Diet pada Remaja Obesitas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Tribun

Remaja Indonesia cenderung memiliki perilaku makan yang tidak sehat, seperti mengkomsumsi minuman manis, fast-food, dan konsumsi sayuran/buah-buahan berserat yang sedikit, sehingga menyebabkan perubahan metabolisme tubuh yang memicu terjadinya obesitas. Obesitas merupakan interaksi antara pola diet, lingkungan dan faktor genetik. Survey nasional pada tahun 2018 menunjukkan kasus obesitas remaja meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir, yang disebabkan oleh kelebihan asupan karbohidrat, protein, atau lemak, yang oleh tubuh disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak di jaringan adiposa. Selama ini, penanganannya dilakukan dengan mengurangi asupan kalori dalam proporsi makro nutrien yang seimbang. Setiap orang memiliki pola dan kebiasaan diet yang berbeda-beda, termasuk pada remaja yang mengalami obesitas.

Dengan menggunakan kuisioner 24-jam recall, pada remaja obesitas usia 13-18 tahun di Surabaya dan Sidoarjo, sebagai lokasi pengamatan, diketahui rata-rata kalori yang dikonsumsi sebesar 2474.8±416 kkal/hari, komposisi paling besar adalah karbohidrat, yaitu 61.7% atau sebesar 383.9 gram, lemak 22.3% atau setara 66.8 gram, dan sisanya protein 15.3%. Proporsi dan kalori konsumsi makronutrien remaja obesitas, baik laki-laki maupun perempuan hampir mirip. Pada remaja laki-laki, total kalori yang dikonsumsi sebesar 2487 kkal, dengan proporsi 62.4% karbohidrat, 15.5% protein, dan 20.1% lemak; sementara pada remaja obesitas perempuan, kalori yang dikonsumsi hampir mirip, yaitu 2461.6 kkal, proporsi karbohidrat lebih kecil, yaitu 61.0%, 15.2% protein, sama dengan remaja laki-laki, namun konsumsi lemak lebih besar, yaitu 22.4%.

Dari pengamatan ini, diketahui, remaja usia kurang dari 15 tahun, rata-rata asupan makannya 2454.9 kkal, dengan proporsi karbohidrat 61.3%, protein 15.8%, dan lemak 21.1%. Sementara kelompok usia lebih dari 15 tahun, rata-rata asupan makanannya sebesar 2490.9 kkal, dengan asupan protein yang lebih rendah dari kelompok usia kurang dari 15 tahun, yaitu 14.9%, sementara karbohidrat 62,1%, dan lemak 14.6%. Meskipun studi mengenai pengaruh konsumsi karbohidrat terhadap kondisi obesitas masih menimbulkan perdebatan, namun obesitas disebabkan oleh meningkatnya konsumsi karbohidrat dan gula, sehingga konsumsinya perlu diperhatikan, apalagi pada usia remaja, yang rentan terhadap pola hidup tidak sehat dengan konsumsi gula dan karbohidrat, misal minuman manis. Diketahui bahwa konsumsi minuman manis meningkat sebesar 300% pada 20 tahun terakhir, dan 56-85% pengkonsumsinya adalah anak-anak usia sekolah, setidaknya sekali sehari, yang akan meningkatkan resiko obesitas setidaknya 1.6-kali. Hal ini disebabkan tingginya kadar gula, mudah haus dan nilai glycemic index yang tinggi. Diketahui bahwa nilai glycemic index berkontribusi pada kondisi obesitas, terutama pada peningkatan resistensi insulin dan kelebihan energi.

Dalam hal konsumsi protein, WHO merekomendasikan asupan protein pada remaja perempuan sebesar 0.8 gram/kg/hari, dan 1.0 gram/kg/hari untuk remaja laki-laki, karena tingginya kebutuhan protein untuk massa otot selama masa remaja dan perubahan hormon. Asupan protein remaja obesitas masih memenuhi rekomendasi asupan protein oleh IDAI, yaitu 15-20%, yang dapat diperoleh dari protein hewani (50%) seperti dari produk susu dan turunannya dan daging, serta protein nabati dari kacang-kacangan. Pada remaja, konsumsi produk susu dan turunannya menurun seiring pertambahan usia, dan sebagai gantinya, remaja mengkonsumsi minuman manis dan jus buah.

Berdasarkan rekomendasi IDAI, diet sehat anak usia 12–19 harus mengandung 50-60% karbohidrat, 30% lemak dan 15-20% protein, menunjukkan bahwa konsumsi karbohidrat pada remaja obesitas masih dalam komposisi yang direkomendasikan, meski asupan karbohidratnya masih sedikit diatas rekomendasi, sementara asupan lemaknya masih di bawah rekomendasi. Karena itu, disarankan untuk menambah asupan lemak yang berasal dari Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA), seperti omega-3 and omega-6. Kedua lemak ini bersifat anti-inflamasi yang cukup baik dalam mengendalikan adipokine yang bersifat pro-inflamasi, yang dihasilkan oleh hipertrofi sel-sel lemak, seperti IL-6, IL-1β, TNF-α.

Konsumsi rata-rata kalori subjek obesitas masih dalam kisaran normal, yaitu 2400–2650 kkal untuk remaja laki-laki, namun untuk remaja perempuan, IDAI merekomendasikan asupan kalori sebesar 2050–2100 kkal, yang sedikit lebih tinggi daripada rekomendasi tersebut. Selain asupan kalori, aktivitas fisik juga sangat mempengaruhi kondisi obesitas.

Menariknya, studi ini menemukan dua jenis pola diet yang tidak seimbang pada remaja obesitas, yaitu diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak yang ternyata mirip dengan pola konsumsi remaja Korea, sementara lainnya, diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat. Pada diet tinggi karbohidrat rendah lemak, makanan pokok berupa nasi. Ketidak seimbangan pola diet ini berakibat peningkatan kadar trigliserida, sementara HDL-c menurun.

Penulis: Nur Aisiyah Widjaja

Link jurnal: https://www.e-journal.unair.ac.id/MGI/article/view/27144

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp