Stigma dan Tingkat Kecemasan dengan Kepatuhan Jadwal Pengobatan Penderita HIV/AIDS di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Tirto ID

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) adalah penyakit kronis yang menyerang kekebalan tubuh manusia (imunosupresi). Kondisi paling berbahaya dari penderita HIV/AIDS termasuk melemahnya sistem kekebalan tubuh. Seiring waktu, HIV menyerang sel CD4 tubuh yang memainkan peran penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh yang sehat. Penderita HIV/AIDS tidak hanya memiliki masalah dengan kondisi fisiknya, tetapi juga menghadapi masalah sosial yang cukup memprihatinkan akibat stigma terhadap penyakit ini. Masyarakat menciptakan situasi yang memalukan bagi pasien HIV/AIDS karena mereka memperlakukan mereka sebagai orang buangan dari masyarakat, karena mereka menganggap mereka bertanggung jawab atas penularan HIV/AIDS. Akibatnya penderita HIV/AIDS terisolasi dan mendapatkan perilaku diskriminatif dari masyarakat. Situasi penderita HIV/AIDS sangat kompleks, selain harus menghadapi penyakitnya juga harus menghadapi stigma dan aib masyarakat sehingga menimbulkan perasaan cemas dan reaksi negatif. Akibatnya, mereka tidak meminum obat secara teratur, terutama jika berada di luar lingkungan karena takut terpapar status HIV.

Stigma yang dirasakan oleh penderita HIV/AIDS menimbulkan perasaan tidak mampu, stres, depresi, rasa bersalah, dan kecemasan sehingga mereka tidak dapat mengakses layanan kesehatan . Ketakutan ini dianggap sebagai penyebab penularan HIV. Penelitian yang dilakukan oleh Habibi dan Supodo, (2020) pada penderita HIV/AIDS di Kendari dengan jumlah 48 responden menunjukkan terdapat 17 responden (35,5%) penderita HIV/AIDS dengan stigma tidak patuh pengobatan ARV dan 31 responden (35,5%) penderita HIV/AIDS di Kendari. responden (64,5%) yang mengikuti pengobatan ARV. Penelitian ini membuktikan bahwa penderita HIV/AIDS dengan stigma takut mengkonsumsi narkoba di depan teman-temannya atau juga takut ditanyai tentang penyakitnya di lingkungan kerjanya. Peran perawat dalam pelayanan kesehatan antara lain menjaga kebutuhan biologis, strategi koping, dan memberikan dukungan sosial dan dukungan spiritual kepada pasien HIV/AIDS yang sangat diperlukan selama perawatan. Perawat memiliki peran penting dalam manajemen stres, terutama dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping konstruktif untuk mempercepat respon adaptif pasien terhadap penyakit.

Stigma merupakan hambatan yang signifikan bagi penderita HIV/AIDS untuk mencegah dan mengobati HIV/AIDS. Perawat sebagai konselor dan edukator bagi pasien HIV/AIDS berperan penting dalam strategi koping pasien HIV/AIDS, antara lain memfasilitasi sumber potensi diri sehingga terjadi respon penerimaan sesuai tahapan Kubler-Ros, teknik pemecahan masalah kognitif, dan teknik behavioral, yaitu mengajarkan perilaku yang mendukung penyembuhan. Respon adaptif psikososial (penerimaan diri) terhadap stigma menimbulkan perasaan dan reaksi cemas. Penderita HIV/AIDS diharapkan memiliki koping yang konstruktif sehingga kecemasan berkurang dan berdampak pada interaksi sosial yang positif dengan keluarga, teman, dan masyarakat. Berkurangnya stigma pada masyarakat penderita HIV/AIDS akan menurunkan tingkat kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara stigma dan kecemasan dengan kepatuhan terhadap jadwal pengobatan pasien HIV/AIDS di Surabaya, Indonesia.

Stigma dan kecemasan sering dirasakan oleh penderita HIV/AIDS dengan lamanya menjalani pengobatan ARV di Poliklinik VCT RSJ Menur Surabaya selama 0-5 tahun. Hal ini dikarenakan seorang penderita HIV/AIDS masih dalam proses adaptasi untuk mengatasi penyakit dan pengobatannya. Tekanan psikologis dan sosial pada masa-masa awal pengobatan menimbulkan kecemasan bagi penderita HIV/AIDS akibat penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang dan fakta bahwa HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. Selain itu, stigma yang dirasakan menimbulkan perasaan takut dikucilkan dan kehilangan pekerjaan. Perasaan stigma yang dirasakan oleh penderita HIV/AIDS dan tingkat kecemasan mempengaruhi kepatuhan terhadap jadwal pengobatan penderita HIV/AIDS.

Temuan menunjukkan bahwa pasien merasa cemas ketika baru didiagnosis karena khawatir dengan kondisi kesehatannya di masa depan, dan juga tanggapan dari keluarga dan lingkungan tentang penyakitnya, dan lingkungan kerjanya. Kecemasan, ketakutan akan kematian, stigmatisasi, dan diskriminasi muncul karena persepsi negatif tentang HIV/AIDS, perasaan takut, dan penghindaran yang berlebihan pada pasien. Pasien yang didiagnosis dengan HIV/AIDS mengalami kecemasan yang parah, ketika mereka didiagnosis dengan AIDS. Berdasarkan banyak hasil penelitian, mereka belum bisa menerima kondisi dan fakta bahwa mereka terinfeksi HIV/AIDS. Setelah beberapa bulan dengan beberapa pendekatan yang tepat, mereka hanya dapat menerima fakta ini dan mulai mencoba terapi HIV (28). Dalam studi ini. Ditemukan juga beberapa efek kecemasan yang dialami pasien, antara lain gangguan mental, kurang konsentrasi, depresi, perasaan bersalah, menutup diri, pikiran tidak teratur, kehilangan kemampuan persepsi, fobia, ilusi dan halusinasi, kecemasan, kemarahan, dan tindakan bunuh diri.

Penulis: Nuh Huda, Nursalam, Tintin Sukartini, Erna Heny Trisusanti, Ninik Ambar Sari, Ceria Nurhayati, Sri Anik Rustini

Link Journal:

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2022012610452038_0770.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp