Strategi Bisnis dan Persaingan Industri: Kasus Perusahaan Manufaktur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by KPPU

Globalisasi mengubah persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di dunia. Perusahaan dituntut untuk memenangkan persaingan di tingkat domestik dan mampu bertahan serta memenangkan persaingan di tingkat global. Persaingan ini membuat masalah strategi bisnis lebih penting bagi manajemen perusahaan. Kesalahan dalam mengambil pilihan strategi akan berakibat fatal untuk daya saing, bahkan kelangsungan hidup perusahaan. Dalam teori keunggulan kompetitif, dua pandangan muncul, yaitu pandangan berbasis sumber daya (teori RBV) dan teori industri/organisasi (model I/O). Dalam pandangan RBV, keberlanjutan dari keunggulan kompetitif organisasi ditentukan oleh sumber daya internal organisasi (Wernerfelt, 1984). Di sisi lain, model I/O memandang bahwa faktor-faktor di luar organisasi akan mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mempertahankan kinerja superiornya (Amit dan Schoemaker, 1993). Kedua teori tersebut kontradiktif, dan masing-masing memiliki pendukung. Namun, terlepas dari pandangan yang berbeda, tujuan yang ingin dicapai adalah sama, yaitu untuk memenangkan keunggulan kompetitif organisasi dengan memperoleh pengembalian di atas rata-rata.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan pada industri manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2011–2016. Industri manufaktur dipilih sebagai objek penelitian karena industri manufaktur memiliki proses yang kompleks yang dapat menggambarkan implementasi strategi bisnis yang lengkap. Juga, industri manufaktur diyakini memiliki aktivitas inovasi yang lebih tinggi dibandingkan sektor industri lainnya, hal tersebut dibuktikan dengan adanya aktivitas R&D yang lebih tinggi. Fenomena ini terlihat dari banyaknya paten yang diperoleh industri manufaktur (OECD, 2007).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Zhang (2016), yang menemukan bahwa perusahaan cenderung mengubah strategi dari prospectors (defenders) ke defenders (prospectors) sebagai tingkat persaingan yang lebih tinggi (rendah). Hasil Zhang (2016) mengkonfirmasi pandangan Schumpeterian (1943), yang menyatakan bahwa prospektor memiliki kinerja yang lebih baik jika pasar semakin monopolistik (tingkat persaingan rendah). Perbedaan hasil ini bisa jadi karena adanya perbedaan objek penelitian. Di Indonesia, kehadiran Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan bahwa KPPU memantau tingkat persaingan untuk mencegah praktik monopoli. Mungkin kondisi ini menyebabkan tingkat persaingan bisnis tidak dapat memoderasi hubungan antara strategi bisnis dan kinerja.

Secara keseluruhan, untuk perusahaan manufaktur, pengujian menunjukkan bahwa pilihan strategi perusahaan mempengaruhi kinerja akuntansi, terutama selama dua tahun ke depan. Hasil pengujian ini menunjukkan koefisien STRAT yang positif dan signifikan, yang menunjukkan bahwa prospectors memiliki kinerja yang lebih baik daripada defenders dalam hal kinerja akuntansi, terutama ROA. Temuan ini sejalan dengan penelitian Parnell (2010), yang menyatakan bahwa kinerja prospectors lebih baik daripada jenis strategi lainnya, dimana prospectors memiliki kinerja yang sedikit lebih baik daripada defenders dan penganalisa dan banyak lagi yang lebih baik dari reaktor.

Akan tetapi tingkat persaingan industri tidak berpengaruh signifikan terhadap ROE dikarenakan tingkat persaingan industri hanya mempengaruhi kinerja internal perusahaan (ROA) tetapi tidak mempengaruhi profitabilitas dari sudut pandang kinerja pemegang saham (ROE). Secara keseluruhan, tingkat persaingan industri tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil ini sejalan dengan Jermias (2007). Hal ini dimungkinkan karena hubungan

antara tingkat persaingan industri dan kinerja perusahaan tidak murni linier. Dalam studi mereka, Aghion et al. (2005) menemukan bahwa hubungan antara kinerja dan strategi perusahaan adalah U terbalik. Semakin tinggi persaingan, semakin tinggi kinerjanya adalah sampai pada titik tertentu, persaingan yang meningkat akan mengurangi kinerja. Aghion dkk. (2005) berpendapat bahwa persaingan yang meningkat akan memungkinkan perusahaan untuk berintegrasi dengan mengizinkan pemasok yang tidak terintegrasi untuk menikmati surplus inovasi setelah titik optimal.

Hasil penelitian ini membawa implikasi bagi perusahaan manufaktur. Strategi bisnis prospectors lebih baik daripada defenders dalam hal kinerja akuntansi yang diukur dengan ROA dan ROE, terutama selama dua tahun ke depan. Hasil ini menyiratkan bahwa strategi perusahaan harus dievaluasi setidaknya setiap dua tahun. Setelah dua tahun, strategi bisnis yang sama tidak akan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara efektif. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah strategi yang diterapkan oleh suatu perusahaan harus dapat menghasilkan laba karena pasar lebih merespon profitabilitas daripada merespon langsung ke strategi.

Penulis: Felizia Arni Rudiawarni, Bambang Tjahjadi, Dian Agustia, Noorlailie Soewarno

Judul jurnal: Business strategy and industrial competition: The case of manufacturing companies

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp