Perlu Insentif untuk Penerbitan Sukuk Daerah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Bareksa

Otonomi Daerah memberikan wewenang yang luas kepada  Pemerintah Daerah untuk mengelola pemerintahan sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang (UU) No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah  menggariskan prinsip kewenangan Pemerintah Daerah yang seluas-luasnya, dalam arti bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. 

Selain itu, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Otonomi yang seluas-luasnya dalam kerangka ini juga berkaitan dengan kewenangan serta keleluasaan untuk menggali sumber-sumber pendapatan sendiri sebagai sumber pembiayaan pembangunan di daerah.

Salah satu potensi sumber pembiayaan daerah adalah obligasi syariah atau sukuk. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 147/PMK.07/2009, Pemerintah Daerah dimungkinkan menerbitkan obligasi daerah (municipal bond), termasuk obligasi syariah. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 62 tahun 2017, juga menegaskan tentang diizinkannya penerbitan obligasi dan sukuk daerah oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

Menurut PMK tersebut, obligasi atau sukuk daerah boleh diterbitkan hanya untuk membiayai kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan tersebut, maka Obligasi/Sukuk Daerah yang diterbitkan Pemerintah Daerah hanya jenis Obligasi Pendapatan (Revenue Bond). Ketentuan ini menegaskan bahwa sukuk daerah sangat cocok untuk membiayai infrastruktur yang memberikan pendapatan pada daerah seperti pembangunan pasar daerah, menambah modal perusahaan daerah, dan sebagainya.

Meski diizinkan, hingga Desember 2017, belum ada Pemerintah Daerah yang menerbitkan obligasi syariah (sukuk) daerah. Belum banyak penelitian yang mengungkap penyebab belum adanya penerbitan sukuk daerah. Meski demikian, terdapat beberapa  penelitian tentang sukuk korporasi dan sukuk negara.  Rusydiana dan Jarkasih (2008) meneliti tentang permasalahan pengembangan sukuk korporasi dan menemukan dua penyebab, yaitu market player dan regulation aspects. Touriq (2011) meneliti tentang ketertarikan investor terhadap efek syariah di pasar modal dan menemukan bahwa faktor yang menentukan ketidak tertarian investor pada efek syariah adalah kurangnya edukasi dan sosialisasi mengenaik efek syariah di pasar modal.

Dari penelitian ini, diketahui ada empat aspek kendala dalam penerbitan sukuk daerah, yaitu aspek penerbit (pemerintah daerah, red), investor, pasar, dan infrastruktur. Elemen utama yang menjadi kendala penerbitan adalah kurang adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk menerbitkan sukuk daerah. Utamanya berkaitan dengan masalah politik pimpinan daerah, yaitu terkait dengan masa jabatan pimpinan daerah dan hubungan pimpinan daerah dan DPRD.

Untuk mendorong penerbitan sukuk daerah, diperlukan adanya regulasi yang spesifik terkait perizinan pemerintah daerah dalam menerbitkan sukuk. Selain itu, juga perlu support dari pemerintah pusat agar pemerintah daerah bisa membiayai pembangunan daerah dengan menerbitkan sukuk daerah. Support itu, di antaranya, adalah insentif keuangan, insentif pajak, dan kemudahan birokrasi.

Penulis: Dr. Imron Mawardi

Tulisan lengkap ada di: https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JIABR-03-2021-0082/full/pdf?title=constraints-and-strategies-for-municipal-sukuk-issuance-in-indonesia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp