata yang terintegrasi.

“Melalui PKL ini mudah-mudahan perguruan tinggi bisa menginspirasi. Ke depan harapannya Kemloko menjadi salah satu komunitas wisata yang terintegrasi, antara makam Bung Karno, candi Penataran, serta Kemloko sebagai desa binaan FIB. Sehingga PKL dan pengmas ini menjadi kontribusi positif untuk pemberdayaan masyarakat melalui wisata budaya,” terang Tubiyono.

Salah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Leonardo Hartono mengapresiasi PKL kali ini.

“Ada banyak hal baru yang saya temukan dalam PKL ini, salah satunya adalah tentang Reog Bulkiyo dan cerita yang melatar belakangi munculnya Reog Bulkiyo. Harapanya, akan lebih banyak daerah lain yang meniru Desa Kemloko dan melestarikan budaya setempat dengan mengembangkan desa-desa wisata budaya. Agar masyarakat tidak hanya mengenal wisata yang terlihat secara fisik namun juga warisan budayanya,” terang Leo, sapaan karibnya. (*)

Penulis: Binti. Q. Masruroh

Berita Terkait

Achmad Chasina Aula

Achmad Chasina Aula

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi