Tim KKN UNAIR Ajak Masyarakat Manfaatkan Limbah Tahu Jadi Pupuk

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tim KKN UNAIR Ajak Masyarakat Manfaatkan Limbah Tahu Jadi Pupuk. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Pembuatan tahu menghasilkan volume limbah cair yang tidak sedikit. Di samping itu, masyarakat kerap membuang cairannya ke sungai, tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu sehingga menimbulkan bau busuk.

Menjawab permasalahan itu, tim KKN-BBM 65 Kelompok 79 UNAIR mengadakan sosialisasi pengolahan limbah tahu menjadi Pupuk Organik Cair (POC) dengan cara fermentasi. Kegiatan berlangsung di Desa Bocek, Karangploso, Malang, Jawa Timur pada Senin (31/1/22).

Berkaitan dengan hal tersebut, Desa Bocek memiliki 4 pabrik pembuatan tahu. ‘’Dalam sekali produksi per hari menghasilkan 40 liter limbah cair per pabrik, sehingga jika ditotal akan menghasilkan 160 liter/hari dan 136 liter selama 6 hari/pabrik,’’ papar Penanggung Jawab Program Kerja Lingkungan. Frisma Puspita.

Dalam hal ini, kegiatan menyasar pemilik pabrik tahu, buruh pabrik tahu, kelompok tani dan perangkat desa setempat. Antusiasnya pun sangat luar biasa. Lantaran saat sosialisasi banyak peserta yang mengajukan pertanyaan. Terlebih, peserta yang berani mempraktekkan pembuatan POC ke depan berkesempatan membawa pulang POC yang telah mereka buat. 

Dalam prosesnya, Frisma menjelaskan cara pembuatan POC, yang pertama mendinginkan limbah cair tahu di ember atau jerigen sebanyak 5 liter. Kedua mencampur EM4 250ml, dan tetes tebu 250 ml. Ketiga melakukan fermentasi selama 14 hari. 

‘’Dari hasil fermentasi itu, jadilah pupuk organik cair yang bermanfaat untuk menyuburkan tanaman,’’ papar Frisma. 

Frisma meyakini pupuk organik menjadi solusi yang tepat. Sebab, limbah tahu juga mengandung unsur hara N, P2O5, K2O, dan C-Organik sebagai unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman

Lebih lanjut, perbandingan dengan pupuk anorganik. Ia menegaskan jika menggunakan pupuk itu (Red: anorganik) secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Bisa merusak sifat fisik dan menurunkan kualitas tanah. 

Apalagi kebiasaan penduduk setempat,  sambung Frisma, sering menggunakan pupuk anorganik atau yang sering dikenal pupuk kimia. Sementara harga pupuk kimia bisa menambah biaya pengeluaran petani, di setiap musim produksi. 

Di samping itu, tim juga turut mendukung ketercapaian SDGs poin ke-15 Life on Land yakni program edukasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan pengelolaan berkelanjutan.

‘’Melalui program ini penanganan limbah tahu  menjadi tepat, terarah dan berkelanjutan,’’ pungkas Frisma.

Penulis: Viradyah Lulut Santosa

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp