Penggunaan Metode Cel Free Fethal DNA dan Siblings DNA dalam Proses Paternity Test

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Sains Kompas

Identifikasi DNA tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan biologis antar individu dalam sebuah keluarga dengan cara membandingkan pola DNA individu-individu tersebut. Tes paternitas atau tes keayahan yang merupakan bagian dalam identifikasi DNA dilakukan melalui analisa pola DNA pada marka STR (short tandem repeat). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Identifikasi DNA dengan penanda STR merupakan salah satu prosedur tes DNA yang sangat sensitif karena penanda STR memiliki tingkat variasi yang tinggi baik antar lokus STR maupun antar individu.

Peran ahli molekuler forensik saat ini begitu dikenal dengan sejak digunakannya DNA sebagai bahan materi pemeriksaan. Namun penggunaan DNA sebagai bahan pemeriksaan molekuler forensik, bukanlah tanpa kendala ataupun hambatan (Butler, 2015), melainkan terdapat hal yang dapat menyebabkan seorang ahli DNA forensik mengalami kesulitan, baik dalam pengerjaan sampel DNA, maupun ketika harus mengambil kesimpulan dari hasil pemeriksaan. Identifikasi personal forensik seringkali dihadapkan pada tidak tersedianya informasi yang berasal dari ayah dan ibu atau anak yang dapat digunakan sebagai pembanding pada proses pemeriksaan DNA forensik.

Padahal prinsip pemeriksaan DNA forensik, didasarkan pada proses pembandingan alele yang berasal dari korban atau pelaku, dibandingkan dengan pembanding yang berasal dari jalur keluarga (kindship analysis) seperti pada kasus “unborn child disputed”, paternity disputed atau bahkan pada analisis DNA forensik pada bencana massal atau mass disaster maupun pada korban perang. Dalam kondisi hal tersebut diatas, diperlukan pembanding yang memiliki kedekatan jalur keluarga sebagai salah satu cara yang dapat ditempuh dalam proses analisis DNA forensik, seperti halnya adik atau kakak kandung dari korban atau pelaku bila pembanding dari jalur orang tua maupun anak tidak didapatkan.

Proses identifikasi yang menggunakan saudara kandung sebagai pembanding, akan dihadapkan pada kemungkinan adanya ketidakcocokan atau mismatch pada profil lokus DNA yang digunakan. Apalagi Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, menciptakan peluang munculnya “mismatch” pada identifikasi personal dengan [saudara kandung] siblings DNA profiling.

Materi dan Metode

Penelitian observasional analitik. Sampel penelitian : darah tepi dari wanita hamil trisemester kedua dan dua anak kandung. . Jumlah sukarelawan sebanyak 20 keluarga yang terdiri dari wanita  hamil dan dua anak kandung. Total sampel yakni 60 sampel. Penelitian dilaksanakan pada laboratorium human genetik Institut Tropical Desease [ITD] Universitas Airlangga.

Hasil dan Diskusi

Tidak tersedianya informasi yang berasal dari ayah dan ibu atau anak yang dapat digunakan sebagai pembanding pada proses pemeriksaan DNA forensik merupakan salah satu problem tersendiri dalam analisis DNA forensik (Omran GA, et al 2009 : O’Connor,2011 ). Metode pemeriksaan melalui saudara kandung (Siblings) sebagai pembanding. Saudara kandung sebagai pembanding bisa pada anak yang telah lahir atau pada wanita hami atau bayi dalam kandungan. Pada wanita hamil pada trisemester 1-2 peredaran darahnya terdapat apa yang dikenal dengan cell free fethal-DNA (cff-DNA). merupakan fragmen-fragmen DNA yang berasal dari fetus dan berhasil menerobos masuk ke dalam sirkulasi maternal sehingga keberadaannya dapat diketahui dengan metode isolasi DNA dari sampel berupa plasma maternal.

Dalam sibship/sibling analysis  yang berperan penting yakni adanya allele sharing. Allele sharing  dalam penentuan saudara kandung sangat berguna menjalin hubungan ketika kedua allele terlibat. Secara  statistik saudara kandung (full siblings) memiliki probabilitas ketepatan 2 allele : 25 %, nilai ini sama seperti tidak memiliki allele yang sama atau 0 alele, sedangkan ketepatan 1 allele mencapai 50%

Dalam penelitian ini, rerata allele sharing dengan saudara kandung pada lokus CSF1PO, TH01, TPOX dan vWA yakni 0 allele (13,75%), 1 allele (44,75%) dan 2 allele (41,5%) (gambar 2). Allele sharing dalam penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh wenk (1996) dan teori oleh O’Connor (2011), menunjukkan dominasi allele sharing pada 1 allele yakni 44,75%, namun berbeda Sosiawan (2020) yang didominasi pada 2 allele sharing. Variasi ini disebabkan oleh etnis yang memiliki kontribusi genetik yang berbeda antar populasi. Hal ini dapat dikaitkan dengan proses historis dan demografis yang mengarah pada penyimpangan genetik atau genetic drift (Maeda K, et al 2005 :  : Venkanna N et al, 2008).

Dalam hasil perhitungan Sibling indicies (SI), menunjukkan 75% pasangan saudara kandung termasuk dari cff-DNA memiliki SI diatas  10 (kuat dan sangat kuat)(Tabel.3), menunjukkan bahwa penggunaan sistem STR lokus CSF1PO, TH01, TPOX dan vWA,  ini akan sangat prediktif untuk mengidentifikasi saudara kandung..

Simpulan dalam penelitian rerata SI pada 1 allele sharing memeiliki nilai tertinggi yakni 44.5%, pada lokus STR CODIS (CSF1PO, THOI, TPOX dan vWA). Penggunaan cff-DNA dari darah wanita hamil sebagai menjadi bahan alternatif dalam paternitas tes, yang merupakan teknik non invasif.

Penulis : Ahmad Yudianto

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :https://journals.athmsi.org/index.php/AJID/article/view/5979/3278

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp