Hubungan Ketersediaan Sanitasi Dasar terhadap Status Gizi Baduta

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh klasika.kompas.id

Riset Kesehatan dasar di Indonesia tahun 2018 menyatakan bahwa presentase gizi buruk pada balita usia 0-23 bulan di Indonesia adalah 3,8%, sedangkan presentase gizi kurang adalah 11,4%. Indonesia memiliki masalah yang cukup besar dari status gizi, terutama stunting dan gizi kurang. Prevalensi stunting pada baduta pada tahun 2017 berdasarkan Profil Anak Indonesia 2018 sebesar 28%22. Sedangkan, jumlah anak baduta yang memiliki status gizi sangat pendek atau pendek di Indonesia sebesar 29,9%. Kekurangan gizi pada anak di bawah lima tahun mengakibatkan kematian pada 45% dari 5 juta kematian dan melibatkan 155 balita mengalami kegagalan pertumbuhan linear.

Status gizi kurang pada baduta dapat menyebabkan keterlambatan kemampuan motorik, pertumbuhan otak terhambat, daya tahan tubuh menurun, dan pertumbuhan fisik baduta terhambat. Pada wilayah Jawa Timur jumlah balita yang memiliki proporsi gizi kurang sekitar 14%. Sanitasi lingkungan yang buruk menimbulkan keberadaan bakteri yang dapat menggunakan tubuh anak menjadi inang untuk tempat berkembang biak dan reproduksi hingga anak akan mengalami berbagai penyakit seperti diare, pneumonia, dan penyakit yang mempengaruhi gizi anak, yaitu malnutrisi, stunting, gizi kurang, hingga gizi buruk.

Data dari Puskesmas Purwosari tahun 2019 terdapat jumlah kasus gizi kurang pada baduta sebanyak 11 anak dan data dari posyandu Desa Pelem, salah satu desa di Kecamatan Purwosari, menyatakan bahwa terdapat 8 baduta (15,7%) yang memiliki status kurang gizi. Beberapa faktor yang menyebabkan baduta mengalami status gizi kurang yaitu ketersediaan jamban sehat, kepemilikan SPAL, dan sumber air bersih di Desa Pelem masih rendah. Jumlah baduta yang memiliki status gizi kurang cukup besar yang membuat kami ingin mengetahui apakah faktor yaitu ketersediaan jamban sehat, kepemilikan SPAL, dan sumber air bersih sejalan dengan status gizi pada baduta.

Metode dan Hasil

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak yang berusia 0 – 24 bulan (baduta) yang berasal dari Desa Pelem. Subjek pada penelitian ini yaitu data anak baduta di Desa Pelem dengan jumlah sebanyak 51 anak. Metode pengambilan data dengan cara wawancara dan observasi secara langsung menggunakan instrumen lembar observasi dan kuesioner.

Mayoritas masyarakat Desa Pelem mengambil sumber air bersih yang berasal dari sumur (94,0%). Jumlah rumah tangga yang telah memiliki jamban sehat hanya 60,7% dan sebesar 58,8% belum memiliki SPAL. Persentase baduta yang memiliki status gizi kurang sebesar 15,7%.

Sumber air yang digunakan oleh masyarakat Desa Pelem dapat dikatakan aman  meskipun menggunakan air sumur karena memiliki akses yang disalurkan ke tempat tinggal dan masyarakat akan mengonsumsi jika air sumur tersebut telah matang. Sedangkan beberapa rumah di Desa Pelem memiliki jamban yang kurang sehat, tidak tersedia sabun, lantai jamban kotor, serta kebersihan WC masih kurang meskipun jenis jamban yang digunakan oleh masyarakat Desa Pelem yaitu leher angsa yang mana jenis ini merupakan jenis jamban yang disarankan. Selain itu, mayoritas rumah di Desa Pelem belum memiliki SPAL tertutup. SPAL yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pelem tidak berbau dan tidak mengalir, sehingga hal tersebut akan memperburuk kualitas badan air. Kondisi sanitasi yang buruk dan dapat menganggu penyerapan nutrisi, sehingga besar kemungkinan baduta memiliki status gizi kurang.

Penutup

Penelitian terhadap faktor risiko ketersediaan sanitasi dasar dengan status gizi baduta menunjukkan bahwa sanitasi dasar merupakan salah faktor yang tidak langsung mempengaruhi status gizi pada baduta terutama ketersediaan jamban dan SPAL. Sehingga penting untuk selalu menjaga sanitasi dasar lingkungan tetap sehat agar perkembangan dan pertumbuhan baduta baik. Ketersediaan jamban dan SPAL perlu untuk ditingkatkan serta edukasi mengenai jenis jamban yang sehat dan pentingnya SPAL bagi setiap rumah. Pemerintah Desa Pelem dapat bekerjasama dengan puskesmas Purwosari dan ibu kader untuk melakukan sosialisasi mengenai penyediaan jamban yang sehat dan SPAL yang hygiene. Puskesmas, Polindes, Bidan Desa, dan Kader diharapkan saling bekerja sama untuk melaksanakan program promosi kesehatan dalam meningkatkan pemahaman kesehatan pada masyarakat.

Penulis: Khuliyah Candraning Diyanah, S.KM., M.KL.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/39679/21002

Basyariyah Q, Diyanah KC, Pawitra AS. Hubungan Ketersediaan Sanitasi Dasar terhadap Status

Gizi  Baduta  di  Desa  Pelem,  Bojonegoro.  Jurnal  Kesehatan  Lingkungan  Indonesia  [Online].  2022  Feb;21(1):18-26. https://doi.org/10.14710/jkli.21.1.18-26

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp