Respon Stres Oksidatif Ikan Gambusia Affinis yang Terkontaminasi Mikroplastik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto IDN Times

Mikroplastik (MP) adalah kumpulan partikel heterogen mulai dari ukuran beberapa mikron hingga beberapa milimeter. Komposisinya bervariasi tergantung dari sumber asalnya (Blair et al., 2017). MP dapat ditemukan di mana-mana, dengan penyebab mulai dari berbagai aktivitas antropogenik hingga polusi mikroplastik yang tinggi dan meningkat, yang membahayakan biota di lingkungan terestrial dan akuatik (Zhang et al., 2019b). Selanjutnya, MP mampu membawa kontaminan organik. Kontaminan ini dapat mengikat partikel plastik di air yang berdekatan atau sudah ada dalam polimer sebagai aditif atau monomer selama proses pembuatan (Klein et al., 2015). Kontaminan organik yang teradsorpsi ini dapat diangkut oleh partikel plastik apung ke spesies pemakan permukaan dan lingkungan perairan yang kurang tercemar, di mana proses desorpsi dapat menghasilkan peningkatan konsentrasi polutan berair (Endo et al., 2013).

Karena ukurannya yang kecil, mikroplastik dapat diambil oleh organisme dan bertindak sebagai stresor, menyebabkan cedera pada sistem organ (Lusher et al., 2013). MP dapat bertranslokasi ke jaringan dan bahkan hati setelah dikonsumsi, menyebabkan peradangan dan penumpukan lipid, serta memperlambat pertumbuhan, imobilisasi, dan kematian (Tibbetts et al., 2018). Penelitian toksisitas telah mengungkapkan bahwa paparan mikroplastik dapat memiliki efek fisik dan toksikologi pada biota perairan (Steer et al., 2017).

Ikan signifikan sebagai indikator sensitif dari efek stresor dalam ekosistem perairan karena mereka adalah salah satu kelompok hewan yang paling beragam dan memiliki nilai ekologis dan komersial yang sangat besar (McCauley, 1990; Rochman et al., 2013). Selain itu, mereka menyediakan berbagai jasa ekosistem, termasuk (1) dinamika makanan dan keseimbangan nutrisi; (2) regulasi aliran karbon; (3) pengaturan proses sedimen; dan (4) keterkaitan ekologis. Di lingkungan air tawar, beberapa spesies ikan telah dipelajari karena mengonsumsi mikroplastik dan dampaknya, misalnya Gobio gobio (Sanchez et al., 2014), Hoplosternum littorale (Silva-Cavalcanti et al., 2017), Rutilus rutilus (Kuśmierek dan Popiołek , 2020), Mystus bocourti, dan Cyclocheilichthys repasson (Kasamesiri dan Thaimuangpho, 2020). Karena ikan dapat dengan sengaja menelan mikroplastik dengan mengira partikel tersebut sebagai mangsa alami atau secara tidak sengaja jika mikroplastik sudah ada di tubuh mangsanya, mikroplastik dengan ukuran partikel kecil, daya apung, dan warna yang menarik sangat mungkin untuk segera diambil atau dikonsumsi oleh ikan (Jovanovi , 2017). MP memiliki tiga efek non-eksklusif yang luas pada ikan setelah tertelan: (1) efek fisik MP itu sendiri, seperti memblokir saluran pencernaan atau menyebabkan rasa kenyang yang salah; (2) pelepasan plasticizer dan bahan kimia berbahaya lainnya dari dalam MP; dan (3) desorpsi polutan berbahaya yang terkait dengan MP (Strungaru et al., 2019).

Pengaruh berbagai xenobiotik pada organisme akuatik dapat dinilai menggunakan indikator stres oksidatif (Magara et al., 2019). Mikroplastik terakumulasi dan terbawa melalui sel dan jaringan, menciptakan stres oksidatif pada hewan (Browne et al., 2013). Akumulasi MP mengaktifkan jalur respons stres oksidatif pada organisme seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutathione peroksidase (GSH-Px) (Deng et al., 2017). Semua enzim ini bekerja untuk menghilangkan berbagai macam oksigen reaktif (ROS) (Deng et al., 2014). Malondialdehid (MDA) adalah produk sampingan dari pemecahan peroksida asam lemak tak jenuh yang dihasilkan oleh spesies oksigen reaktif (ROS), dan merupakan tanda peroksidasi lipid (LPO) (Zhang et al., 2019a). MDA merupakan penanda yang sensitif untuk menilai kerusakan oksidatif pada ikan yang tercemar (Hamed et al., 2020).

Akumulasi MP pada ikan melalui dua jalur dasar yaitu respirasi dan pencernaan akan berpengaruh pada kondisi organ dan saluran pencernaan. Di semua lokasi pengumpulan, kelimpahan MP meningkat baik pada sampel insang maupun saluran pencernaan (Buwono et al., 2021a). Penelitian tersebut menggunakan ikan gambusia (Gambusia affinis) yang banyak ditemukan di sepanjang Sungai Brantas. Ikan Gambusia affinis dari Sungai Brantas digunakan sebagai hewan indikator dampak pencemar mikroplastik dalam penelitian ini. Gambusia affinis diklasifikasikan sebagai spesies invasif asing di Indonesia karena kemampuannya untuk berkembang biak dengan cepat dan toleransi yang kuat terhadap perubahan lingkungan (Adam et al., 2019). Gambusia merupakan spesies ikan yang dapat menetap di berbagai habitat, mulai dari perairan yang bersih hingga yang tercemar, serta toleran terhadap fluktuasi suhu dan salinitas, sehingga menjadikannya sebagai agen biomonitoring yang baik (Pyke, 2005; Rautenberg et al., 2015). Gambusia hidup berkelompok dan tidak banyak bergerak (immobile); ikan dewasa ditemukan di perairan terbuka, sementara banyak ikan kecil ditemukan di daerah dengan vegetasi dangkal (NatureServe, 2019; Pyke, 2005).

Dari segi pencemaran air, Sungai Brantas merupakan salah satu sungai di Indonesia yang telah tercemar oleh limbah industri dan domestik yang dapat berupa pembuangan langsung maupun tidak langsung (Risjani et al., 2020). Beban sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti pemukiman, industri, air limbah, dan sampah padat (Roosmini et al., 2018). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon stres oksidatif pada insang dan saluran pencernaan Gambusia affinis tercemar mikroplastik yang diperoleh dari Sungai Brantas Jawa Timur, Indonesia. Untuk menggambarkan hubungan antara MP, stres oksidatif, dan kerusakan oksidatif, digunakan model jalur (path model).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pencernaan memiliki kadar superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan malondialdehid (MDA) yang jauh lebih tinggi daripada insang. Konsentrasi SOD di insang adalah 13,7 ± 5,3 U/mL, sedangkan konsentrasi SOD di saluran pencernaan adalah 16,3 ± 3,6 U/mL. Konsentrasi CAT pada insang (5,3 ± 2,9 ng/mL) lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi CAT pada saluran pencernaan (10,5 ± 2,8) ng/mL, sedangkan konsentrasi MDA di insang (690,8 ± 135,6 mU/mL) adalah lebih rendah dari konsentrasi MDA di saluran pencernaan (869,6 ± 122,2) mU/mL. Kelimpahan MP memiliki pengaruh langsung berpengaruh pada SOD dan MDA di insang. Sementara itu, jumlah MP di saluran pencernaan memiliki efek langsung pada SOD dan CAT, yang mempengaruhi perkembangan respon MDA.

Ditulis oleh : Agoes Soegianto, Nanik Retno Buwono , Yenny Risjani

Telah terbit pada jurnal Chemosphere 293 (2022) 133543

Website:https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2022.133543

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp