Fagositosis dan Pembunuhan Intraseluler Pasteurella Multocida B:2 oleh Makrofag

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by 1000guru

Pasteurella multocida B:2 merupakan bakteri Gram negatif penyebab hemoragik septikemia (HS) pada kerbau dan sapi. Hal ini sering dikaitkan dengan wabah penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi, menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi. Meskipun merupakan penyakit septikemia, saluran pernapasan dipastikan sebagai rute infeksi yang paling penting. Patogen masuk ke saluran pernapasan bagian atas dan bertranslokasi ke saluran pernapasan bagian bawah melalui saluran pernapasan. Di paru-paru, bakteri ini berkembang biak dengan cepat dan menyebabkan pneumonia berat dan endotoksemia. Pneumonia ditandai dengan perdarahan paru yang parah, kongesti, dan infiltrasi makrofag dan neutrofil.

Meskipun kerbau dan sapi rentan terhadap infeksi P. multocida B:2, secara epidemiologis dan eksperimental terbukti bahwa kerbau secara signifikan lebih rentan terhadap HS daripada sapi.   Meskipun alasan untuk ini saat ini tidak diketahui secara pasti, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perbedaan imun fisiologis pada saluran pernapasan antara kedua spesies ini dapat memainkan peranan penting.  Di paru-paru, sel-sel yang berkontribusi pada sistem kekebalan paru termasuk limfosit agregat yang dikenal sebagai bronchus-associated lymphoid tissue  dan makrofag yang terdiri dari makrofag alveolar dan makrofag turunan monosit (monocyte-derived macrophages). Limfosit berkontribusi pada imunitas mukosa pernapasan melalui produksi imunoglobulin sedangkan fungsi makrofag dalam fagositosis, presentasi antigen, produksi sitokin, dan perkembangan inflamasi. Patogenesis HS melibatkan kematian banyak makrofag, terutama karena efek endotoksin yang dihasilkan oleh P. multocida.

Infiltrasi makrofag ke dalam paru-paru kerbau dan sapi dengan HS telah dijelaskan sebelumnya. Pengamatan antigen P. multocida B:2 dalam sitoplasma makrofag hewan karier menunjukkan bahwa sel-sel kekebalan ini memainkan peran kunci dalam HS, mungkin dalam menentukan hasil interaksi host-patogen. Hasil dari studi banding ini dapat memberikan penjelasan yang signifikan tentang perbedaan kerentanan antara kedua spesies ini dan informasi yang dapat digunakan untuk merancang protokol pencegahan terhadap penyakit ini di masa depan. Ini dapat mencakup manipulasi sitokin yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dimana makrofag dari kedua spesies dapat mengeliminasi P. multocida B:2 dan juga pencegahan kegagalan multiorgan karena septikemia.  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan efisiensi in vitro dimana makrofag kerbau dan sapi dapat bertindak terhadap P. multocida B:2 untuk menjelaskan perbedaan kerentanan kedua spesies ini terhadap HS.

Tiga ekor kerbau sehat dan tiga ekor sapi sehat berumur 9 bulan tanpa riwayat vaksinasi HS dipilih untuk penelitian ini. P. multocida B:2  yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah diisolasi dari KLB HS di Malaysia. Bakteri disimpan pada suhu -80 ° C, dicairkan, dan diinokulasi secara intraperitoneal ke tikus untuk mencapai virulensi penuh. Bakteri kemudian dikonfirmasi sebagai P. multocida B:2 menggunakan Polymerase Chain Reaction. Konsentrasi bakteri dihitung menggunakan metode pengenceran serial, dan konsentrasi bakteri disesuaikan dengan dosis infektif 1×106 CFU/ml. Larutan tersebut kemudian disuspensikan kembali dalam media Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640 (Gibco, USA) dan digunakan sebagai inokulum.  Makrofag kerbau dan sapi diperoleh dari monosit (monocyte-derived macrophages) dan disiapkan sebagai kultur sel. Secara singkat, kultur makrofag dari masing-masing spesies dibagi menjadi dua kelompok besar. Satu kelompok dipapar P. multocida B:2 hidup, sedangkan kelompok satunya tidak dipapar tetapi hanya dipelihara di media pemeliharaan sebagai kontrol negatif.  Makrofag tersebut dipapar dengan 1×106 CFU/mL P. multocida B:2 hidup sebelum sel dipanen pada 0, 30, 60, dan 120 menit pasca-paparan dan dilihat di bawah mikroskop fluoresen untuk menghitung viabel dan non-viabel makrofag dan makrofag yang sedang menfagositosis sel P. multocida B:2. Fagositosis, pembunuhan bakteri intraseluler, dan tingkat kematian makrofag dihitung dan dibandingkan antara dua spesies dan titik pengambilan sampel.

Hasil pengamatan menunjukkan tingkat fagositosis, pembunuhan intraseluler, dan kematian makrofag meningkat dengan waktu paparan untuk kedua spesies hewan. Tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) yang dicatat antara tingkat fagositosis oleh makrofag kerbau dan sapi selama percobaan. Namun, tingkat pembunuhan intraseluler secara signifikan (p<0,05) lebih tinggi pada makrofag sapi pada 30 menit dan 120 menit pasca paparan dibandingkan dengan kerbau. Tingkat kematian makrofag kerbau secara signifikan (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan sapi pada 60 menit dan 120 menit pasca paparan.

Studi ini mengungkapkan temuan menarik yang menjelaskan perbedaan kerentanan kerbau dan sapi terhadap HS, selain juga menimbulkan banyak pertanyaan, terutama tentang fenotipe makrofag dan mekanisme kematian makrofag. Studi in vitro ini mengungkapkan bahwa makrofag kerbau dan sapi memiliki tingkat efisiensi yang berbeda dalam hal respon mereka terhadap infeksi oleh P. multocida B:2. Meskipun tingkat fagositosis oleh makrofag kerbau dan sapi serupa, makrofag sapi menunjukkan pembunuhan intraseluler yang jauh lebih efisien dan resistensi terhadap kematian dibandingkan dengan kerbau. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang fenotipe makrofag dan mekanisme kematian makrofag, yang selanjutnya dapat menjelaskan perbedaan antara kerentanan kerbau dan sapi terhadap HS.

Penulis: Yulianna Puspitasari

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di:

http://www.veterinaryworld.org/Vol.15/February-2022/6.pdf

doi: www.doi.org/10.14202/vetworld.2022.275-280

Hasnan Q, Puspitasari Y, Othman S, Zamri-Saad M, Salleh A (2022) Phagocytosis and intracellular killing of Pasteurella multocida B:2 by macrophages: A comparative study between buffalo and cattle, Veterinary World, 15(2): 275-280.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp