Ahli Hukum Kebijakan Publik: Tak Hanya Lingkungan, Persoalan Wadas Melibatkan HAM

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dr. Emanuel Sujatmoko menjelaskan Aspek Hukum Pertambangan Dalam Kegiatan Pembangunan Strategis Nasional dalam webinar yang disiarkan melalui Zoom dan Youtube. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Ahli Hukum Kebijakan Publik UNAIR Dr Emanuel Sujatmoko mengakui telah mengikuti persoalan wadas baik dari sisi politik, ekonomi, maupun sosiologi. Sebagai salah satu narasumber dalam webinar yang diselenggarakan oleh Departemen Hukum Administrasi Fakultas Hukum UNAIR, ia lebih mengarahkan pembahasan pada hubungan antara pertambangan yang ada di Wadas dengan kebijakan pembangunan Bendungan Bener

Pada kesempatan itu, ia mengawali paparan seputar Bendungan Bener, karena memiliki peran penting dalam kehidupan di Wadas. Bendungan tersebut, sambungnya, berguna untuk mengairi, mengurangi debit banjir, menyediakan asupan air baku, dan diharapkan juga menyediakan tenaga listrik. 

“Sehingga, pembangunan Bendungan Bener memerlukan bahan seperti batu-batuan untuk menopang kelanjutan bendungan,” kata Dr Emanuel saat hadir pada webinar Pengadaan Tanah Untuk Usaha Pertambangan Dalam Rangka Pembangunan Strategis Nasional: Tinjauan Terhadap Peristiwa Wadas pada Rabu (2/03/2022). 

Jarak dari Desa Wadas hingga Bendungan Bener mencapai 11,9 kilometer, menurut Dr Emanuel, Wadas tidak termasuk bagian dari pembangunan bendungan Bener. Namun, batu-batuan yang berada di kawasan Wadas berpotensi menjadi bahan pertambangan. Tidak hanya itu, Dr Emanuel mengingatkan, setiap pertambangan membutuhkan izin dari pejabat yang berwenang. Dalam peraturan yang berkaitan dengan izin pertambangan, sambungnya, pemerintah pusat memiliki kewenangan ini dan dapat melimpahkan kepada provinsi. 

“Sebelum dikeluarkan izin pertambangan, harus ada penetapan wilayah pertambangan yang ditentukan oleh pemerintah pusat, khususnya kementerian. Perlu adanya sosialisasi, apabila memang desa Wadas akan dijadikan sumber perolehan batu untuk pembangunan Bendungan Bener harus transparan serta telah dikomunikasikan kepada masyarakat,” jelasnya.

Secara langsung, lanjut Dr Emanuel, masyarakat desa Wadas terkena dampak akan pertambangan tersebut. Aspek ekologi, ekonomi, hingga hak asasi manusia, serta sosial budaya yang berhubungan dengan lingkungan ikut berubah kedepannya. 

“Pada beberapa media, masyarakat tampak memohon kepada gubernur untuk mencabut keputusan pertambangan. Persoalan Wadas merupakan kewenangan kementerian, karena wilayah pertambangan masuk ke kategori tata ruang. Terlampir juga surat yang menyatakan bahwa pertambangan itu tidak ada izin dari pihak terkait,” ujarnya.

Pada akhir, Dr Emanuel mengatakan, untuk melakukan penetapan wilayah pertambangan, terdapat syarat-syarat, komunikasi yang harus dilakukan sebelum pertambangan terjadi. Selain itu, asas legalitas termasuk legalitas kewenangan, legalitas substansi, dan legalitas prosedur yang harus dipenuhi.

“Pertambangan tanpa izin sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, persoalan Wadas melibatkan hak asasi manusia terutama faktor keterbukaan, partisipasi dimana masyarakat patut didengarkan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” terangnya.

Penulis: Balqis Primasari

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp