Perubahan Evolusioner Struktur Rongga Mulut dan Morfologi Gigi Manusia dalam Sudut Pandang Antropologi Dental

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilsutrasi by iStock

Evolusi didefinisikan sebagai perkembangan bertahap dari sifat-sifat manusia yang diwariskan selama beberapa generasi secara turun temurun. Proses evolusi menghasilkan keragaman di semua tingkat organisasi biologis. Pada pertengahan abad ke-19, Charles Darwin menyampaikan pendapat bahwa proses evolusi terjadi karena fenomena seleksi alam. Teori seleksi alam Darwin menjelaskan bahwa organisme menghasilkan lebih banyak keturunan yang dapat bertahan hidup di lingkungannya, dengan kondisi fisik yang lebih baik untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Evolusi menjadi landasan ilmu pengetahuan modern yang diterima secara luas sebagai salah teori ilmiah yang didukung oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti biologi, antropologi, psikologi, dan geologi. 

Salah satu fungsi utama gigi pada makhluk hidup adalah untuk memotong dan mengunyah makanan. Selain itu, gigi pada manusia juga berperan dalam proses berbicara dan turut serta membentuk profil wajah seseorang. Gigi manusia diklasifikasikan menjadi heterodonty dan diphyodont. Heterodonty dapat direfleksikan sebagai empat kelas gigi, yaitu gigi insisif, caninus, premolar, dan molar. Sedangkan klasifikasi diphyodont dapat dideskripsikan sebagai dua generasi gigi fungsional, yaitu 20 gigi sulung pada anak-anak dan 32 gigi permanen pada dewasa.

Dari sudut pandang antropologi, gigi adalah salah satu aspek terpenting dari evolusi manusia. Gigi merupakan salah satu titik fokus dalam studi populasi komparatif dan evolusioner karena stabilitas dan daya tahannya terhadap faktor lingkungan. Beberapa karakteristik morfologi dari gigi dapat digunakan untuk menunjukkan variasi populasi. Ciri-ciri morfologi gigi seperti shovel shape pada gigi insisif, cusp Carabelli, hypocone, dan peg-shape dapat digunakan untuk menentukan etnis individu. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa gigi memberikan gambaran penting mengenai kebiasaan dan pekerjaan seseorang.

Jika dilihat dari sudut pandang ilmu forensik, gigi manusia memiliki peranan penting dalam identifikasi individu. Dasar ilmiah dari identifikasi melalui gigi adalah keunikan gigi manusia dan fakta bahwa tidak ada dua rongga mulut yang identik bahkan pada kembar monozigot. Variasi gigi seperti karakteristik morfologi, warna, bentuk, pola keausan gigi, dan anomali gigi dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai identitas seseorang. Sebagai jaringan terkeras dalam tubuh manusia, gigi dapat bertahan dalam kondisi ekstrim termasuk trauma kimia, fisik dan termal. Ahli odontologi forensik dan anthropologist dapat bekerjasama dalam sebuah proses identifikasi individu melalui analisis berbagai informasi penting dari gigi yang terkait dengan penentuan jenis kelamin, estimasi usia, asal etnis, analisis tanda gigitan, dan perbandingan catatan gigi.

Dalam perkembangan evolusi manusia dapat dilihat adanya perbedaan struktur orofacial antara manusia modern dengan spesies hominid lainnya. Beberapa ahli antropologi mengaitkan perbedaan ini disebabkan karena adanya perubahan pola makan dan cara manusia mengolah makanannya. Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara Homo sapiens (manusia modern) dan spesies awal hominin adalah bentuk dagu yang protrusive atau menonjol. Hal ini dianggap sebagai akibat dari penurunan beban pengunyahan gigi dan penggunaan otot lidah dan rongga mulut untuk membentuk Bahasa.

Fenomena mengecilnya ukuran rahang dari spesies awal hominin hingga manusia modern seringkali dikaitkan dengan kemajuan budaya pertanian sebagai pengganti budaya berburu dan mengumpulkan makanan. Ukuran rongga mulut yang lebih kecil dan gigi yang tajam juga diyakini sebagai akibat proses adaptasi dalam pembentukan bahasa manusia yang membutuhkan sistem rongga mulut yang fleksibel dan juga berkaitan dengan perubahan jenis makanan menjadi lebih lunak.

Perubahan evolusioner lain yang juga terlihat pada manusia modern disebut dengan istilah tooth-wise, yaitu berkurangnya ukuran gigi dibandingkan dengan kerabat dekat suatu spesies. Megadontia pada populasi Australopith dikaitkan dengan kebutuhan untuk memproses makanan secara mekanis dan kebutuhan untuk area pipi yang lebih besar. Sedangkan pada Homo sapiens, berkurangnya ukuran gigi molar dikaitkan dengan penggunaan alat untuk mengolah makanan, sehingga beban kunyah pada gigi molar akan berkurang.

Perbedaan ukuran gigi dengan gigi lainnya juga dapat dilihat pada spesies yang berbeda. Pada spesies awal hominin, gigi molar kedua merupakan gigi terbesar dibandingkan dengan gigi lainnya. Sedangkan pada Homo sapiens, gigi molar pertama adalah gigi terbesar. Gigi caninus juga menunjukkan perbedaan antar jenis kelamin pada spesies awal hominin, di mana laki-laki memiliki gigi caninus yang lebih kecil daripada perempuan.

Jika dilihat dari struktur gigi, spesies hominin purba memiliki lapisan enamel yang lebih tebal dibandingkan dengan lapisan enamel pada manusia modern. Hal ini dihubungkan dengan jenis makanan hominin purba yang bertekstur lebih keras. Sehingga dengan lapisan enamel yang lebih tebal akan memberikan kekuatan lebih pada gigi dalam proses mengunyah makanan.

Salah satu hasil dari proses evolusi struktur orofacial adalah adanya perbedaan morfologi oklusal gigi. Manusia modern memiliki bidang oklusal helikoidal, di mana gigi anterior tampak miring ke arah palatal dan gigi posterior tampak miring ke arah bukal. Perbedaan ini juga disebabkan oleh adanya perbedaan bentuk cusp gigi. Gigi molar pada spesies Australopithecus memiliki bentuk cusp/tonjolan lebih tumpul untuk mengunyah makanan bertekstur keras seperti biji-bijian dan beberapa jenis buah-buahan, sedangkan spesies Homo memiliki permukaan lebih miring dengan cusp yang kurang membulat untuk memotong makanan.

Ditulis oleh: Arofi Kurniawan, drg., Ph.D

Diambil dari artikel jurnal berjudul “Lifestyle Changes and Its Effect Towards the Evolution of Human Dentition”

Artikel telah terbit di Egyptian Journal of Forensic Sciences

https://doi.org/10.1186/s41935-022-00268-4

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp