Apakah Tingkat Pengetahuan Agama Mempengaruhi Asosiasi Merek dan Niat Membeli Barang Mewah Mobil? Lexus Mobil di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Caroline

Indonesia kini menjadi pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara selama empat tahun terakhir (Association of Southeast Asian Nations Automotive Federation, 2020). Merek mewah Toyota “Lexus” mulai menjual mobil mewah LM350 multipurpose vehicle (MPV) di Indonesia mulai Juni 2020. Kehadiran LM350 menjadi amunisi baru bagi Lexus di Indonesia untuk memacu penjualannya. Data yang dihimpun Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan, antara Januari–Mei 2020, total penjualan ritel Lexus Indonesia sebanyak 351 unit (www.motoris.id). Besarnya potensi pasar di Indonesia membuat para pemain global di industri otomotif seperti Honda, Yamaha, Toyota dan Daihatsu terus bersaing memperebutkan pangsa pasar yang lebih besar di industri otomotif di Indonesia. Belakangan ini, bahkan merek otomotif kelas premium seperti Mercedez-Benz, BMW, Audi dan Lexus juga berlomba-lomba menjadi pemain utama industri otomotif sekelasnya di Indonesia.

Di segmen mobil mewah, potensi pasarnya cukup besar mengingat semakin banyaknya populasi kelas atas dan menengah di masyarakat Indonesia. Namun, pangsa segmen mobil mewah masih kecil yakni sekitar 1,0% dari total pasar otomotif nasional. Menariknya, pasar mobil kelas premium yang selama ini didominasi oleh produsen mobil Eropa dan Jerman, memiliki pesaing baru yakni Lexus yang merupakan merek premium buatan Jepang. Toyota yang merupakan pemain utama di pasar menengah ke atas telah memperkenalkan Lexus sebagai merek mobil mewah kelas premium yang kini mampu bersaing dengan mobil mewah buatan Eropa seperti Mercedez-Benz dan BMW. Sejak diperkenalkan ke pasar mobil Indonesia pada tahun 2007, Lexus saat ini menempati urutan ketiga dalam total penjualan setelah Mercedez-Benz dan BMW. Dari sisi pertumbuhan penjualan. Pendatang baru ke pasar mobil seperti Lexus diperkirakan akan menghadapi persaingan yang ketat, terutama dari pemain lama yang sudah lama hadir dan lebih dikenal di kalangan pelanggan. Perusahaan baru harus mampu memposisikan diri dan membentuk asosiasi merek yang kuat dan positif di benak konsumen.

Menurut Ratnasari dkk. (2019a, 2019b) dan Ratnasari dan Rahmadani (2020), konsumen adalah pengontrol kinerja yang dihasilkan oleh penyedia layanan atau produk. Asosiasi merek yang terbentuk kemudian dievaluasi secara keseluruhan oleh konsumen melalui tiga komponen yang membentuk sikap konsumen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Komponen kognitif berupa pengetahuan dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek. Semakin positif pengetahuan dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek atau produk, maka konsumen akan semakin mudah mengingat merek tersebut. Komponen afektif mewakili reaksi emosi dan perasaan konsumen terhadap suatu merek, sedangkan komponen perilaku mewakili kejelasan perilaku individu terhadap suatu merek (Aaker, 1996). Atribusi merek, manfaat dan sikap adalah sub-faktor penting dari asosiasi merek yang mempengaruhi identifikasi diri merek. Asosiasi merek mempengaruhi loyalitas merek perusahaan melalui mediasi identifikasi diri merek. Sikap merek sebagai sub-faktor asosiasi merek memberikan efek yang lebih kuat pada identifikasi diri daripada faktor lainnya. Penerapan ajaran Islam tentunya berbeda-beda tergantung dari tingkat pengetahuan agama yang dimiliki oleh setiap individu muslim. Tingkat pengetahuan agama yang dimaksud adalah sejauh mana seseorang mengetahui, memahami dan menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan seharihari paling sedikit mengetahui hal-hal yang mendasar tentang dasar keimanan atau keyakinan, kitab suci dan kegiatan tertentu mengenai ajaran agama. (Ancok dan Nashori Suroso, 1994). Persepsi konsumen muslim lahir dari ajaran Islam (Ratnasari dkk.,2019a, 2019b). Sikap konsumen muslim terhadap suatu produk atau merek berupa kecenderungan suka atau tidak suka merupakan wujud keimanan dan keyakinan mereka sebagai seorang muslim. Dengan demikian, semakin kuat dan semakin positif asosiasi merek yang tertanam di benak konsumen Muslim, semakin positif pula sikap mereka terhadap produk atau merek tertentu.

Globalness merek yang dirasakan adalah isyarat kekhasan. Di negara-negara dengan mayoritas non-caucasian, komunitas ekonomi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (AEC) diterjemahkan sebagai isyarat global dan, karenanya, lebih disukai untuk beriklan dengan model lokal untuk merek mobil mewah. Kesesuaian yang dirasakan lebih tinggi dari model ll Caucasian sebagai kelompok referensi bagi pembeli mobil mewah di negara-negara ini menjadikan AEC isyarat kekhasan yang lebih baik. Akibatnya, konsumen di Cina dan Jepang masih lebih memilih “keglobalan Barat” yang lebih konvensional daripada “Keglobalan Multi-Etnis” yang lebih baru untuk merek mobil mewah dengan anggapan asal Barat (Strebinger dkk.,2018).Yang dkk. (2018) menemukan bahwa identitas global berhubungan positif dengan
niat membeli produk mewah, dimediasi oleh nilai kemewahan fungsional, individu dan sosial yang dirasakan. Tjahjono (2014), dalam kajiannya tentang “Religiusitas dan Niat Membeli Barang Mewah di Kalangan Muda Muslim Indonesia” menyoroti bahwa meskipun tanggapan konsumen Muslim berbeda, faktor agama dan pengetahuan agama merupakan dua aspek yang tidak bisa diabaikan, terutama bagi konsumen Muslim. Sebagian konsumen berpendapat bahwa sebagai seorang muslim harus hidup sederhana meskipun memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, sedangkan sebagian lainnya menganggap bahwa memiliki barang premium adalah sesuatu yang halal dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif pada data primer yang dikumpulkan di beberapa kota di Indonesia, penelitian ini menggunakan metode analisis kuadrat terkecil parsial. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi dari incidental sampling dan purposive sampling. Pengambilan sampel insidental yang dimaksud adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan dimana dalam kondisi ini, siapa saja yang secara kebetulan atau kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel penelitian jika orang yang kebetulan bertemu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012). Sedangkan purposive sampling adalah sampel yang diambil dengan maksud dan tujuan tertentu, artinya seseorang atau sesuatu memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti. Sampel sebanyak 159 responden diambil dari populasi konsumen muslim yang berdomisili di Provinsi Jawa, Indonesia, dan belum memiliki mobil mewah Lexus tetapi sudah memiliki mobil lain sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis partial least square (PLS). Selain itu, PLS dapat digunakan sebagai penegasan teori yang digunakan untuk membangun hubungan yang belum memiliki landasan teori atau untuk menguji proposisi (Dagu, 1998).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peminat mobil mewah adalah laki-laki dengan rentang usia di atas 46 tahun yang menyandang gelar pascasarjana. Berdasarkan pekerjaannya, mayoritas pekerjaan adalah pegawai swasta dengan tingkat pengeluaran lebih dari 9 juta per bulan. Niat membeli mobil mewah merupakan kebutuhan demi kenyamanan keluarga dan mendapatkan kendaraan yang lebih lega. Asosiasi Lexus merupakan salah satu merek mobil mewah berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen muslim. Tingkat pengetahuan agama secara signifikan memperkuat pengaruh sikap konsumen terhadap niat beli mobil mewah. Selain itu, asosiasi merek secara signifikan memengaruhi niat untuk membeli mobil mewah. Produsen mobil mewah harus memprioritaskan evaluasi penyebab turunnya harga jual kembali mobil mewah secara drastis yang mempengaruhi niat konsumen untuk membelinya. Dengan demikian, risiko purna jual yang akan dialami konsumen mobil mewah pun tak terhindarkan. Produsen mobil mewah harus menampilkan dan menonjolkan karakter yang berbeda dalam merepresentasikan setiap varian atau setiap tipenya sehingga karakter tersebut juga dapat mewakili kepribadian konsumen yang menggunakan mobil mewah dan tidak hanyamenampilkan kesan saja, misalnya karakter klasik, sporty dan lainnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemasar mobil mewah harus memperhatikan karakteristik konsumen muslim. Karenanya, perusahaan mobil mewah dapat melakukan strategi bagaimana menarik konsumen Muslim karena sebagian besar konsumen Muslim tidak berniat membeli merek mewah karena mereka merasa tidak membutuhkan kemewahan karena bukan prioritas, dan gaya hidup sederhana paling disarankan oleh agama. Meskipun konsumen memiliki tingkat pendapatan menengah dan tinggi, mereka tidak selalu berniat untuk membeli mobil mewah, dan ini disebabkan oleh peran religiusitas yang mengarahkan konsumen apakah mereka membutuhkan dan membeli mobil mewah tanpa tingkat urgensi yang tinggi. Dengan memahami faktor-faktor ini di antara pelanggan, akan membantu pelaku industri untuk merencanakan dan menyusun strategi diversifikasi dan promosi mobil mewah di antara pelanggan yang ada dan potensial, terutama segmen pasar berdasarkan agama tertentu yang memiliki pedoman dalam mengkonsumsi suatu produk.

Penulis: Dr. Ririn Tri Ratnasari, SE., M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Ratnasari, R. T., Prajasari, A. C., & Kassim, S. (2022). Does religious knowledge level affect brand association and purchase intention of luxury cars? Case of the Lexus cars in Indonesia. Journal of Islamic Marketing.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp