Dukungan Perawat terhadap Pemberdayaan Kader Kesehatan dan Pengaruhnya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Siedoo

Kader human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS) sebagai mitra perawat komunitas memobilisasi residen dan komunitas. Mereka bertugas dalam upaya membantu menangani masalah HIV. Kehadiran kader mengatasi kekurangan tenaga kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ini karena distribusi yang tidak merata dan kebutuhan untuk mempercepat kemajuan menuju kesehatan universal. Secara global, terdapat lebih dari 5 juta tenaga kesehatan masyarakat yang aktif dan terbukti efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat [1]. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam berbagai program penanggulangan masalah kesehatan telah menghemat banyak biaya [2]. Keterlibatan kader terjadi ketika ada kepekaan terhadap berbagai kebutuhan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai kelompok rentan di masyarakat. Tingkat keterlibatan ini dapat berkembang dari sekadar menerima informasi, konsultasi, kolaborasi, dan kontrol [3].

Kegiatan kader meliputi pemberian informasi kepada masyarakat serta sosialisasi kepada masyarakat yang merupakan masalah sistemik yang terjadi pada sistem kesehatan yang lemah [3], [4]. Studi menunjukkan bahwa kader kesehatan telah berhasil meningkatkan akses layanan kesehatan, meningkatkan program pencegahan penularan HIV di kalangan perempuan, dan menurunkan angka kematian HIV/AIDS [5], [6]. Di Indonesia, peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013. Kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS disebutkan dalam pasal 51 ayat 1 bahwa masyarakat berpartisipasi meliputi: (1) Mempromosikan perilaku hidup sehat; (2) peningkatan ketahanan keluarga; (3) mencegah stigma dan diskriminasi terhadap Odha dan keluarganya; (4) membentuk dan mengembangkan warga lokal yang peduli AIDS; dan (5) mendorong anggota masyarakat yang berpotensi melakukan tindakan berisiko tertular HIV untuk memeriksakan diri ke fasilitas layanan konseling dan tes sukarela. Masyarakat perlu diberdayakan melalui serangkaian intervensi untuk meningkatkan kapasitas diri atau kelompoknya [3].

Unsur kader kesehatan HIV/AIDS di Kabupaten Kudus terdiri dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), Warga Peduli AIDS (WPA), dan Keluarga Pendamping Program (PKH). Setiap elemen kader HIV/AIDS memiliki sejarah yang berbeda-beda. Kader PKH adalah pendamping sosial bagi keluarga miskin atau penerima manfaat. Tugas utamanya adalah memediasi, memfasilitasi, dan mengadvokasi perubahan perilaku keluarga. Mereka direkrut dan menerima kompensasi gaji oleh Kementerian Sosial dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial. Kader KDS terbentuk atas inisiasi sesama penderita HIV/AIDS sebagai komunitas sosial untuk berbagi pengalaman hidup. Sebagian besar kader KDS merupakan relawan tanpa kompensasi gaji, namun tiga diantaranya direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus sebagai tenaga penyuluhan dan pendamping ODHA. Mereka menggalang solidaritas dan saling membantu sesama ODHA penderita. Sedangkan kader WPA merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam masalah kesehatan HIV/AIDS, relawan tanpa kompensasi gaji. Pembentukan kader ini diprakarsai oleh lembaga swadaya masyarakat. Perawat memiliki kompetensi untuk memperkuat program pelayanan terkait HIV/AIDS, mengawal reformasi kebijakan dan regulasi dalam rangka alih tugas, pembagian tugas, dan ruang lingkup praktik keperawatan [7]. Perawat mengembangkan pemberdayaan kader kesehatan HIV/AIDS dengan kemitraan sebagai upaya mengatasi masalah epidemi HIV/AIDS.

Pemberdayaan dipahami sebagai hasil dan sebagai “mediator.” Transformasi terjadi ketika hubungan yang baik (hubungan yang benar) antara satu dan lebih tingkat sistem manusia dan perawat sebagai agen perubahan mempromosikan perawatan tanpa penilaian [8]. Hubungan yang baik didefinisikan sebagai semua pola organisasi dalam sistem yang mendukung, mendorong, memungkinkan, atau menghasilkan transendensi dan aktualisasi diri [9]. Jika hubungan yang baik tidak terjalin, maka potensi anggota masyarakat untuk berpartisipasi secara sadar dalam perubahan tidak dapat sepenuhnya diberdayakan. Penelitian sebelumnya menyarankan model filosofis pemberdayaan kader kesehatan dengan membangun pelayanan kesehatan masyarakat sebagai mitra [10]. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, peran perawat sebagai tenaga kesehatan sangat penting untuk mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan kader. Berbagai dukungan diperlukan untuk meningkatkan kapasitas kader dalam mendampingi dan mendampingi kebutuhan perempuan HIV/AIDS di wilayahnya. Namun seberapa besar dukungan perawat dalam pemberdayaan kader HIV/AIDS belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan perawat dan pemberdayaan kader terhadap kemampuan kader HIV/AIDS mendampingi ibu HIV/AIDS.

Penulis: Ernawati Ernawati, Nursalam Nursalam, Shimarti Rukmini Devy, Edy Soesanto, Sri Rejeki

Link Jurnal:

https://oamjms.eu/index.php/mjms/article/view/6589

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp