Pakar Epidemiologi UNAIR Tanggapi Kebijakan PM Inggris Terkait Omicron

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Trid.ID

UNAIR NEWS – Covid-19 atau Corona Virus Disease 2019 telah melanda Indonesia selama dua tahun terakhir. Virus tersebut memiliki beberapa turunan yang tengah terjadi di Indonesia, salah satunya varian delta. Delta inilah yang menggemparkan masyarakat selama pandemic berlangsung.

Usai keresahan yang disebabkan oleh delta, terbitlah turunan baru bernama omicron. Selama dua bulan terakhir, Indonesia kembali dilanda kerisauan akibat varian tersebut. Omicron memiliki kemiripan gejala dengan varian sebelumnya, hanya saja varian ini menyerang saluran pernapasan atas (bronkus), sedangkan delta menyerang saluran pernapasan bawah (paru-paru).

Virus tersebut pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dengan kemungkinan ketimpangan vaksin yang tidak merata. Indonesia termasuk salah satu negara akhir yang terpapar varian baru ini. Omicron sendiri sampai di Indonesia sejak November lalu, dibawa oleh WNI yang tiba dari Nigeria.

Di tengah-tengah memuncaknya omicron di Indonesia, Perdana Menteri Inggris mengumumkan pembebasan masker kepada seluruh warganya. Mengenai hal tersebut, pakar Epidemiolog Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, S.Si., M.Si., Ph.D., menanggapi berita ini dengan penjelasan lengkap.

Menurutnya, hal tersebut lebih cepat dilaksanakan daripada Indonesia dikarenakan analisis puncak omicron sudah mencapai tahap beres. Inggris merupakan salah satu negara benua Eropa yang lebih dulu terpapar sebelum Indonesia. Sedangkan omicron memiliki jangka waktu 1-2 bulan untuk mencapai puncak kasus tertinggi sejak pertama kali virus tersebut berada pada suatu negara.

“Mengenai hal itu, wajar saja jika Perdana Menteri mengumumkan pembebasan masker lebih cepat daripada Indonesia,” ujarnya.

Menurut analisis dari Kementerian Kesehatan, Indonesia akan mencapai puncak pada Februari mendatang, namun masih butuh pemantauan lebih lanjut. “Mengapa? Karena omicron memiliki potensi penyebaran lebih tinggi daripada delta,” imbuhnya.

Laura melanjutkan, pembebasan pemakaian masker di Indonesia masih belum bisa diterapkan, karena kasus tertinggi masih belum terlaksana. Kalaupun sudah terlaksana, sangat dianjurkan untuk tetap mematuhi protocol kesehatan.

“Kecil kemungkinan tidak terdapat varian baru setelah omicron, sebisa mungkin kita melakukan suatu hal yang tidak merugikan,” tambahnya.

Laura sendiri sangat menyayangkan apabila pembebasan masker dan protocol kesehatan dicabut begitu saja. Bisa dilihat, varian baru ini datang dari benua Afrika dan berakhir marak di benua Eropa. Lantas jika protocol kesehatan dibebaskan disalah satu negara dan apesnya timbul varian baru setelah dilaksanakannya kebijakan tersebut, maka secara tidak langsung akan berdampak pada negara-negara sekitarnya.

“Jangan sampai hal ini dijadikan euphoria ketika kasusnya turun. Bisa diingat kembali bahwa delta berasal dari Inggris karena terdapat kelonggaran protocol kesehatan sebelumnya,” tegas Dosen FKM tersebut.

Cakupan vaksinasi Inggris terkenal sangat tinggi sebelum terjadinya gelombang omicron. Namun, sekarangpun jebol dengan varian baru tersebut. Artinya, gelombang varian ini tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, mematuhi protocol kesehatan perlu dilaksanakan tanpa adanya pembebasan.

“Bukan berarti kita harus melaksanakan protocol ini seumur hidup, tapi akan ada saat yang lebih tepat. Toh, melaksanakan protocol kesehatan tidak ada ruginya,” ujar wanita kelahiran Surabaya itu.

Adakalanya seluruh masyarakat mampu melewati masa pandemi tanpa kekhawatiran sedikitpun. Namun, untuk beralih kedalam tahap tersebut, tidak ada salahnya melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan demi kenyamanan bersama. Begitupula dengan Inggris, menurut Laura, ada kemungkinan Inggris tidak serta-merta membebaskan pemakaian masker begitu saja. Harapannya, negara tersebut tetap melaksanakan pemantauan melalui 3T (testing, tracing, dan treatment).

“Meskipun begitu, setiap negara memiliki regulasinya masing-masing. Ada peraturan yang sesuai jika diterapkan di Indonesia, dan begitupula sebaliknya,” pungkasnya mengakhiri.

Penulis: Azka Fauziya

Editor  : Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp